Mengenang S.P.L. Sorensen di Logo Google
-
[image:
http://www.thehindu.com/sci-tech/science/k938lm/article24020451.ece/alternates/FREE_660/doodle]
Hari ini, Selasa 29 Mei 2018, Google Doodle menamp...
“A bad attitude spoils a good deed just as vinegar spoils honey”
“Muhammad (salAllahu alayhi wasalam)”
“A friend cannot be considered a friend until he is tested in three
occasions: in time of need, behind your back, and after your death.”
“Ali ibn abi Talib”
“A great many people proceed towards evils on account of receipt of
blessings, many people are ruined by praise, and many a man is deceived
by Allah’s protection (in concealing vices).”
“Ibn Mas’ud”
“A person has done enough wrong in his life if he simply repeats everything he hears.”
“Muslim”
“A person’s spiritual practice is only as good as that of his close friends; so consider well whom you befriend.”
“Tirmidhi”
“Abandon desire for this world, and God will love you. Abandon desire for others’ goods, and people will love you.”
“Ibn Majah”
“Absorption in worldly affairs breeds darkness in the heart, and
absorption in the affairs of the next world enkindles light in the
heart”
“Uthman ibn Affan”
“After obligatory rites, the action most beloved to God is delighting other Muslims.”
“Tabarani”
“All women are pearls of great value, but some of us have been
deceived into doubting the value of our purity. Pearls are priceless and
should be protected and guarded from unworthy eyes.”
“”
“Allaah (Alone) is Sufficient for us, and He is the Best Disposer of Affairs (for us).”
“The Quran Aal ‘Imraan 3:171″
“Allah likes the deeds best which a worshiper can carry out constantly.”
“Riyad-Salihin”
“Allah the Exalted loves him who forgoes worldly life, the Angels
love him who rejects the vices, and the Muslims love him who gives up
greediness in respect of the Muslims.”
“Uthman ibn Affan”
“Allah’s Generosity is connected to gratitude, and gratitude is
linked to increase in His generosity. The generosity of Allah will not
stop increasing unless the gratitude of the servant ceases”
“Ali ibn Abu Talib”
“Amongst the signs of success at the end is the turning to God at the beginning.”
“”
“Anas said: The Prophet (salAllahu alayhi wasalam) said: ‘None of
you Truly believes until I am more beloved to him than his father, his
child and all the people.’ Some other reports add: ‘his life, his wealth
and his family.’”
“Al-Bukhari and Muslim”
“And be moderate (or show no arrogance) in your walking, and lower your voice.”
“The Quran Luqmaan 31:19″
“And do good to your parents. If either of them or both of them
reach old age with thee, say not to them, fie: nor chide them: and speak
to them a generous word. And make thyself submissively gentle to them
with compassion, and say, My Lord! Have mercy on them as they brought me
up when I was little”
“Al Qur’an – 17:23, 24″
“And fulfil promise, for the promise shall be questioned about”
“Al Qur’an – 17: 34″
Sesungguhnya yang salah bukan cinta, tapi bagaimana cara seseorang itu memperlakukan cinta. (hlm. 63) “Ya. Aku lebih memilih menjadi single flower. Menjadi bunga yang
mekar sendiri itu jauh lebih cantik ketimbang menjadi bunga bergerombol.
Single flower punya kesan mahal dan elegan ketimbang saat digabung
dengan bunga lain dalam rangkaian bouquet.” (hlm. 54)
Beberapa kalimat favorit dalam buku ini:
Ketekunan itu tidak sia-sia. (hlm. 26)
Perempuan sesungguhnya bisa sepenuhnya mandiri. Tidak harus melulu bergantung pada orang lain. (hlm. 52)
Berprasangka itu yang baik. Ngomong juga tentang hal yang baik-baik saja. (hlm. 59)
Cinta tumbuh karena alasan rasional. Kesepakatan dan komitmen. Bila
ke depannya masalah, yang tidak beres adalah manusianya. (hlm. 86)
Keberhasilan atau kesulitan dalam kehidupan adalah hasil dari segala upaya yang kita lakukan sendiri. (hlm. 104)
Kedewasaan kadang diukur dari kemapuan menahan diri untuk tidak
mengeluarkan kalimat-kalimat berpotensi menyakiti orang lain. (hlm. 110)
Setiap manusia, punya jatah untuk melakukan banyak-banyak salah
sewaktu masih muda, mengambil banyak-banyak keputusan keliru, dan banyak
hal buruk lainnya. (hlm. 169)
Pertama-tama, yang harus kamu lakuin adalah membuka diri. (hlm. 182)
Beberapa selipan sindiran halus dalam buku ini:
Cinta hanyalah ilusi. Dan pesta pernikahan adalah tindakan sia-sia, mengambur-hamburkan uang belaka. (hlm. 2)
Pada sebuah hal yang tak kamu sukai, tetap bersikaplah biasa. Tak
hanya senyum yang kamu sunggingkan di bibir, tapi hatimu pun harus turut
kamu paksa tersenyum. (hlm. 5)
Hidup kadang butuh hal-hal ringan dan bahkan remeh-temeh seperti halnya kopi instan. (hlm. 7)
Kehidupan manusia itu ya begitu; ada saat-saat bahagia, ada
masa-masa pahit. Dalam pernikahan, fase pahit bila dihadapi dan dijalani
berdua sih nggak apa-apa, tapi kenyataannya kan nggak. (hlm. 9)
Barangkali wanita memang diciptaan dengan blue-print pola pikir
sulit dimengerti, suka memaksakan kehendak, dan ujung-ujungnya selalu
merasa paling benar. Bila tidak dituruti keinginannya, dia akan merajuk,
la ngamuk dan ujung-ujungnya menangis. (hlm. 21)
Kenapa perempuan senang sekali main kode-kodean? (hlm. 23)
Jangan terlalu banyak pertanyaan. Laki-laki itu tak perlu banyak cakap – yang terpenting adalah tindakan. (hlm. 26)
Laki-laki itu manusia yang sulit dipercaya. Seluruh perkataannya,
kalau bukan gombal, ya omong kosong belaka. Perhatiin, berapa banyak
perempuan digantung, dipacarin lama tapi nggak segera dilamar dan
dinikahi? (hlm. 40)
Cinta itu nggak melulu tentang laki-laki dan perempuan. (hlm. 40)
Jangan banyak membuang waktu. (hlm. 70)
Hidup memang tak pernah lepas dari masalah. (hlm. 77)
Semua kisah cinta dengan jurang pembatas yang tajam menuai banyak masalah. (hlm. 77)
Cinta itu menyatukan; tak memandang strata, tak memandang tingkat akademik, tak memandang status social. (hlm. 77)
Sesungguhnya kebahagiaan itu tak abadi. Di balik gelak tawa, tak
terhitung berapa kali pertengkaran dijalani, rasa cemburu yang membakar,
posesif begitu meningkat, kecurigaan menjadikan hari-hari seperti penuh
kerikil tajam untuk dilewati dan sebagainya. (hlm. 99)
Apalah arti doa bila kamu tak melakukan apa-apa? (hlm. 105)
Tindakan orang yang sedang jatuh cinta kadang tidak masuk akal, karena cinta sendiri adalah perihal di luar nalar. (hlm. 180)
Cinta memang rumit. Bila sudah kadung datang, nggak bisa dihindari.
Padahal waktunya kurang tepat, orangnya juga sangat salah. (hlm. 186)
Diabaikan oleh orang yang disukai itu berat rasanya. (hlm. 227)
Betapa mencintai seseorang bisa sedemikian menyakitkan. (hl. 231)
Ada dua perkara yang jika Anda Amalkan, Anda akan mendapatkan
kebaikan dunia dan akhirat: Menerima sesuatu yang tidak Anda sukai, jika
sesuatu itu disukai Allah. Dan membenci sesuatu yang Anda sukai, jika
sesuatu itu dibenci oleh Allah.”
(Abu Hazim)
Ada enam perkara, apabila dimiliki oleh seseorang maka telah
sempurnalah keimanannya : (1) memerangi musuh Allah dengan pedang, (2)
tetap menyempurnakan puasa walaupun di musim panas, (3) tetap
menyempurnakan wudhu walaupun di musim dingin, (4) tetap bergegas menuju
mesjid (untuk melaksanakan shalat berjama’ah) walaupun di saat mendung,
(5) meninggalkan perdebatan dan berbantah-bantahan walaupun ia tahu
bahwa ia berada di pihak yang benar dan (6) bersabar saat ditimpa
musibah.”
(Yahya bin Muadz)
Ada tiga golongan orang yang paling menyesal pada hari kiamat : (1)
orang yang memiliki budak ketika di dunia, ternyata pada hari kiamat
budak tersebut memiliki prestasi amal yang lebih baik darinya, (2) orang
yang mempunyai harta tetapi tidak mau bersedekah dengannya sampai ia
meninggal dunia, kemudian harta tersebut diwarisi oleh orang yang
memanfaatkan harta tersebut untuk bersedekah di jalan Allah, dan (3)
orang yang mempunyai ilmu tetapi ia tidak mau mengambil manfaat dari
ilmunya, lalu ilmu tersebut diketahui oleh orang lain yang mampu
mengambil manfaat darinya.”
(Sufyan bin ‘Uyainah)
Akhlak yang paling mulia adalah menyapa mereka yang memutus
silaturahim, memberi kepada yang kikir terhadapmu, dan memaafkan mereka
yang menyalahimu.”
(HR Ibnu Majah)
Aku belum pernah melihat orang yang paling lama bersedih daripada
al-Hasan. Ia berkata, kita tertawa, sementara bisa jadi Allah yang telah
melihat amal-amal yang telah kita perbuat berfirman, ‘Aku tidak mau
menerima amal-amal kalian sedikitpun.’”
(Yunus bin ‘Ubaid)
Aku jamin rumah di dasar surga bagi yang menghindari berdebat
sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah di tengah surga bagi yang
menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak
surga bagi yang baik akhlaqnya.”
(HR Abu Daud)
Aku menangis bukan karena takut mati atau karena kecintaanku kepada
dunia. Akan tetapi, yang membuatku menangis adalah kesedihanku karena
aku tidak bisa lagi berpuasa dan shalat malam.”
(‘Amir bin ‘Abdi Qais)
Aku tidak suka menjadi seorang pedagang budak. Akan tetapi, menjadi
pedagang budak lebih aku sukai daripada aku menimbun bahan makanan
sambil menunggu naiknya harga yang memberatkan sesama muslim.”
(Yazid bin Maisaroh)
Amal yang paling baik adalah yang paling ikhlas dan paling benar.
Jika amal itu ikhlas tapi tidak benar, maka tidaklah diterima. Jika amal
itu benar tapi tidak ikhlas, juga tidak akan diterima kecuali jika
dilakukan secara ikhlas. Ikhlas artinya dilakukan hanya karena Allah.
Adapun benar artinya adalah sesuai dengan sunnah (tuntunan dan petunjuk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam).”
(Fudhail bin ‘Iyadh)
Apa pendapat Anda bila ada seseorang yang pakaiannya terkena air
kencing, lalu ia hendak mensucikannya dengan air kencing pula?
Mungkinkah air kencing itu dapat mensucikannya? Tentu saja tidak!
Kotoran tidak dapat disucikan kecuali dengan sesuatu yang suci. Begitu
pula halnya keburukan yang pernah kita lakukan, tidak akan dapat
terhapus kecuali dengan memperbanyak melakukan kebaikan.”
(Sufyan ats-Tsauri)
Apabila akhirat ada dalam hati, maka akan datanglah dunia
menemaninya. Tapi apabila dunia ada di hati maka akhirat tidaklah akan
menemaninya. Itu karena akhirat mulia dan dermawan, sedangkan dunia
adalah hina”
(Abu Sulaiman Ad Daroni)
Apabila Anda berharap agar Allah senantiasa menganugerahkan kepada
Anda apa-apa yang Anda cintai dan sukai maka hendaklah Anda senantiasa
menjaga dan melaksanakan apa-apa yang dicintai dan disukai oleh Allah.”
(Salah seorang ahli hikmah)
Apabila kalian senang Allah ta’ala dan Rasul-Nya mencintai kalian,
maka tunaikanlah amanah kalian, dan benarlah jika berbicara, dan
bertetanggalah dengan baik kepada tetangga kalian.”
(HR Imam Suyuthi)
Ayahku pernah mengatakan bahwa apabila ‘Ali bin al-Husain selesai
berwudhu dan telah bersiap untuk shalat, tubuhnya akan gemetar dan
menggigil. Pernah ada seorang lelaki yang bertanya kepadanya tentang hal
itu, maka ‘Ali bin al-Husain menjawab, ‘Celakalah Engkau! Tidakkah kau
tahu, kepada siapa aku akan menghadap? Dan kepada siapa aku akan
bermunajat?’”
(al-’Utaibi)
Saat engkau melakukan kesalahan, itulah tandanya engkau belajar
Deburan ombak yang tiada henti menjadi tanda zikirnya pada sang Pencipta.Bagaimana dengan kita ?
Ilmu yang diamalkan merupakan tanda ilmu tersebut bermanfaat bagi yang memilikinya. Sudahkah ilmu kita bermanfaat ?
“Tembaklah wanita yang tepat di waktu yang tepat. Jangan hanya untuk
dijadikan pacar. Jadikan dia teman hidupmu sampai maut memisahkan.”
(hlm. 96)
Beberapa kalimat favorit dalam buku ini:
Akhirnya tahu kenapa wanita diciptakan. (hlm. 45)
Senang bisa berbagi banyak hal dengan lo. (hlm. 50)
Kerja dari sesuatu yang emang bener-bener lo suka. (hlm. 68)
Jodoh itu nggak susah nyarinya. Lihat di sekeliling lo, siapa tahu salah satunya jadi jodoh lo. (hlm. 77)
Waktu berjalan dengan cepat bagi siapa pun yang menikmatinya. (hlm. 105)
Bosan itu pasti, tapi kita jangan pernah saling pergi. Selalu sayang, ya. (hlm. 205)
Banyak selipan sindiran halus dalam buku ini:
Lagian anak mana, sih, yang memberikan hamster kepada pacarnya? (hlm. 15)
Pacaran kan gitu-gitu aja. Lama-lama ya bosenlah. (hlm. 28)
Kalo lo emang deket, udahlah jadiin aja. (hlm. 36)
Kalo lo pepet terus anaknya, gimana anaknya nggak ngarep jadian sama lo? (hlm. 36)
Pacar mana yang cuek dengan pasangannya sendiri? (hlm. 45)
Lo nyari pacar apa kabel telepon sih? (hlm. 60)
Ngapain juga kalo udah nggak nyambung malah dilama-lamain? (hlm. 60)
Emang gue emaknya, ngasih restu segala? (hlm. 63)
Kalo emang nggak bahagia, ngapain dipertahanin lagi lama-lama. (hlm. 65)
Ngapain sih pacaran? Mendingan langsung nikah aja nanti. (hlm. 66)
Hati-hati lo, cowok kalo dari awal baik banget bisa jadi jahat banget ke belakangnya. (hlm. 66)
Mana ada cewek yang antar-jemput cowok? (hlm. 68)
Makanya cari pacar. Biar nggak sirik lagi kalo temennya disamperin pacar. (hlm. 71)
Lo ngapain deh pindah jurusan? (hlm. 93)
Ngapain lo jadi cengeng karena cowok kayak dia doang? (hlm. 101)
Jadian atau TTM-an nih? (hlm. 108)
Cowok nggak beda jauh dengan cewek ternyata. Hanya mungkin tak terlihat saja kebiasaan menggosip dan curhat mereka. (hlm. 108)
Belum jadian kali. Kelamaan PDKT lo. (hlm. 119)
Namanya juga cewek, suka ngomong seenaknya. (hlm. 133)
Namanya juga cewek, selalu jadi alasan untuk para cewek di dunia ini memberatkan cowok dengan hal-hal sepele. (hlm. 135)
Mana
ada dua orang cewek dan cowok bisa bersahabat tanpa salah satu dari
mereka punya perasaan lebih? Rasanya mustahil. (hlm. 140)
Pasangan
ideal itu bukan yang nge-chat seharian penuh tapi cuma sekedar nanya
‘lagi apa’, ‘udah makan belum’, dan sebagainya. Emangnya yang kayak gitu
nggak basi. (hlm. 205)
Orang zaman sekarang. Kalau tidak percaya pada hal yang sama dengan
mereka, kau setan. Tidak boleh berpikir sama sekali, sepertinya. Padahal
kan kita disuruh sering-sering berpikir, benar tidak? (hlm. 119)
“Kecoa memiliki hati yang hangat, selalu bahagia dan bebas, dan
senang menghibur. Karenanya, kecoa menjadi mahluk baik yang selalu
menghampiri orang-orang kesepian, berniat menghibur, meski kadang
kebaikan hatinya ditanggapi dengan tidak ramah.” (hlm. 24)
“Tapi menurut saya, kalau Tuhan mau membuat sesuatu dengan tidak
sempurna, Dia bisa saja. Dia kan bisa melakukan segala hal; mungkin saja
membuat sesuatu dengan begitu sempurna, mungkin sajamembuat sesuatu
dengan begitu sempurna. Masalahnya kan manusia saja yang melihatnya
dengan cara yang berbeda, membangun opini mereka sendiri tentang apa
yang sempurna dan tidak sempurna. Mereka anggap sesuatu ini, anggap
sesuatu itu; padahal sebenarnya penilaian mereka itu tidak ada artinya.
Sempurna itu hanya konsep buatan, diciptakan karena mereka –kita- suka
menilai dan menghakimi satu sama lain. Yah, begitulah manusia!” (hlm.
121)
Kalimat favorit dalam buku ini:
Tidak semua hal yang kita harapkan bisa didapatkan; itu kata banyak orang yang mencoba menghibur dirinya sendiri. (hlm. 23)
Orang-orang yang percaya bahwa ia bisa menemukan penjelasan di balik
keajaiban mungkin tidak percaya ‘keajaiban’ itu ada sama sekali. (hlm.
162)
Ketika kita menyukai sesuatu, tentunya kita ingin hal-hal lain yang
kita sukai juga menyukai sesuatu itu, supaya semua hal yang kita sukai
bisa selalu bersama-sama tanpa rasa keberatan. (hlm. 193)
Banyak selipan sindiran halus dalam buku ini:
Manusia memang kebanyakan kaget. Itu karena mereka punya terlalu
banyak perkiraan. Jadi, kalau perkiraannya salah, kagetlah mereka. (hlm.
35)
Orang kurang ajar tidak tahu sopan santun itu selalu bisa bikin orang lain marah. (hlm. 57)
Orang jahat yang tidak menghormati orangtua adalah hal yang sangat dibenci. (hlm. 62)
Menyayangi adalah kegiatan yang menakutkan. (hlm. 64)
Mungkin wanita memang punya lebih banyak kebutuhan untuk dikelilingin teman bicara. (hlm. 84)
Orang aneh sering mendapat julukan dan label; orang yang sangat hebat sering menerima gelar. (hlm. 88)
Masalah manusia banyak amat. Tetangganya banyak oceh, yang diocehi terlalu banyak memikirkan ocehan orang. (hlm. 143)
Orang-orang bilang, tidak ada rasa takut dalam cinta sejati. (hlm. 174)
Kadang-kadang justru mahluk yang tidak hidup memiliki kemampuan lebih baik untuk mencintai. (hlm. 185)
Mahluk tidak hidup, meskipun tidak hidup, punya kehidupan. (hlm. 185)
Manusialah yang membuat setan bertengkar dengan Tuhan. Manusia yang
membuat binatang mati, tumbuhan mati, manusia lain mati. (hlm. 207)
Kehilangan seseorang yang kita cintai menimbulkan rasa sakit yang serupa dengan ditusuk seribu jarum di bola mata. (hlm. 241)
Kue untuk Paman Lucio ilustrasi Farid S Madjid/Suara Merdeka
Paman Lucio bekerja di Istana. Ia sudah lama bekerja di sana. Raja
Rocco sangat percaya padanya. Pekerjaannya menjalankan semua perintah
Raja Rocco. Meski begitu, Paman Lucio tetap rendah hati dan tidak
sombong.
Setiap hari Paman Lucio sangat sibuk. Pagi hari ia sudah harus di
dapur, membantu koki istana memasak menu sarapan untuk Raja. Menjelang
siang, Paman Lucio harus mengantar Annie dan Vega, puteri kembar Raja
Rocco ke sekolah. Setelah itu, Paman Lucio menemani Raja berkunjung ke
desa-desa.
Saat berada di dapur Istana, Paman Lucio sangat senang bisa membantu
koki istana memasak. Ia jadi tahu resep masakan istana yang lezat.
Mengamati dan mencicipi aneka bumbu dapur. Dan tentu saja menyiapkan
makanan yang sempurna untuk Raja.
Paman Lucio selalu ceria saat mengantar Annie dan Vega ke sekolah.
Meski terkadang Paman Lucio terkena lemparan bantal saat membangunkan
dua puteri cantik itu. Namun, Paman Lucio tetap tersenyum sambil terus
membujuk Annie dan Vega agar mau ke sekolah.
Paman Lucio bahagia saat Raja mengajaknya keliling desa. Duduk di
atas kereta kuda sambil melihat hamparan sawah yang luas. Melihat orang
sibuk berlalu lalang sambil membawa hasil panen. Di sisi kiri dan kanan
jalan, Paman Lucio melihat hewan ternak yang dijaga sang penggembala.
Paman Lucio bahagia menjadi bagian keluarga Raja Rocco.
***
Besok, Paman Lucio berulang tahun. Ia ingin merayakannya di kampung. Sudah lama ia tidak pulang ke kampung halamannya.
Pagi ini, Paman Lucio berniat mengajukan cuti pada Raja Rocco. Akan tetapi…
“Paman Lucio, bisakah kau membantuku membuat kue besok pagi? Raja
menyuruhku membikin 10 kue untuk pesta. Tetapi koki Sary sedang sakit,”
pinta koki Milly.
Paman Lucio berpikir sebentar. Ah, aku kan bisa pulang ke rumah siang harinya, batin Paman Lucio.
“Baiklah, koki Milly. Tetapi aku hanya bisa membantumu sebentar. Mungkin hanya dua jam.”
“Baiklah,” koki Milly terlihat kecewa.
Beberapa menit kemudian, Puteri Annie dan Puteri Vega lari tergopoh-gopoh menemui Paman Lucio di kamarnya.
“Paman Lucio, aku butuh bantuanmu. Guru di sekolahku menyuruhku
mencari bunga anggrek berwarna ungu di hutan. Bisakah Paman menolongku?”
pinta Puteri Annie.
“Kami bisa kena hukuman kalau bunga anggrek itu tidak terkumpul,” kata Puteri Vega.
“Tetapi, Tuan Puteri…,” Paman Lucio ingin mengatakan sesuatu.
“Besok siang Paman Lucio menemaniku mencari bunga anggrek, ya. Aku
mohon, Paman. Paman Lucio tidak ingin aku dihukum, kan?” potong Puteri
Annie.
“Baiklah Tuan Puteri,” ucap Paman Lucio sambil tersenyum.
“Terima kasih Paman Lucio,” Puteri Annie dan Puteri Vega menahan tawa sambil berlari meninggalkan Paman Lucio.
***
Esoknya, Paman Lucio sudah berada di dapur saat matahari belum
muncul. Paman Lucio memisahkan kuning telur dari putihnya. Menimbang
tepung, mencairkan mentega, cokelat, dan mencampurnya dengan gula hingga
menjadi adonan kue. Keringat Paman Lucio bercucuran.
Ketika Koki Milly datang, ia terkejut melihat adonan kue telah siap.
“Terima kasih, Paman Lucio. Aku tidak menyangka kau akan menyelesaikan adonan kue sebelum aku datang.”
“Kau hanya perlu memanggangnya dan menghiasnya. Aku pergi dulu Koki Milly,” Paman Lucio melambaikan tangan pada Koki Milly.
Paman Lucio bergegas menuju halaman istana. Di sana, Puteri Annie dan
Puteri Vega sudah menunggunya. Sayangnya, kereta istana sedang
diperbaiki. Jadi, mereka harus ke hutan dengan berjalan kaki. Padahal
Paman Lucio sangat capai. Tetapi demi Tuan Puteri, Paman Lucio tetap
bersemangat sambil tersenyum. Mereka berjalan kaki menuju hutan. Baru
berjalan beberapa meter, Puteri Annie sudah mengeluh. “Paman Lucio, aku
lapar.”
Paman Lucio menghentikan langkahnya. Kemudian membuka tas ransel berisi makanan. “Makan dulu, Tuan Puteri.”
Mereka berhenti di bawah pohon. Paman Lucio menghela napas panjang.
Ia khawatir tidak bisa pulang kampung hari ini. Pasti keluarga di
kampung sudah menungguku, batin Paman Lucio.
Mereka melanjutkan perjalanan. Baru berjalan beberapa langkah,
giliran Puteri Vega yang mengeluh. “Aku capai, Paman Lucio. Kita
istirahat dulu.”
Puteri Vega duduk di pinggir sungai. Disusul Puteri Annie dan Paman Lucio.
Matahari semakin tinggi. Paman Lucio mengusap keringat di wajahnya.
Mereka melanjutkan perjalanan. Sesekali Paman Lucio menggendong puteri
kembar itu bergantian.
“Di mana letak bunga anggrek itu, Tuan Puteri?” tanya Paman Lucio.
“Maafkan kami Paman Lucio. Kami lupa. Ternyata bunga anggrek itu ada di Kampung Emilia,” jawab Puteri Annie.
“Oh, tidak masalah Tuan Puteri. Akan kuantar ke sana.”
Tiba-tiba Paman Lucio tertawa. “Kampung Emilia? Itu kampungku, Tuan Puteri.”
Tak lama kemudian, Paman Lucio bersama Puteri Annie dan Puteri Vega
tiba di Kampung Emilia. Ketika tiba di halaman rumahnya, Paman Lucio
kecewa karena di rumahnya tidak diadakan pesta seperti yang ia duga.
Mungkin mereka lupa hari ulang tahunku, batin Paman Lucio sedih.
Paman Lucio mengetuk pintu rumahnya. Tetapi tidak ada jawaban. Perlahan-lahan Paman Lucio membuka pintu. Tiba-tiba…
“Selamat Ulang tahun, Paman Lucio,” teriak seluruh penghuni rumah.
Paman Lucio terkejut. Ia semakin terharu karena Raja Rocco juga datang
memberikan kejutan. Ternyata 10 kue yang ia bikin pagi tadi bersama koki
Milly untuk merayakan ulang tahunnya.
Mata Paman Lucio berkaca-kaca. Ia tidak menyangka jika Puteri Annie
dan Puteri Vega telah menyiapkan kejutan manis untuknya. (58)
"Salah satu alasan begitu sedikit orang yang meraih apa yang diinginkannya adalah karena kita tidak pernah fokus; kita tidak pernah konsentrasi pada kekuatan kita. Kebanyakan orang hanya mencoba-coba berbagai macam jalan dalam hidup mereka. Mereka tidak pernah memutuskan untuk menguasai suatu bidang khusus" - Tony Robbins
Dear Hanihyung,
Masih ingatkah Anda percobaan
membakar sebuah kertas dengan kaca
pembesar ketika masih sekolah dulu?
Kertas itu terbakar setelah kaca
pembesar berhasil memfokuskan sinar
matahari pada satu titik.
Kita pun demikian!
Manusia sebenarnya diciptakan Tuhan
dengan potensi yang tidak terbatas.
Tapi kenyataannya, sedikit saja orang
yang berusaha mencapainya. Kita
memang dapat melakukan apa saja,
tetapi kita tidak selalu dapat
mengerjakan semua.
Membiarkan orang lain memutuskan
agenda Hanihyung dalam hidup ini, membuat
Hanihyung tidak fokus pada tujuan hidup.
Hanihyung mungkin bisa menjadi orang yang
mengerjakan banyak hal, tetapi tidak
dapat menguasai sepenuhnya.
Sebaiknya hindari menjadi orang yang
mampu mengerjakan beberapa pekerjaan,
tetapi fokuslah pada satu keahlian. Hanihyung, bertumbuhlah untuk mencapai
potensi maksimal dengan cara:
Fokus pada satu sasaran utama
Fokus pada peningkatan yang
berkesinambungan
Fokus pada masa depan, bukan
masa lalu
Fokus pada kekuatanmu dan kembangkan kekuatan itu. Di sanalah Anda harus
mencurahkan waktu, energi dan sumber
daya Anda. Teruslah bertumbuh dan
tingkatkan diri. Dalam kepemimpinan,
jika Hanihyung berhenti bertumbuh,
habislah Hanihyung.
Talnovo ilustrasi Suara Merdeka
Talnovo kembali menyeret karung yang mengempis. Ikatannya mengendur.
Pada sisa tenaga, ia berharap ada orang melintas yang bisa memberi
tumpangan. Namun rupanya mustahil. Dini hari pada musim dingin seperti
ini, orang-orang lebih suka menumpuk jerami untuk menghangatkan tubuh
ketimbang keluar rumah dan melekat dengan percikan salju yang sanggup
mendatangkan ribuan gigil. Atau memenuhi perapian dengan batu bara. Atau
menenggak vodka yang memberi kehangatan.
Sebenarnya jemari Talnovo sudah kaku, hampir tak bisa digerakkan.
Namun ia pantang berhenti di tengah perjalanan. Masih beberapa mil untuk
mencapai rumah. Rumah dengan jendela-jendela tak pernah dibuka. Hanya
ada sekat untuk menandai mana kamar, ruang tamu, dan dapur.
Hampir setiap minggu ia membongkar papan yang dulu jadi pembatas. Ia
keranjingan vodka dan judi semenjak sang istri kabur bersama mantan
kekasihnya.
Sebagian salju mencair. Makin menyulitkan langkah. Lelehan salju
merembes ke dalam sepatu. Mantelnya basah. Pandangannya mengabur. Pucuk
hidungnya terasa berat untuk menghirup udara.
Ia teringat, ketika berumur 25 tahun, ia menjadi kesayangan
nyonya-nyonya di desa. Ia sanggup membawa berkarung-karung gandum dan
selalu memperoleh rumput segar untuk domba milik juragan. Bahkan pada
pertengahan musim dingin sekalipun.
Talnovo muda, meski bau domba, jadi incaran nyonya-nyonya yang setiap
hari didekap suami tua dan kurik. Mereka mengundang Talnovo ketika para
suami di ladang. Setelah membasuh muka dan badan dengan air hangat
sehabis menumpuk gandum, Talnovo menghampiri nyonya rumah. Titik-titik
air di ujung alisnya makin mendebarkan. Bau keringat Talnovo membuat
mereka tambah bergairah.
Bertahun-tahun ia jadi gundik Miroles. Namun sesekali ia memuaskan
nyonya-nyonya lain dan meraup ratusan rubel . Makin rajin bertandang,
kian banyak rubel ia peroleh. Shara, sang istri, makin rajin bersolek.
Shara makin cemerlang. Wajahnya serupa salju yang mencair. Tenang,
tetapi begitu bening. Seolah titisan dewi kecantikan.
***
Semalam Talnovo datang ke rumahku. Begitu lama ia bercerita. Miroles
memintanya meninggalkan Shara. Janda kaya itu hampir menemui ajal. Ia
ingin Talnovo merawat dan menemaninya.
Bagaimana mungkin ia abai pada bibir Shara yang selalu basah? Yang
kerap meninggalkan jejak lunyu di pipi? Ia tak sanggup meninggalkan
bidadari bermata makin berbinar itu. Ia tak mampu menyaksikan air mata
yang akan tiris di pipi Shara yang menirus.
Lantas, aku harus memberi nasihat apa?
Kawanku itu makin timpus. Setiap ke rumah Miroles, ia didesak
meninggalkan Shara. Ia terlalu takut membungkam mulut Miroles dengan
ciuman. Ia tak mau Shara tahu pergundikannya dengan Miroles atau
nyonya-nyonya lain. Barangkali jika tahu, Shara akan meninggalkannya.
Barangkali….
Bagi dia, Shara terlalu cantik untuk sekadar berbagi air mata.
Aku kembali ke rumahnya. Perlakuan Shara tetap sama. Hanya Talnovo
yang tampak kikuk. Berkali-kali ia salah ucap dan tersedak. Sembari
berbisik, Shara menanyakan kenapa sang suami beberapa hari ini
bertingkah tak biasa dan sering melamun. Apakah ada yang kurang dari
dia? Jika bercakap, suaminya lebih sering menunduk, bahkan membuang
muka. Ia tak lagi berlaku romantis. Bahkan Talnovo lupa mengecup
keningnya ketika hendak menjemput lelap. Dan, masih banyak hal aneh
Shara rasakan.
Aku hanya menggeleng seraya menahan debar jantung yang meledak-ledak ketika mataku berbenturan dengan mata Shara.
***
“Kapan kau tinggal di sini, Nak?” tanya Miroles pada pagutan
terakhir. Ia memulai percakapan yang Talnovo benci, bahkan sebelum
berpakaian usai percintaan panjang mereka. Lebih-lebih memulai untuk postcoital intimacy . Talnovo jengah.
“Untuk apalagi? Seperti ini sajalah. Aku sanggup memberimu kenikmatan
luar biasa bukan?” tepis Talnovo. Ia teringat kembali senyum Shara.
“Aku ingin kau setiap saat di sampingku.”
Miroles mengusap dada Talnovo yang ramping. Jemarinya seketika basah.
Tubuh Talnovo penuh keringat. Makin menambah daya pikat. Talnovo
berpikir, sebaiknya gegas meninggalkan Miroles. Bukankah uang bukan lagi
permasalahan utama baginya? Pundi-pundi uangnya cukup untuk hidup
bersama Shara. Ia akan keluar dari desa dan membangun rumah yang layak.
Miroles makin menakutkan. Dahi dan mata penuh keriput. Lemak bergelayut
di leher, perut, pipi… Ah, Talnovo bahkan tidak sanggup mengungkapkan.
Terkadang tertawanya yang mengikik itu seperti nenek sihir yang
kegirangan dan berhasil menyulap saingannya menjadi buruk rupa. Bukan
tertawa mengikik menggairahkan seperti beberapa tahun silam. Tawa yang
sanggup mencairkan kelelakian Talnovo.
“Apa maksudmu akan pergi?”
“Aku ingin hidup normal. Bukankah kau pernah bilang, aku lebih pantas
bersama Shara dan tidak pantas bersamamu? Aku kerap teringat ibuku saat
bercinta denganmu. Umur kalian hampir sama, Miroles,” desah Talnovo. Ia
menghitung ruas jemarinya, sekadar menutupi hati yang makin gelisah. Ia
tidak sanggup menatap air mata Miroles yang hampir tumpah.
“Aku tidak rela kau meninggalkanku begitu saja. Apalagi untuk bersenang-senang bersama Shara dan aku akan membusuk sendirian!”
“Ini telah jadi keputusanku. Siapa pun tak bisa menghalangi. Selamat tinggal.”
Talnovo kembali berpakaian. Meski tergesa-gesa ia masih sanggup
mengenali mana celana dalam Miroles dan celana dalamnya. Ia tidak
memedulikan Miroles yang bersimpuh di depannya. Miroles meraung
memanggil Talnovo. Gegas ia membawa Shara dan seluruh hartanya ke kota.
Ketika Talnovo mencapai halaman rumah Miroles, hendak membuka pintu
gerbang, terdengar suara benda jatuh. Ia terkesiap. Miroles dan darah
yang mengalir, dari kepala, hidung, telinga, dan seluruh tubuhnya.
Talnovo memejam sesaat. Ia menyeret kaki yang lemas menuju ke rumahku.
***
Aku membuat sup kentang untuk Talnovo. Ia telah menghabiskan
berbotol-botol vodka. Giginya gemeletukan. Kakinya bergetar serupa rel
kereta yang rapuh.
Aku yakin tidak lama lagi cerita kematian Miroles akan menyebar. Aku
membayangkan wanita yang merabun itu bersusah-payah naik ke lantai atas
rumahnya. Merangkak menuju jendela yang menghadap jalanan. Barangkali ia
tidak menyangka akan mati dan ditinggalkan begitu saja oleh Talnovo. Ia
berpikir akan jatuh persis di depan Talnovo yang akan menolong,
merawat, dan hidup berdua selamanya. Namun ia salah. Hmmm, kisah nenek
yang pilu.
Talnovo tertidur dengan mulut menganga dan memegang botol vodka yang
telah tandas. Suara ngoroknya begitu memilukan. Aku bergegas menuju ke
rumahnya.
Aku berharap orang-orang belum memberi kabar kepada Shara mengenai
kematian Miroles atau perihal Talnovo yang kerap datang ke rumahnya.
Jangan sampai para pembantu Miroles menyiarkan kedatangan Talnovo
beberapa jam lalu atau betapa sering terdengar lenguhan panjang dari
kamar Miroles bersama Talnovo kepada tetangga-tetangga sekitar. Begitu
pun tentang tempat tidur yang masih berantakan dan Miroles yang belum
sempat memakai celana dalam…
Shara tak ada di rumah. Pintu terbuka lebar dan barang-barang
berserakan. Tetangganya menceritakan, Shara telah tahu suaminya menjadi
gundik Miroles. Ia marah dan membanting seluruh perabotan. Ia pergi
bersama mantan kekasihnya ke kota.
Aku terperangah. Entah kabar apalagi ini. Apa yang harus kuceritakan pada sahabatku?
***
Talnovo memungut puing-puing yang ditinggalkan istrinya. Shara
membawa seluruh kekayaannya. Ia tidak meninggalkan serubel pun. Talnovo
melarat. Keuangannya sekarat.
Ia memandang salju yang turun perlahan. Tanaman karet di depan
rumahnya makin tertimbun. Dulu, ketika salju hanya berupa gerimis
seperti ini, ia dan Shara sering menari-nari di bawahnya. Seperti anak
kecil menyaksikan salju kali pertama. Kemudian makan bubur gandum yang
hangat dengan campuran madu di beranda rumah. Dan, mereka kedinginan.
Kemudian berpelukan dengan selimut dari jerami, saling memberikan
kehangatan.
Talnovo memeluk lutut di depan perapian. Bahunya berguncang hebat. Ia tak mau hidup tanpa menatap mata Shara. Ia memendam lara.
***
Talnovo terjerembap. Mencium salju yang mencair. Meruapkan aroma
tidak biasa. Semua terasa beku. Ia tidak sanggup menggapai karung yang
mengempis itu.
Malam memudar. Lipas bergemeretakan di dinding, menebarkan bau bacin
begitu menyengat. Gegas aku bangun, membuatkan makanan untuk domba
ketika terdengar suara mengembik dari kandang. Lantas kubuka sedikit
jendela untuk penerangan. Udara beku seketika menyergap hidung. Dingin
merontokkan persendian. Kulongok kandang domba yang muram. Pohon-pohon
karet di pot seakan merindukan matahari.
Mataku memicing. Ada lengan terbujur di halaman. Wajah pemilik lengan
itu tak tampak. Aku gegas menuju halaman. Aku tahu siapa yang terbaring
kaku dari mantel yang dipakai. Itu mantel Talnovo yang dulu dihadiahkan
Miroles. Kuusap jemari kawanku yang membiru kepucatan.
Kulongok sebuah karung tak jauh dari jemarinya. Kepala Shara
menyembul dengan bercak darah masih menempel-membeku. Aku terdiam.
Merasakan gerimis salju bertebaran di wajahku. (44)
Semarang, 2013-2016
*Cerpen ini wujud terima kasih pada novel Rumah Matryona Alexander Solzhenitsyn. Talnovo nama desa dalam novel itu, tetapi dalam cerpen ini, itu tak berhubungan.
Mata uang Federasi Rusia dan Belarus.
Post-coital intimacy.
Santi Almufaroh, alumnus UPGRIS, kelahiran Jepara, 11 Mei 1991. Tulisannya dimuat di Keris,
Potret, Sekar Kampoeng, Cempaka, Suara Kampus, Gradasi, Bilik Literasi,
Papirus, Pawon, Republika, Suara Merdeka, Jateng Pos.
Amplop Kematian ilustrasi Joko Santoso/Kedaulatan Rakyat“DIA sudah tidak mau berdoa dengan Tuhannya, katanya
malu, sering maksiat dan banyak dosa yang dia lakukan,” kabar yang
sudah tersebar luas di kampung Ciwungu ini, menjadi topik utama para
warga terutama ibu-ibu. Akibatnya banyak orang yang mengucilkannya, tak
sedikit dari mereka juga mencibir dengan kata-kata yang kurang enak
untuk di dengar.
Semenjak kabar itu tersebar luas, Masjid Al Hadi sekarang jarang
dibuka, karena takut dengan lelaki yang sudah berambut perak itu. Pak
Lurah pun ikut disibukkan mencari jalan keluar untuk menyelesaikan kabar
yang mengganggu warganya ini.
“Sharman sekarang juga jarang ke masjid,” tutur kang Fikri.
“Rumahnya saja dekat sama lelaki itu, paling ikut ketularan” jawab Kang Jamal dengan nada agak keras.
***
Pagi ini suasana masih terlihat sepi, hampir semua rumah masih
tertutup rapat-rapat, kecuali rumah Pak Rasyid yang sudah terbuka dan
terlihat sedang asyik duduk di depan rumah sambil menikmati kopinya.
Angin pagi yang mendesis sedikit kencang membuat suasana lebih
runyam, kabut hitam yang dari tadi menyelimuti putihnya langit pun ikut
ambil bagian. Satu persatu pintu-pintu yang dibicarakan tadi terbuka.
Dengan menampakkan wajah-wajah yang tak asing lagi, satu persatu
penghuni rumah keluar dari balik pintu dengan wajah yang terlihat
berkaca-kaca dan mengalungkan sarung selimutnya di leher.
Seketika suasana yang tadinya terlihat sepi sekarang menjadi ramai,
di tambah lagi ibu-ibu yang sedang asyik bergunjing di dekat masjid
untuk menunggu tukang sayur lewat. Tak lain halnya yang dibicarakan
pastinya lelaki yang katanya yang tak mau berdoa itu.
“Dengar-dengar Pak Rosyid sudah tidak mau berdoa ya?” tutur Bu Inah mengawali pembicaraan.
“Iya, kata suamiku juga begitu, lebih parahnya sekarang jarang ke
masjid lagi.” Ibu Lisa ikut ambil suara dan membenarkan omongan Bu Inah.
“Kok bisa seperti itu memangnya kenapa?” tanya salah satu ibu yang belum tau tentang kabar lelaki yang tidak mau berdoa itu.
“Sayur, sayur, sayur” suara tukang sayur membubarkan perbincangan
tentang lelaki yang sudah menduda itu. Salah satu pertanyaan yang
tadinya belum terjawab , akhirnya menjadi tanda tanya oleh ibu-ibu yang
belum mendengar kabar tentang lelaki itu.
Ibu-ibu yang tadinya disibukkan dengan memilih-milih sayuran kini
sedikit mengerutkan dahi, Laki-laki yang dibicarakan tadi, tak terduga
sudah ikut memilih sayuran di sebelahnya. Entah suara apa yang memanggil
lelaki itu hingga cepat ia sampai di dekat orang yang membicarakannya.
“Ini berapa Pak?” tutur Bu Inah pada tukang sayur.
“Semua Rp 9.000, Bu”, jawab tukang sayur dengan logat penjualnya.
Satu persatu ibu-ibu meniru apa yang dilakukan Bu Inah, hingga
suasana yang tadinya ramai dengan suara dan cetus ibu-ibu, kini sudah
terlihat sepi. Tukang sayur mulai heran dengan apa yang dilakukan
ibu-ibu tadi, tak seperti biasanya mereka membeli dan memilih secepat
itu. “Biasanya mereka bergunjing atau asyik mengacak-acak daganganku
dulu baru pulang,” batinnya.
Melihat kepergian ibu-ibu tersebut, lelaki itu senyum-senyum sendiri,
sampai tukang sayur yang ada di dekatnya ikut nyengir tak atau apa yang
dibicarakan, dan lucunya lelaki itu tidak membeli sayur. Bahkan, tidak
ada sepatah kata pun yang di katakan ketika meninggalkan gerobak dan
tukang sayurnya.
***
Hari mulai gelap oleh awan hitam yang dari tadi menyelimuti cerahnya
keputihan langit. Sang surya hari ini tidak memperlihatkan wajah
cerahnya. Warga yang biasanya di sibukkan dengan profesinya di ladang
seakan hari ini menjadi tanggal merah untuk berlibur bersama.
Seketika mendung yang dari tadi menghukum warga untuk berdiam di
rumah, tumpah dengan derasnya. Tarian bintik-bintik air yang terjatuh
sedikit terlihat dengan berhembusnya arah angin. Atap-atap rumah sudah
terlihat basah dengan derasnya hujan, tidak mau ketinggalan, kilat juga
ikut serta untuk meramaikan nya.
Terlihat dua anak seberang desa sedang bermain dengan mobil-mobilan
yang terbuat dari kayu randu dan terkesan tradisional itu mulai
meninggalkan pelataran depan rumah Pak Rasyid. Dengan wajah yang getir
dan dua mata yang terlihat menuai kesedihan Sharman berlari di bawah
payung hitam dan celana yang menjinjing ke atas agar tidak basah dari
cipratan air yang sedikit mengenang di setapak jalan yang dilewati nya.
“Kenapa kamu lari-lari Nak?” tanya Pak Amir dengan agak penasaran.
“Mau ketemu sama Pak Lurah, Pak Rosyid meninggal”
***
Setengah jam berlalu, amplop kematian sudah disebarkan lewat pengeras
suara yang ada di masjid, keheningan mulai terasa dengan orang-orang
yang baru dibicarakan tadi pagi.
Satu persatu mereka keluar dari balik pintu dengan memakai baju
hitam, baju khas kematiannya dan membawa bekal beras dan kantong
kematian. Mereka menuju rumah Sharman yang akan mengurus jenazah lelaki
itu. Tidak terlihat ada wajah yang menyedihkan ataupun merasa sedih
dengan kepergian lelaki yang katanya tak mau berdoa ini. Terlihat wajah
mereka dengan santai dan terkesan biasa saja, ibu-ibu yang disibukkan
membaca Yaasiin untuk jenazah juga ada yang masih bergunjing dengan
kematian yang tak ada sebabnya itu.
Hingga jenazah sudah siap untuk dibawa ke liang lahat. Entah apa yang
membuat heran desa ini, seketika terasa banyak sekali yang mengikuti
perjalanan jenazah ke liang lahat, lantunan syair Tuhan juga terasa
nyaman dilontarkan dari bibir mereka, bau wangi khas kematian terasa
menyengat di balik hidung, tidak ketinggalan juga, payung kematian juga
mengiringi langkah mereka yang memikul jenazah.
Setengah jam sesi pemakaman selesai, warga mulai pulang dengan
sendirinya, tanpa meninggalkan suara yang membicarakan tentang orang
tidak pernah mau berdoa itu. Lelaki itu memang telah pergi bersama
Tuhannya.– e
*) Penulis, seniman di Garawiksa Institute Yogyakarta.