Daftar Blog Saya

Rabu, 19 April 2017

Suatu Hari di Tengah Hujan Deras by Santhy Agatha

"Jangan sampai terlambat lagi." Nayla menatap Rendy dengan tatapan mata merajuk, "Kemarin
aku bengong lama di halte dan sudah hampir digoda preman."
Rendy menatap Nayla menyesal, "Maafkan aku Nayla. Suer tidak akan telat jemput lagi." Dengan
lucu lelaki itu menyilangkan jarinya di depan Nayla, meluruhkan seluruh kejengkelan Nayla dan
membuatnya tidak bisa menahan senyum.
Rendy tersenyum juga ketika menyadari kemarahan Nayla sudah reda, "Sudah tidak marah lagi
kan?"
Nayla menggelengkan kepalanya meskipun jengkel, siapa pula yang bisa marah lama-lama
kepada Rendy? kekasihnya yang begitu baik hati dan lembut? Nayla tidak akan tega marah
kepada Rendy lama-lama. Meskipun semalam Rendy sudah begitu keterlaluan kepadanya.
Bayangkan, lelaki itu terlambat menjemputnya dua jam! Hampir dua jam Nayla menunggu
sepulang dari tempat kerjanya di sebuah departement store yang buka sampai jam sembilan
malam. Sebenarnya setelah satu jam menunggu, Nayla sudah hendak menghentikan taxi, tetapi
kemudian dia merasa ragu dan takut, sudah jam sepuluh lebih dan dia sendirian, berita-berita
tentang berbagai tindakan kriminal di atas taxi yang menimpa perempuan yang sedang sendirian
terasa menakutkannya. Pada akhirnya, Nayla memutuskan untuk menunggu, sambil berusaha
menghubungi telepon Randy yang tidak aktif.
Dan kemudian Randy baru muncul pukul setengah sebelas malam, dengan wajah pucat dan
cemas luar biasa.
Lelaki itu bilang dia ketiduran. Ketiduran! ya ampun, Nayla benar-benar kesal malam itu sampaisampai

dia tidak mampu berkata apa-apa hanya menatap Rendy dengan marah, dan tidak
membalas ucapan-ucapan permintaan maaf dari lelaki itu.
Tetapi kemudian lelaki itu datang pagi-pagi sekali keesokan harinya, dan seperti biasanya berhasil
mengambil hati mamanya untuk membujuknya supaya turun dan menemui Rendy. Dan seperti
biasanya, Rendy berhasil meluluhkan hatinya, mereka berbaikan lagi.
Dan pagi itu ketika Rendy mengantarkannya ke tempat kerjanya seperti biasanya, Nayla berkalikali
berpesan kepada Rendy supaya jangan terlambat datang.

"Kalau sampai kau terlambat datang, lebih baik kita tidak usah bertemu lagi selamanya!" gumam Nayla dengan tatapan mengancam.

Rendy mengangkat alisnya lagi dengan gerakan khasnya, "Selamanya?" dia terkekeh, seperti
biasa menganggap remeh ancaman Nayla karena tidak pernah terwujud.  Nayla tidak mungkin
marah lama-lama kepada Rendy. Cinta Nayla begitu besar kepada lelaki itu, begitupun sebaliknya,
meskipun Rendy kadang teledor dan terlalu cuek karena pembawaannya memang begitu.
"Selamanya." Nayla berusaha serius, menatap Rendy dengan tatapan tajam, "Malam ini
kesempatan terakhirmu."
Rendy menganggukkan kepalanya sambil tersenyum meluluhkan hati, "Oke tuan puteri, aku akan
menunggu di sini nanti malam, bahkan sebelum kau keluar dari tempat kerjamu."
***
Ternyata omongan lelaki memang tidak bisa dipegang. Nayla menggigit bibirnya yang gemetar,
menahankan tangisannya. Hujan  turun dengan derasnya mengguyur tubuhnya, tetapi Nayla
tidak peduli. Dia tetap berdiri di pinggir jalan, menatap ujung jalan yang lengang karena orang
yang dinantinya tak kunjung datang. Dan Nayla terlalu marah untuk berteduh, pikiran bawah
sadarnya menyuruhnya untuk membiarkan dirinya kehujanan, syukur-syukur dia sakit keesokan
harinya, jadi dia bisa menyalahkan Rendy dan membuat lelaki itu benar-benar menyesal esok
pagi.
Teganya Rendy! Malam ini dia membuat Nayla menunggu lagi, bahkan ini sudah lebih dari dua
jam lamanya Nayla menunggu, hampir sama seperti kemarin. Nayla berusaha menghubungi
ponsel Rendy, tetapi ponsel itu tidak aktif, hal itu benar-benar membuat Nayla marah, Rendy
pasti ketiduran seperti semalam!
Oh astaga! Lama-lama kesabaran Nayla habis kalau harus terus-terusan menghadapi keteledoran
dan ketidakpedulian lelaki itu. Nayla sudah berusaha bersabar selama ini, tetapi dia sudah tidak
tahan lagi, apalagi sama sekali tidak tampak ada niat dari Rendy untuk berubah.
Dengan penuh emosi, dia menundukkan kepalanya, melindungi ponselnya dari guyuran hujan
yang menerpa kepalanya,
== Kau memang jahat! Lelaki paling jahat dan paling tidak pedulian di dunia! Aku benci kamu!
Benci sekali! Kita putus! Aku bahagia tidak usah bertemu denganmu lagi selamanya! ==
Kemudian Nayla menekan tombol sent dan menggeram kesal karena pesannya pending. Yah
setidaknya lelaki itu akan membacanya ketika bangun nanti, dan Nayla bertekad tidak akan
menyerah kepada permintaan maaf Rendy lagi. Cukup sudah! Kesabaran manusia ada batasnya!
Setelah mengirimkan sms itu, Nayla berjalan menembus hujan berusaha mencari taxi. Sampai
kemudian dia melihat sebuah mobil mendekat, dia mengenali mobil itu. Itu mobil orangtua
Rendy, kenapa Rendy datang memakai mobil? biasanya lelaki itu akan menjemputnya dengan
motor kesayangannya.
Tetapi bagaimanapun juga, tidak akan ada maaf untuk lelaki itu. Enak saja datang menjemputnya
setelah terlambat dua jam dan membiarkannya kehujanan!
Nayla sudah bersiap untuk menyemprot Rendy dengan kemarahannya, ketika mobil itu berhenti
di depannya,  pintu terbuka dan yang keluar bukanlah Rendy melainkan Kak Aldo, kakak Rendy.
"Kak Aldo?" semua kata-kata yang hendak tertumpah dari mulut Nayla terhenti seketika, dia
menatap kak Aldo dengan kebingungan, kenapa malahan kak Aldo yang datang kemari? dimana
Rendy?
"Nayla." Kak Aldo menatap Nayla dengan tatapan sedih, matanya berkaca-kaca, "Maafkan aku
baru menjemputmu, aku... aku baru tahu kalau kau menunggu Rendy di sini."
"Maksud kakak?" Nayla kebingungan, tiba-tiba sebuah firasat menyergapnya, "Dimana Rendy?"
"Rendy mengalami kecelakaan tiga jam lalu Nayla... kami semua menungguinya di rumah sakit,
dia sempat sadar sejenak dan kata-kata terakhirnya adalah  "Menjemput Nayla.", aku baru
menyadari bahwa sebelum kecelakaan, dia sedang dalam perjalanan menjemputmu."
Kaki Nayla berusaha bergetar, dia mencoba menelaah penjelasan kak Aldo, "Maksud kak Aldo?"
Apa maksud kak Aldo dengan 'kata-kata terakhir'? apakah.....tidak! Nayla menggelengkan
kepalanya, "Apakah Rendy ada di rumah sakit?"
Aldo menatap Nayla dengan pedih, menyadari bahwa dia akan menghancurkan hati Nayla...
kekasih adiknya.
"Rendy sudah meninggal Nayla.... kami sudah mengambil jenazahnya dari rumah sakit, untuk
diistirahatkan di rumah sebelum dimakamkan besok." Lelaki itu dengan sigap menahan pundak
Nayla yang mulai limbung, hujan deras masih mengguyur tubuh mereka, tetapi mereka berdua
bahkan tidak memperhatikannya, "Ayo Nayla." Aldo bergumam lembut sekali lagi ketika Nayla
hanya berdiri di sana dengan wajah shock dan pucat pasi, "Kita pulang ke rumah. Aku sudah
menghubungi ayah dan ibumu, mereka juga ada di sana, ayo kita mendoakan Rendy sama-sama."
Seketika itu juga, Nayla kehilangan ketegarannya dan air matanya mengalir, jebol bagaikan air
bah. Hatinya hancur berkeping-keping dan penyesalan menyeruak ke dalam jiwanya yang perih,
Nayla mengingat sms kasar yang barusan dikirimkannya di saat mungkin kekasihnya sedang
meregang nyawa....di saat kata-kata terakhir kekasihnya adalah ingin menjemputnya.....
Rendy tidak terlambat menjemputnya malam ini, kekasihnya menepati janji.
Oh Astaga... Rendy... Rendynya... kekasihnya yang baik hati telah tiada untuk selamanya.....
Tubuh Nayla langsung limbung jatuh tak sadarkan diri.
Masih teringat jelas di benak Nayla percakapan mereka tadi pagi....
"Kalau sampai kau terlambat datang, lebih baik kita tidak usah bertemu lagi selamanya!" gumam
Nayla dengan tatapan mengancam.
Rendy mengangkat alisnya lagi dengan gerakan khasnya, "Selamanya?"
Ternyata memang selamanya......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar