Daftar Blog Saya

Rabu, 19 April 2017

Seandainya aku tahu by Santhy Agatha


Aku sangat mencintai isteriku, dengan caraku sendiri. Mungkin semua orang yang melihatku hanya akan
menyimpulkan bahwa aku adalah lelaki pendiam yang kaku. Tetapi mereka pasti tak akan menyangka betapa
dalamnya cintaku kepada isteriku, begitu pula sebaliknya. Kami pasangan bahagia, saling mencintai, sampai nanti.
Isteriku. Dia perempuan yang cantik dan baik hati. Menerimaku apa adanya, dan merawat kedua anak kami yang lucu-lucu dengan sepenuh hatinya. Terkadang aku begitu tersentuh ketika aku pulang dari pekerjaanku di malam hari, dia sudah menunggu dengan secangkir teh hangat dan pelukannya yang tak kalah hangatnya, membuatku lupa akan keletihanku bekerja seharian. Ah, betapa berharganya dia untukku.
Pekerjaanku sebagai staff di sebuah retail Supermarket terbesar di Jawa membuatku mengorbankan banyak waktu pribadiku demi pekerjaan. Tetapi aku bersemangat melakukannya. Demi isteriku, demi keluargaku. Aku pikir aku harus bekerja keras sekarang, mumpung aku masih muda, supaya nanti di masa tua kami sekeluarga bisa hidup tenang dan berkecukupan, tak perlu membanting tulang lagi untuk hidup. Setiap aku kelelahan bekerja,
kubayangkan wajah isteriku, kubayangkan masa depan kami ketika kami mapan dan berkecukupan. Dimana kami berdua nanti bisa punya banyak waktu bersama-sama.
Malam itu aku pulang jam sebelas malam, Supermarket sangat ramai tadi menjelang tutup tahun,
sehingga semua karyawan harus siap lembur sampai tutup toko. Kubuka pintu rumah, ruangan sudah gelap. anak anak pasti sudah tidur, tiba-tiba batinku terenyuh membayangkan wajah si bungsu yang baru berumur 2 tahun, betapa jarang aku menggendongnya karena kesibukanku. Si sulungpun tak ada bedanya, kami menjadi tidak akrab, karena pagi hari aku sudah berangkat sebelum dia bangun dan ketika aku pulang dia sudah tidur.Kebersamaan kami hanyalah di hari minggu yang singkat, bahkan kadang aku harus mengorbankan hari mingguku untuk masuk kerja kalau ada keadaan darurat. Kutemukan isteriku tertidur di ruang tamu, menungguku. Kudekati dia dan kutatap wajah damainya dalam tidur, lalu kukecup keningnya lembut. Ah, Ya Allah. Aku mencintainya dan terus menerus  merindukannya, pekerjaan ini telah sedemikian menyita waktuku hingga kadang-kadang aku merindukan saat-saat bersamanya, mencurahkan kasih dan cintaku kepadanya sebebas-bebasnya seperti waktu dulu. Tetapi kutegarkan hatiku. Ini semua demi
mereka, keluargaku. Demi kebahagiaan mereka di masa depan.
Aku bekerja keras sekarang demi kemudahan di masa depan nanti. Tidak apa-apa sekarang aku kehilangan saat saat bersamaku dengan keluargaku, nanti pasti bisa kutebus kalau karirku sudah
meningkat dan kami sudah lebih mapan. Bukankah orang selalu bilang kita lebih baik bersakit-sakit
dahulu dan bersenang-senang kemudian?
***
Telepon di ruanganku berbunyi, dan aku mengangkatnya, suara kakak iparku terdengar di seberang. "Bisa izin dari tempat kerja? Anita kecelakaan di jalan....."
***
Aku terpekur menatap jenazah yang dibaringkan di ruang tamu itu. Dadaku terasa kosong dan hampa. Bahkan air mataku sudah tak bisa keluar lagi karena kesedihanku sudah mencapai puncaknya, tak tertahankan. 
Isterikulah yang terbaring tak bernyawa di sana. Sebuah mobil menyerempetnya ketika dia hendak menjemput anakku dari SD-nya. Aku bahkan tidak sempat menemani isteriku disaat-saat terahkirnya, karena isteriku menghembuskan napas terahkirnya di rumah sakit, ketika aku sedang berjuang menembus kemacetan jalanan dari tempat kerjaku.
Lalu tiba-tiba air mataku menetes, air mata pertama sejak tragedi ini menimpaku. Dan kemudian seperti bendungan yang bocor, air mata itu mengalir tanpa henti, membuat aku sampai membungkuk, berlutut di depan jenazahnya dengan isak keras tak tertahankan. Ya Allah, Ya Allah, hamba tidak kuat Ya Allah.... sedu sedanku menyayat perih, seperih luka hatiku yang berdarah sedih.Seandainya aku tahu waktuku bersama isteriku begitu pendek, akan kucurahkan seluruh kasih sayangku untuknya. Akan kuberikan semua waktuku untuk memujanya, membuatnya bahagia, membuatnya menyadari bahwa dia begitu dicintai. Seandainya saja aku tahu bahwa hari esokku bersama isteriku tak lagi datang, tak akan kusiasiakan waktuku untuk semua pekerjaan dan rencana-rencana masa depan kami yang sekarang tak mungkin terwujud lagi. Tetapi penyesalan memang selalu datang terlambat, dan manusia seperti aku hanya bisa berandaiandai.

Ya Allah... Seandainya saja aku tahu....





Tidak ada komentar:

Posting Komentar