dalam suasana yang tidak bisa
dijelaskan dengan kata-kata.
Louis
memejamkan mata menikmati kebersamaan itu, menikmati kehangatan tubuh Elsa
di dalam pelukannya.
"Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku Els",
Ahkirnya,
kata-kata itu terucapkan,
pengakuan yang selama ini tertahan dalam tatapan sendu
dan desahan pilu itu kini terucapkan.
Elsa
memejamkan mata, meresapi
kata-kata Louis,
menyimpannya dalam hati, untuk dikenang suatu saat nanti jika dia
terbalut sepi,
Bahwa ada Louis yang mencintainya
sepenuh hati. Apapun
yang
akan terjadi
nanti.
"Apakah kau akan menanggapi keluh
kesahku dengan pertanyaan 'kenapa" ?"
"Tidak, aku akan
diam saja dan mendengarkan"
"Apakah kau akan menghargai semua pilihan-pilihanku, meskipun kadang pilihan
kita berbeda ?"
"Aku berjanji"
"Apakah kau mau
mengerti
bahwa
yang kuinginkan
hanyalah kau ada? Tanpa perlu kata-kata,
tanpa perlu rencana apa-apa....
Hanya ada, dan tidak berprasangka ?"
Louis mengetatkan pelukannya, setitik
air bening mengalir di sudut matanya,
"Kau tahu aku selalu ada, aku ingin selalu ada", suara
Louis bergetar, ada air mata di dalamnya
Dan hati Elsa bagai diiris
sembilu, Lou-nya menangis,
Lou-nya, sang pencerahnya yang selalu ceria dan membawa
tawa sebagai bagian hidupnya, menangis.
"Kalau begitu, pencarianku berhenti", Suara Elsa terdengar mantap, "aku
sudah menemukan
soulmateku", Elsa
menahan isak yang menyesakkan dada.
Louis memeluk Elsa erat-erat, menyembuyikan airmatanya di rambut Elsa,
"Aku ingin hidup",
serunya dalam kepedihan, "aku ingin
hidup dan menggenggam tanganmu
sampai berpuluh-puluh tahun ke depan, aku ingin hidup dan
menjadi tua bersamamu", tangisnya
meledak, bahunya berguncang oleh isak yang dalam.
Putus asa karena teriris, merasakan tangis Louis,
Elsa mengusap punggung Louis
lembut.
"Jangan menangis,
jangan menangis Lou,
kau akan selalu bersamaku, aku bersumpah", tapi
air mata mengalir deras
di pipi Elsa,
tak tertahankan.
Dalam tangis
yang
dalam, Elsa dan Louis berpelukan di
ruang yang sama
diiringi derasnya hujan
yang membentuk
harmoni temaram. Mereka
teriris meski tak salah, dikutuk oleh perasaan yang indah.
Di depan pintu kamar
perawatan yang sedikit terbuka, Bayu yang sejak tadi
berdiri
di sana,
mengusap air yang menetes di sudut matanya.
Mungkin baru dia seorang yang merasakan kebahagiaan ketika
patah hati menderanya.
Ahkirnya kau temukan
soulmatemu Els,
Ahkirnya kau menemukannya...
**********
Tengah malam, kondisi
Louis menurun drastis, Bayu menggunakan seluruh pengaruh yang
dimilikinya
agar Elsa bisa
hadir
di dalam ruangan iccu itu
pada saat dokter memberikan
penanganan.
Tim dokter tampak berjuang keras, dan Elsa
yang
berdiri dalam jubah iccu
hijau berdiri di
pojok ruangan, berdoa.
Teriakan Louis yang mengiris ketika kesakitan menderanya seolah olah melukainya juga.
"Obat penahan sakitnya sudah tidak
bereaksi"
"Tahan, berikan insulin dulu"
"Berapa denyut nadinya?"
"Dokter, penahan sakitnya tidak bereaksi, pasien kesakitan"
Suara-suara tim dokter dan perawat yang berjuang bersama Louis seperti hantaman silih berganti
yang mendera Elsa sedikit demi
sedikit.
Sampai ahkirnya dia sadar, saatnya sudah tiba.
Tim dokter sudah berusaha sekuat tenaga.
Tapi mereka tahu kapan harus
menyerah. Bayu tahu ini saatnya pasien harus bersama dengan orang yang berarti
untuknya.
Bayu melepas
maskernya dengan letih, dia lelaki
yang tegar, tetapi sekarang yang ada di
depannya adalah
saudara sepupunya yang sudah seperti saudara kandungnya sendiri, saudara
yang sangat disayanginya. Bagaimana mungkin
dia bisa tegar?
Dengan lembut dia menoleh kepada Elsa, memintanya mendekat,
Elsa
tampak pucat pasi,
tapi
dia harus kuat, dia harus
menjadi kuat demi
Louis, agar pada saat
Louis
harus pergi, dia akan pergi dengan keyakinan bahwa
Elsa tidak apa-apa.
Mata Louis tampak tidak begitu fokus akibat pengaruh obat penahan rasa sakit, tapi
dia
mengenali Elsa
ketika melihatnya,
Dengan isyarat dia
menatap Bayu dan
menggerak-gerakkan kepalanya.
"Kau ingin masker
oksigenmu dibuka?"
Louis
mengangguk,
Tim dokter yang masih menunggu
membuka masker
oksigen Louis dengan hati-hati,
Elsa
duduk
ditepi ranjang, menggenggam
tangan Louis,
tangan itu begitu lemah, bahkan terlalu
lemah untuk membalas genggamannya.
Mulut Louis bergerak,
berbicara dengan pelan,
Elsa
mendekatkan telinganya ke bibir Louis.
Dengan suara lemah yang harus
dikeluarkannya sekuat tenaga Louis berbisik,
"Hiduplah.....
Dengan....
Baha....gia..."
Suara Louis menghilang di ujung kalimat hingga hampir
tak terdengar.
Air mata mengalir deras
di pipi Elsa. Tapi
dia mengangguk
penuh keyakinan, tangannya memeluk
Louis
erat-erat
"Aku berjanji"
Louis
tersenyum, lalu
memejamkan matanya dengan
bahagia.
Elsa bisa merasakan
napas yang melemah
itu, merasakan detakan jantung yang makin
menghilang, hingga ahkirnya..... Tak
terdengar lagi.
Suara monitor kehidupan
pun menggantung menjadi bunyi tak terputus, melepas kepergian
Louis,
sang pencerah yang mencintai hujan.
Belahan jiwanya yang telah pergi.
Sudah selesai, tidurlah
dengan tenang, biar kau tidak merasakan sakit
lagi, wahai belahan jiwaku
**************
"Kau baik-baik saja
?", Bayu berdiri bersama Elsa
di tengah kamar Louis.
Lelaki itu tampak sangat letih, sedih dan letih setelah melewati
waktu yang berat,
saat-saat
pemakaman Louis.
Elsa tidak tampak lebih baik, begitu pucat,
rapuh dan kecil dalam gaun hitamnya hingga Bayu
ingin memeluknya dan menopangnya.
Louis meninggalkan seluruh miliknya dibagi untuk Elsa
dan
Bayu. Tapi saat ini Elsa
belum mau
menyentuhnya, semua dia berikan
kepada Bayu. Dan Bayu
bersedia menerima dan mengelolanya,
dengan syarat itu hanya titipan yang suatu saat harus
Elsa terima.
Jika Elsa sudah siap.
Untuk sekarang, Elsa hanya ingin mengambil
beberapa benda yang dimiliki Louis,
beberapa benda yang sering
dipakai Louis,
sehingga Elsa punya sesuatu
untuk dipeluk jika
dia menangisi Louis di malam hari.
"Dia ingin kau membawa laptopnya",
Bayu mengingatkan, mengedikkan
bahu pada Laptop Louis
yang tergeletak di
meja
kerjanya.
Elsa
berdiri
di depan meja kerja
Louis, menelusuri Laptop itu dengan jemarinya. Hening.
Keduanya sibuk dengan kepedihannya masing-masing.
"Kau ingin sendirian
disini ?", ahkirnya Bayu bertanya. Elsa mengangguk,
"Tidak apa-apa kau kutinggalkan sendirian?",
Elsa mengangguk lagi,
Tanpa suara, Bayu melangkah pergi, menutup
pintu
di belakangnya,
Elsa duduk di depan
meja kerja Louis,
dan menyalakan Laptop itu, Suara
bip terdengar, dan
gambar dirinyalah yang menjadi wallpaper laptop itu.
Beserta sebuah tulisan yang langsung muncul di
layar monitor,
Luka takkan kering, selamanya pasti ada, membekas di sana.
Aku memilih terluka, karena aku akan punya kenangan
Ku pilih mengasihimu, karena aku mau.
Tak akan melupakan tentang kita, karena
aku tak bisa.
Takkan kusesali
pernah mencintaimu
Pun
takkan kumaki air
matamu Jangan sesali ketidakhadiranku
Pun jangan sampai lemah karena kehilanganku
Waktu terus
berjalan, Kemarin bukan lagi milik kita
Dan hari esok belum
tentu datang
Jadi teruslah berjalan,
Hiduplah dengan bahagia, belahan jiwaku
Cause the hardest part of this
is leaving you…….
Air mata mengalir lagi, deras,
Elsa menenggelamkan kepalanya dalam pelukan lengannya di
meja,
bahunya berguncang menahan kesedihan,
isakan yang tertahan di
tenggorokannya keluar
tanpa
daya,
Akhirnya
Elsa tidak menahannya lagi, menangis
sekeras-kerasnya, menangis sekuat
tenaga. Biarkan
aku menangisimu Lou, menangisi waktu di
masa lalu yang pernah
kita
habiskan bersama,
menangisi waktu di masa
akan
datang yang seharusnya
bisa kita habiskan bersama,
setelah
itu
aku akan terus berjalan. Aku akan
melanjutkan
hidup
dengan bahagia.
*****************
“Tidak ada yang ketinggalan ? “, Bayu melepas kacamata hitamnya dan menatap Elsa dalam.
Elsa tersenyum, merapikan roknya,
“Semua sudah kubawa”, termasuk laptop hitam yang sekarang ada dalam
dekapannya, benda
miliknya yang paling
berharga.
“Hati-hati ya disana”,
lembut suara Bayu
mengalun
Dengan spontan Elsa memeluk Bayu erat, kemudian melepaskannya masih dengan tersenyum,
Hari itu, tepat sepuluh bulan setelah Louis meninggalkan mereka, Elsa
menerima tawaran
pekerjaan di
sebuah perusahaan
kesehatan yang mengkhususkan diri
di bidang penelitian penyakit kanker. Meski
hanya sebagai bagian
administrasi, setidaknya Elsa
bisa menyumbangkan sedikit kemampuannya untuk
membantu para pengidap penyakit kanker seperti Louis. “Terimakasih Bayu”
“Telephone aku kalau kau butuh apapun, kapan saja”
“Terimakasih
Bayu”
“Kau terdengar seperti kaset yang rusak,
mengulang-ulang kalimat yang sama”, Bayu cemberut
sehingga Elsa sedikit tertawa.
Tawa yang sangat berharga bagi Bayu karena Elsa tidak pernah tertawa
lepas sejak sepuluh bulan
lalu.
TIba-tiba Bayu meraih tangan Elsa dalam genggamannya, meremasnya, Ragu.
“Aku…….bolehkah aku…
eh…. Menunggumu ? “
Dengan lembut Elsa
membalas remasan tangan Bayu, kemudian menggeleng penuh
penyesalan. “Jangan Bayu, aku tidak tahu sampai kapan kau
harus menunggu. Kau harus
menemukan soulmatemu sendiri, mungkin saat ini
dia ada disuatu tempat,
sedang mencari-carimu, atau
mungkin dia sedang menunggumu, sedikit putus asa
karena kau tak segera
menjadi nyata”
Bayu sudah tahu akan
mendapat jawaban seperti itu. Karena itu dia tersenyum penuh rasa
sayang,
“Bagaimana dengan
dirimu ?”
“Aku sudah pernah menemukan soulmateku, sekarang tugasku adalah melanjutkan hidup
dengan bahagia”,
Suara panggilan
kepada penumpang untuk segera
memasuki gate
pemberangkatan
penerbangan
mulai berkumandang.
Elsa memegang sebelah pipi Bayu dengan tangannya yang mungil, lalu mengecup pipi
Bayu,
“Selamat tinggal Bayu, hiduplah dengan
bahagia”, bisiknya sebelum membalikkan
badan dan
melangkah pergi.
Ucapan selamat
tinggal
yang indah, dari
si pemurung yang pada akhirnya bisa merasakan
menemukan
belahan jiwanya.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar