Louis
sangat pembosan, meski
semua kekasihnya sangat cantik, mereka hanya bisa
bertahan maksimal 3 bulan sebagai kekasih Louis. Lelaki itu selalu memperlakukan mereka
seperti ratu, tapi dengan mudahnya mencampakkan mereka tanpa perasaan.
"Sudah tidak ada chemistry
lagi Elsa, setiap bersamanya aku merasa
hambar"
"Selalu begitu alasanmu,selalu hanya berjalan paling lama tiga
bulan dan kau bilang tak ada
chemistry,
kalau begitu kenapa dulu
kau berpacaran dengannya?"
Pertanyaan yang sama, yang selalu diajukannya setiap
Louis memutuskan para kekasihnya, dan jawaban yang sama juga.
"Aku berharap mungkin akan ada chemistry di
antara kami, kalaupun
tidak ada, aku
berharap
rasa
itu akan bertumbuh, ternyata tidak",
Louis menoleh menatap Elsa yang cemberut lalu tertawa, "Dan jangan menceramahiku
tentang lelaki
brengsek yang akan menerima karma suatu saat
nanti"
Elsa meneguk kopi susunya dan menatap Louis
tajam,
"Mereka semua mencintaimu Louis,
tidak baik menyakiti hati perempuan satu
demi satu seperti itu"
Louise terdiam,
"Aku juga sedang mencari
soulmateku, salah kalau aku
mencari dengan
cara yang berbeda
denganmu?"
"Kau tidak mencari soulmatemu.
Tidak kalau caranya
hanya memakai satu persatu dari
daftar pemujamu,
mencobanya selama tiga bulan, lalu meninggalkannya hanya untuk berganti dengan yang lain"
Louis mengernyit,
"Kau membuatnya terdengar begitu tidak
berperasaan"
"Memang kan?"
"Setidaknya aku mencoba
menjalin hubungan, tidak seperti kau", Louis selalu serius kalau
membahas ini, "Kau selalu mencari
soulmatemu, tetapi
kau tidak pernah
mau
mencoba"
"Aku akan mencoba kalau aku sudah
yakin bahwa dia adalah
soulmateku"
"Bagaimana kau bisa tahu kalau dia
adalah soulmatemu kalau kau tidak mencoba?"
"Aku pasti
tahu"
Louis terdiam.
Hening.
"Bagaimana kau bisa
percaya kalau dia benar-benar ada?", tanya Louis
kemudian memecah
keheningan.
Elsa
tersenyum,
"Aku tidak tahu dia
ada atau tidak, aku bahkan tidak yakin dia
akan
datang, tapi kata orang tidak
akan ada surga bagi orang yang tidak percaya kalau surga itu ada, Itu kuterapkan
dalam
penantianku,
tidak akan ada belahan jiwaku jika aku tidak mempercayai
bahwa
dia ada.... Jadi
kuputuskan untuk percaya",
Louis
menarik
napas,
"Rumit memahami pemikiranmu", dia lalu
meneguk kopinya dan menyentuh lengan Elsa,
"Sekarang beri
aku beberapa alasan yang bisa
kugunakan
untuk memutuskan Jannette, harus
bilang apa ya?"
"Bilang saja kau tidak merasakan chemistry"
Louis
tergelak.
"Itu akan menyinggung perasaannya"
"Tapi jujur"
"Lebih baik aku bilang ada wanita lain"
"Dia akan membencimu setengah mati,lalu
menyumpahimu
habis-habisan"
Tawa
Louis memenuhi
ruangan.
"Setidaknya dengan
membenciku dia
akan
lebih mudah melupakanku, lalu bisa melangkah
melanjutkan hidupnya"
Elsa tersenyum lembut, menatap Louis dengan sayang,
"Dasar, playboy
yang terlalu baik
hati"
Louis
menatap senyum Elsa
dan
hatinya mencelos, nyeri
bagai ditusuk sembilu.
Els, berhentilah
mencari
- mulailah menunggu. Biar
aku saja yang menemukan kamu.......
Demikianlah sebuah
pesan sederhana tersirat lewat
jalinan sendu.
**************
"Kau harus segera
mengambil keputusan
Lou, ini masalah mendesak,
bukan perkara kecil", Bayu
mengisap rokoknya dengan hisapan
terahkir yang dalam, lalu membunuhnya di asbak.
Louis
menyandarkan tubuhnya di
sofa dengan letih,
"Seorang dokter
seharusnya tidak boleh merokok,
apalagi perokok
berat sepertimu",gumamnya,
mengalihkan pembicaraan dari desakan Bayu sebelumnya.
"Dokter juga manusia",
Bayu mengangkat bahunya, "Ini
sudah
kebiasaan sebelum aku menjadi
dokter",
jawabnya tak peduli.
"Kau harusnya menjadi
contoh yang baik di
depan
pasienmu"
"Aku tak pernah merokok di
depan umum", sanggah Bayu cepat.
"Kau merokok di
depan Elsa." Hening.
"Dia
tak
keberatan aku merokok di
dekatnya"
Louis memijat kepalanya yang mulai terasa
berdenyut nyeri,
"Dia keberatan, aku sangat mengenalnya, dia
benci perokok"
"Lou", suara Bayu berubah tegas, "Aku tidak ingat pernah
berjanji padamu
untuk melakukan
pengorbanan sebesar itu demi mendapatkan cinta Elsa"
"Yah....",
Louis memijit kepalanya lagi,
"Itu yang menyebabkan Elsa
masih ragu apakah kau adalah
soulmatenya, dia benci perokok"
"Elsa
harus menyadari bahwa segalanya tidak sempurna,
tidak mungkin dia bisa menemukan sosok belahan jiwa yang sempurna seperti
yang dia mau. Prince
charming seperti dalam cerita Cinderella itu hanyalah khayalan dongeng anak-anak, kau
harus
membuatnya menerima
kenyataan Lou, bukannya malah berusaha
mewujudkan fantasinya"
"Dia tidak mencari seseorang yang sempurna, kau juga tahu itu"
Mereka berdua terdiam, merenung, dua-duanya mencoba
menelaah impian Elsa tentang sosok
soulmate yang diimpikannya.
"Kau tahu Lou? Aku tidak pernah mencari
sosok pria yang sempurna, aku hanya ingin
menemukan pria yang mau mencintaiku sepenuh
hati, dan bisa membuatku mencintainya" "Dan apa yang harus dilakukan pria itu agar bisa dicintai olehmu?"
"Yang pertama, pria itu tidak akan pernah menanggapi keluh
kesahku dengan pertanyaan
'kenapa?', dia juga akan selalu menganggap setiap pilihanku berharga, walau beberapa kali
dia
mempunyai pilihan berbeda, dan yang terahkir, dia bisa mengerti bahwa yang aku perlukan hanyalah keberadaannya, tanpa perlu kata apa-apa, tanpa perlu rencana
apa-apa, hanya ada dan
tidak berprasangka. Aku
tidak minta macam-macam bukan?"
Louis
tercenung dalam lamunannya,
"Dia masih belum berhenti mencari", gumamnya pelan.
Bayu mendesah,
"Aku berjanji
akan membuatnya berhenti mencari, kau
tahu aku sangat mencintainya, aku akan
berusaha dengan segala ketidak sempurnaanku ini untuk membahagiakannya jika
dia mau
menerimaku"
Louis menghembuskan napas
pelan,
lalu menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa
dan
memejamkan mata.
"Kau tidak apa-apa?", tanya Bayu sambil menatap Louis
tajam.
Louis
menggeleng, tetap memejamkan
mata.
"Tidak apa-apa, aku cuma sedikit lelah, biarkan aku terlelap
sebentar"
Bayu menyalakan rokoknya lagi, matanya menerawang, sibuk dengan pikirannya sendiri.
***************
"Kenapa tidak kau santap makananmu?"
Suara Bayu membuat Elsa
tersentak dari lamunannya, dia
tersenyum malu,
"Eh...
Iya, maaf....
", gumam Elsa pelan, mencoba
menelan makanannya dengan canggung.
Bayu tersenyum lembut,
"Memikirkan
Louis?"
Pipi
Elsa memerah, membuktikan kalau
kata-kata Bayu mengena.
"Aku mencemaskannya, dia
tampak aneh tadi... Buru-buru masuk kamar dan
menyuruh kita pergi
makan malam berdua, padahal
biasanya dia senang pergi
makan malam bersama", "Mungkin dia sedang ingin istirahat."
"Apakah dia
sakit..... ?", Elsa setengah merenung.
Bayu terkekeh pelan,
"Menurutku dia
sehat-sehat saja"
"Apakah itu berdasarkan kacamata kedokteran?"
Senyum Bayu berubah lembut,
"Bukan, itu dari kacamata seorang saudara"
"Kalau dari kacamata kedokteran?"
Beberapa detik Bayu terdiam, seolah ada kalimat tertahan di
tenggorokannya, lalu
mengangkat
bahu,
"Dia
baik-baik saja Elsa",
Elsa menelan suapan terahkirnya,
"Aku berpikir, jangan-jangan dia
murung gara-gara habis
putus
dengan Jannette, apa mungkin
dia patah hati? Mungkin dia
menyesal
sudah putus dengan Jannette?"
"Louis??? Patah hati ???",
Bayu tergelak, "Kau mulai berpikir macam-macam Elsa, Louis tidak
mungkin patah hati dengan perempuan semacam Jannette,
dia bisa
mendapatkan berpuluh- puluh wanita
lain semacam itu
hanya dengan menjentikkan
jari"
Lalu tatapan Bayu berubah serius,
"Berhentilah mencemaskan Louis,
aku ingin membicarakan tentang kita"
"Kita?"
Bayu menggenggam tangan Elsa
"Apakah tidak pernah ada 'kita' dalam benakmu?"
kata-kata itu membuat pipi Elsa
merona, lalu mendesah, "Tentu saja ada"
"Lalu ?"
"Aku... Aku....",
Elsa bingung harus berkata apa.
"Apakah kau masih tidak yakin padaku?"
Hatinya tidak bergetar, bukankah seharusnya kalau dia bertemu dengan soulmatenya dia langsung merasakan getaran yang berbeda?
Elsa mendesah, bagaimana dia menjelaskan hal itu tanpa melukai Bayu?
Bayu, saudara
sepupu Louis adalah sosok yang sempurna,
melebihi sosok soulmate yang
diimpikan Elsa, dokter
muda dari keluarga kaya, tampan,
berkepribadian baik dan seolah-olah sudah diciptakan
untuk melengkapi Elsa.
Kadang Elsa bertanya-tanya, Bayu seperti sudah mengetahui
apa yang Elsa mau sebelum Elsa
meminta, menebak apa yang Elsa
pikirkan meskipun Elsa hanya berdiam diri.
Dan lelaki itu mencintainya.
Bukankah itu point penting dalam pencarianmu? "Aku ingin
bertemu seseorang yang mencintaiku
sepenuh hati, dan bisa membuatku mencintainya"
Tanpa sadar Elsa mendesah. Kalimat kedua itu yang dia masih belum yakin.
Dia belum yakin bahwa
dia mencintai Bayu sepenuh hati.
"Kau tahu aku
bersedia menunggumu, aku
mencintaimu Elsa"
Elsa
tersenyum lembut,
"Aku juga menyayangimu Bayu"
Menyayangi, bukan mencintai,
Bayu meringis.
Sampai kapan Elsa akan bersikap seperti ini kepadanya?
"Apakah ini tentang pencarianmu terhadap sang soulmate? Kenapa kau begitu mempercayai
bahwa seseorang yang sempurna sudah
disiapkan Tuhan
untukmu?"
"Louis yang cerita?"
Bayu tersenyum,
"Aku yang bertanya, jangan salahkan dia, menurut Louis itu adalah salah satu keunikanmu,
seorang gadis yang selalu mencari
soulmatenya, percaya tanpa putus
asa bahwa dia akan
dipertemukan dengan seseorang yang diciptakan khusus untuknya", Bayu mempererat genggaman tangannya di
jemari Elsa, "Dan aku akan sangat bangga jika kau mempercayai
bahwa akulah dia"
"Bayu....."
"Tidak, jangan jawab sekarang, kau tahu aku bersedia
menunggu, cintaku padamu cukup besar untuk menanggung penantian panjang agar
dapat bersamamu pada ahkirnya"
Elsa mendesah
"Terimakasih Bayu"
Bayu mengangkat tangan Elsa
ke
bibirnya dan mengecupnya lembut,
"Dengan senang hati"
*************
"Dia
menolakku lagi", Bayu melempar kunci
mobil
ke
meja dan membanting tubuhnya ke ranjang
Louis.
Louis yang sedang menghadap layar monitor memutar kursinya dan menatap Bayu serius.
"Kupikir malam ini dia akan
menerimamu"
Bayu menata bantal di
belakang punggungnya agar
nyaman, lalu berselonjor menghadap Louis,
"Karena itukah kau tadi
sengaja menghilang ke kamar dan
meminta aku makan malam hanya
berdua dengan Elsa?"
"Kau tahu aku
tidak dengan sengaja
melakukan itu, kau
tahu kenapa aku tidak bisa
ikut makan
malam tadi."
Bayu tercenung mendengar nada tajam dalam suara Louis, lalu menatap
penuh perhatian,
"Kamu tidak apa-apa? Apakah perlu aku...."
"Aku tidak apa-apa", Louis langsung menyela dengan
cepat, "Cukup tentang aku, bagaimana
tadi?"
"Sudah kubilang dia menolak aku, dia
masih mencari belahan jiwanya, aku sekuat tenaga
berusaha meyakinkannya, tapi dia masih ragu untuk
menerimaku"
"Kau kurang berusaha mungkin?"
Bayu melempar
bantal dengan jengkel ke arah
Lou yang segera menangkapnya dengan sigap,
"Aku kurang berusaha apa ? Aku
mencintainya sepenuh hati, aku bersedia
menunggunya, tapi dia belum yakin
padaku, aku bisa melihat di matanya, dia
masih belum yakin kalau aku adalah
soulmatenya"
Louis
terdiam, bingung.
"Aku ingin dia berhenti mencari,
dia sudah terlalu
lama mencari"
"Kenapa bukan
kau sendiri
yang
berusaha membuatnya berhenti mencari
Lou?" Tanya Bayu hati- hati.
Louis
menatap Bayu
dalam,
"Kau yang harus membuatnya berhenti mencari,
bukan aku"
"Bagaimana kalau memang bukan aku
yang dicarinya? Bagaimana kalau memang bukan aku
yang
ditakdirkan
menjadi soulmatenya? Tuhan punya takdir
sendiri Lou, kita tidak bisa memaksakan
kehendakNya"
Lou menggelengkan
kepalanya keras kepala,
"Seharusnya dia
yakin bahwa kau adalah sosok yang ditunggunya selama ini, kau tidak pernah
menjawab keluh kesahnya dengan pertanyaan 'kenapa', kau selalu menghargai pilihan-pilihannya,
kau selalu
bersedia ada untuknya"
"Karena kau yang memberitahukan hal itu padaku", sela Bayu cepat, "Aku muncul, menjadi
sosok
seperti yang diinginkannya
bukan karena aku seperti itu tetapi karena kau yang membentukku
seperti itu", Bayu mengacak rambutnya frustasi, "... Aku masih saja
merasa sudah bertindak curang terhadap Elsa "
"Kau tidak bertindak curang, aku
yang bertindak
curang padanya, biar
aku
yang menanggung
semua ini"
Els, berhentilah
mencari, mulailah
menunggu.
Biar aku saja yang akan menemukannya
untukmu.......
****************
"Sepertinya Cindy yang akan menjadi kekasihku berikutnya", Louis
menatap Elsa dari atas
majalah
yang dibacanya.
Elsa
mengganti channel TV yang menayangkan acara
kriminal ke acara musik, Mereka berdua
duduk di ruang tamu rumah keluarga Elsa
yang
sederhana, menonton TV.
"Cindy yang mana ?", tanyanya tanpa mengalihkan tatapan matanya dari
televisi.
Lanjut Bagian Tiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar