Daftar Blog Saya

Rabu, 19 April 2017

Lanjutan Bagian Empat ( mencari soulmate ) Tamat


dalam suasana yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Louis memejamkan mata menikmati kebersamaan itu, menikmati kehangatan tubuh Elsa di dalam pelukannya.
"Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku Els",
Ahkirnya, kata-kata itu terucapkan,
pengakuan yang selama ini tertahan dalam tatapan sendu dan desahan pilu itu kini terucapkan.
Elsa memejamkan mata, meresapi kata-kata Louis, menyimpannya dalam hati, untuk dikenang suatu saat nanti jika dia terbalut sepi,
Bahwa ada Louis yang mencintainya sepenuh hati. Apapun yang akan terjadi nanti.
"Apakah kau akan menanggapi keluh kesahku dengan pertanyaan 'kenapa" ?"
"Tidak, aku akan diam saja dan mendengarkan"
"Apakah kau akan menghargai semua pilihan-pilihanku, meskipun kadang pilihan kita berbeda ?" "Aku berjanji"
"Apakah kau mau mengerti bahwa yang kuinginkan hanyalah kau ada? Tanpa perlu kata-kata, tanpa perlu rencana apa-apa.... Hanya ada, dan tidak berprasangka ?"
Louis mengetatkan pelukannya, setitik air bening mengalir di sudut matanya,
"Kau tahu aku selalu ada, aku ingin selalu ada", suara Louis bergetar, ada air mata di dalamnya Dan hati Elsa bagai diiris sembilu, Lou-nya menangis, Lou-nya, sang pencerahnya yang selalu ceria dan membawa tawa sebagai bagian hidupnya, menangis.
"Kalau begitu, pencarianku berhenti", Suara Elsa terdengar mantap, "aku sudah menemukan
soulmateku", Elsa menahan isak yang menyesakkan dada.
Louis memeluk Elsa erat-erat, menyembuyikan airmatanya di rambut Elsa,
"Aku ingin hidup", serunya dalam kepedihan, "aku ingin hidup dan menggenggam tanganmu
sampai berpuluh-puluh tahun ke depan, aku ingin hidup dan menjadi tua bersamamu", tangisnya meledak, bahunya berguncang oleh isak yang dalam.
Putus asa karena teriris, merasakan tangis Louis, Elsa mengusap punggung Louis lembut. "Jangan menangis, jangan menangis Lou, kau akan selalu bersamaku, aku bersumpah", tapi air mata mengalir deras di pipi Elsa, tak tertahankan.
Dalam tangis yang dalam, Elsa dan Louis berpelukan di ruang yang sama diiringi derasnya hujan yang membentuk harmoni temaram. Mereka teriris meski tak salah, dikutuk oleh perasaan yang indah.
Di depan pintu kamar perawatan yang sedikit terbuka, Bayu yang sejak tadi berdiri di sana,
mengusap air yang menetes di sudut matanya.
Mungkin baru dia seorang yang merasakan kebahagiaan ketika patah hati menderanya.
Ahkirnya kau temukan soulmatemu Els, Ahkirnya kau menemukannya...
**********
Tengah malam, kondisi Louis menurun drastis, Bayu menggunakan seluruh pengaruh yang
dimilikinya agar Elsa bisa hadir di dalam ruangan iccu itu pada saat dokter memberikan penanganan.
Tim dokter tampak berjuang keras, dan Elsa yang berdiri dalam jubah iccu hijau berdiri di pojok ruangan, berdoa.
Teriakan Louis yang mengiris ketika kesakitan menderanya seolah olah melukainya juga.
"Obat penahan sakitnya sudah tidak bereaksi" "Tahan, berikan insulin dulu"
"Berapa denyut nadinya?"
"Dokter, penahan sakitnya tidak bereaksi, pasien kesakitan"
Suara-suara tim dokter dan perawat yang berjuang bersama Louis seperti hantaman silih berganti
yang mendera Elsa sedikit demi sedikit.
Sampai ahkirnya dia sadar, saatnya sudah tiba.
Tim dokter sudah berusaha sekuat tenaga. Tapi mereka tahu kapan harus menyerah. Bayu tahu ini saatnya pasien harus bersama dengan orang yang berarti untuknya.
Bayu melepas maskernya dengan letih, dia lelaki yang tegar, tetapi sekarang yang ada di
depannya adalah saudara sepupunya yang sudah seperti saudara kandungnya sendiri, saudara yang sangat disayanginya. Bagaimana mungkin dia bisa tegar?
Dengan lembut dia menoleh kepada Elsa, memintanya mendekat,


Elsa tampak pucat pasi, tapi dia harus kuat, dia harus menjadi kuat demi Louis, agar pada saat
Louis harus pergi, dia akan pergi dengan keyakinan bahwa Elsa tidak apa-apa.
Mata Louis tampak tidak begitu fokus akibat pengaruh obat penahan rasa sakit, tapi dia
mengenali Elsa ketika melihatnya,
Dengan isyarat dia menatap Bayu dan menggerak-gerakkan kepalanya. "Kau ingin masker oksigenmu dibuka?"
Louis mengangguk,
Tim dokter yang masih menunggu membuka masker oksigen Louis dengan hati-hati,
Elsa duduk ditepi ranjang, menggenggam tangan Louis, tangan itu begitu lemah, bahkan terlalu lemah untuk membalas genggamannya.
Mulut Louis bergerak, berbicara dengan pelan,
Elsa mendekatkan telinganya ke bibir Louis.
Dengan suara lemah yang harus dikeluarkannya sekuat tenaga Louis berbisik,
"Hiduplah..... Dengan.... Baha....gia..." Suara Louis menghilang di ujung kalimat hingga hampir tak terdengar.
Air mata mengalir deras di pipi Elsa. Tapi dia mengangguk penuh keyakinan, tangannya memeluk
Louis erat-erat
"Aku berjanji"
Louis tersenyum, lalu memejamkan matanya dengan bahagia.
Elsa bisa merasakan napas yang melemah itu, merasakan detakan jantung yang makin
menghilang, hingga ahkirnya..... Tak terdengar lagi.
Suara monitor kehidupan pun menggantung menjadi bunyi tak terputus, melepas kepergian Louis,
sang pencerah yang mencintai hujan. Belahan jiwanya yang telah pergi.
Sudah selesai, tidurlah dengan tenang, biar kau tidak merasakan sakit lagi, wahai belahan jiwaku
**************
"Kau baik-baik saja ?", Bayu berdiri bersama Elsa di tengah kamar Louis.
Lelaki itu tampak sangat letih, sedih dan letih setelah melewati waktu yang berat, saat-saat
pemakaman Louis.
Elsa tidak tampak lebih baik, begitu pucat, rapuh dan kecil dalam gaun hitamnya hingga Bayu
ingin memeluknya dan menopangnya.
Louis meninggalkan seluruh miliknya dibagi untuk Elsa dan Bayu. Tapi saat ini Elsa belum mau
menyentuhnya, semua dia berikan kepada Bayu. Dan Bayu bersedia menerima dan mengelolanya, dengan syarat itu hanya titipan yang suatu saat harus Elsa terima.
Jika Elsa sudah siap.
Untuk sekarang, Elsa hanya ingin mengambil beberapa benda yang dimiliki Louis, beberapa benda yang sering dipakai Louis, sehingga Elsa punya sesuatu untuk dipeluk jika dia menangisi Louis di malam hari.
"Dia ingin kau membawa laptopnya", Bayu mengingatkan, mengedikkan bahu pada Laptop Louis
yang tergeletak di meja kerjanya.
Elsa berdiri di depan meja kerja Louis, menelusuri Laptop itu dengan jemarinya. Hening.
Keduanya sibuk dengan kepedihannya masing-masing. "Kau ingin sendirian disini ?", ahkirnya Bayu bertanya. Elsa mengangguk,
"Tidak apa-apa kau kutinggalkan sendirian?",
Elsa mengangguk lagi,
Tanpa suara, Bayu melangkah pergi, menutup pintu di belakangnya,
Elsa duduk di depan meja kerja Louis, dan menyalakan Laptop itu, Suara bip terdengar, dan
gambar dirinyalah yang menjadi wallpaper laptop itu. Beserta sebuah tulisan yang langsung muncul di layar monitor,
Luka takkan kering, selamanya pasti ada, membekas di sana.
Aku memilih terluka, karena aku akan punya kenangan
Ku pilih mengasihimu, karena aku mau.
Tak akan melupakan tentang kita, karena aku tak bisa.


Takkan kusesali pernah mencintaimu Pun takkan kumaki air matamu Jangan sesali ketidakhadiranku
Pun jangan sampai lemah karena kehilanganku
Waktu terus berjalan, Kemarin bukan lagi milik kita
Dan hari esok belum tentu datang
Jadi teruslah berjalan,
Hiduplah dengan bahagia, belahan jiwaku
Cause the hardest part of this is leaving you….
Air mata mengalir lagi, deras, Elsa menenggelamkan kepalanya dalam pelukan lengannya di meja,
bahunya berguncang menahan kesedihan, isakan yang tertahan di tenggorokannya keluar tanpa daya,
Akhirnya Elsa tidak menahannya lagi, menangis sekeras-kerasnya, menangis sekuat tenaga. Biarkan aku menangisimu Lou, menangisi waktu di masa lalu yang pernah kita habiskan bersama, menangisi waktu di masa akan datang yang seharusnya bisa kita habiskan bersama, setelah itu aku akan terus berjalan. Aku akan melanjutkan hidup dengan bahagia.
*****************
“Tidak ada yang ketinggalan ? “, Bayu melepas kacamata hitamnya dan menatap Elsa dalam.
Elsa tersenyum, merapikan roknya,
Semua sudah kubawa, termasuk laptop hitam yang sekarang ada dalam dekapannya, benda
miliknya yang paling berharga.
“Hati-hati ya disana”, lembut suara Bayu mengalun
Dengan spontan Elsa memeluk Bayu erat, kemudian melepaskannya masih dengan tersenyum, Hari itu, tepat sepuluh bulan setelah Louis meninggalkan mereka, Elsa menerima tawaran pekerjaan di sebuah perusahaan kesehatan yang mengkhususkan diri di bidang penelitian penyakit kanker. Meski hanya sebagai bagian administrasi, setidaknya Elsa bisa menyumbangkan sedikit kemampuannya untuk membantu para pengidap penyakit kanker seperti Louis. “Terimakasih Bayu
“Telephone aku kalau kau butuh apapun, kapan saja”
“Terimakasih Bayu
“Kau terdengar seperti kaset yang rusak, mengulang-ulang kalimat yang sama”, Bayu cemberut
sehingga Elsa sedikit tertawa.
Tawa yang sangat berharga bagi Bayu karena Elsa tidak pernah tertawa lepas sejak sepuluh bulan
lalu.
TIba-tiba Bayu meraih tangan Elsa dalam genggamannya, meremasnya, Ragu.
Aku.bolehkah akueh…. Menunggumu ?
Dengan lembut Elsa membalas remasan tangan Bayu, kemudian menggeleng penuh penyesalan. “Jangan Bayu, aku tidak tahu sampai kapan kau harus menunggu. Kau harus menemukan soulmatemu sendiri, mungkin saat ini dia ada disuatu tempat, sedang mencari-carimu, atau mungkin dia sedang menunggumu, sedikit putus asa karena kau tak segera menjadi nyata”
Bayu sudah tahu akan mendapat jawaban seperti itu. Karena itu dia tersenyum penuh rasa
sayang,
Bagaimana dengan dirimu ?”
Aku sudah pernah menemukan soulmateku, sekarang tugasku adalah melanjutkan hidup
dengan bahagia”,
Suara panggilan kepada penumpang untuk segera memasuki gate pemberangkatan penerbangan
mulai berkumandang.
Elsa memegang sebelah pipi Bayu dengan tangannya yang mungil, lalu mengecup pipi Bayu,
Selamat tinggal Bayu, hiduplah dengan bahagia”, bisiknya sebelum membalikkan badan dan
melangkah pergi.
Ucapan selamat tinggal yang indah, dari si pemurung yang pada akhirnya bisa merasakan
menemukan belahan jiwanya.

Selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar