Daftar Blog Saya

Rabu, 19 April 2017

Mencari Soulmate by Santhy Agatha



Bahwa sesuatu yang biasanya ada bisa menjadi berarti karena ketiadaannya.
Seperti kenanganku tentangmu yang kusyukuri ditengah-tengah mereka yang tak sempat  mengenangmu waktu malam kelam membungkusku dalam pilu.
Dan kehadiranmu yang kuimpikan karena ketidakhadiranmu sampai matahari hampir terbit Belum cukupkah sepi dimataku membuatmu jatuh kasihan lalu muncul untuk memelukku, wahai kau yang seharusnya membuat jiwaku terlengkapi?
Belum cukupkah keputusasaanku mencarimu membuat hilangmu berhenti, lalu kau datang dan tak lagi pergi...?
Membuatku tak terbunuh lelah mencari pasangan jiwaku.
...................................
Dalam malam yang kelabu, Elsa dan Louis sama-sama menunggu di sudut yang saling membelakangi. Mereka terpisah, meski tak sadar, dihujam perasaan yang menggilakan. "Els...berhentilah mencari-mulailah menunggu, biar aku yang akan menemukan kamu.", demikian sebuah pesan sederhana, tersampaikan lewat jalinan sendu.
Lou ,cepatlah berkata...jangan terlalu lama…..
**********
Elsa melangkah terburu-buru di tengah derasnya hujan, rambutnya mulai basah kuyup, buku di
tangannya mulai terasa berat karena ikut basah.
Langkahnya terhenti di sebuah emperan pertokoan, tempat beberapa orang yang senasib dengannya berteduh disana.
Dengan murung Elsa menatap ke langit, tempat tumpahan hujan menghujam bumi, seperti garis- garis tipis putus-putus tiada henti.
Hujan selalu membuatnya murung, tanpa tahu sebabnya.
Ponsel di sakunya bergetar-getar keras, dengan canggung, karena memegang 3 buah buku tebal yang berat, Elsa mengeluarkan ponsel itu dari sakunya
Louis calling. "Halo ?"
"Berisik sekali disana, kau sedang dimana?", suara di seberang terdengar sedikit berteriak, mengalahkan keheningan.
"Di Luar"
"Hujan-hujan begini ??, di sebelah mana ?" "Di dekat toko buku"
"Tunggu di situ sebentar, aku kesana"
Telephone ditutup tanpa menunggu jawaban Elsa.
Elsa mendesah, menatap ke langit, ke hujan yang tak mau mereda dan menghembuskan napas
resah, merasa semakin murung.
..............
Setengah jam kemudian, sebuah mobil sport warna merah menyala berhenti tepat di depan Elsa berdiri,
Pintu terbuka, dan Louis menengok dari balik roda kemudi,
"Masuk Els", senyum khas itu langsung tampak begitu mereka bertatapan.
Dengan canggung Elsa menepiskan butiran air dari baju dan rambutnya yang basah, dan masuk
ke dalam mobil.
Mereka melaju dengan pelan menembus hujan.
"Kenapa tadi tidak minta diantar?", Louis melirik Elsa yang hanya berdiam diri.
"Bukannya setiap jumat sore kau harus menjemput Jannette dan mengantarnya ke salon
langganannya?"
Louis tersenyum,
"Elsa yang biasanya, yang selalu menghapal jadwalku di luar kepala", gumamnya riang, "Biarpun
begitu, setidaknya kau bisa menelepon dan bertanya", Louis sengaja menghentikan ucapannya, menunggu Elsa bertanya.
Tapi Elsa diam saja, tidak mencoba bertanya. Hening. Dan Louis mendesah,
"Jannette sakit kepala, jadi membatalkan jadwal ke salonnya, aku tadi mencarimu ke rumah, tapi

ibu bilang kau sedang keluar" , Louis menyambung ahkirnya.
Elsa hanya mengangguk, lalu menatap keluar jendela, ke arah hujan, yang semakin membuatnya murung.
Elsa yang benci hujan, karena membuatnya murung", Louis tertawa.
"Dan Louis yang sangat mencintai hujan karena membuatnya riang seperti katak berbahagia menyambut hujan", sambung Elsa, cemberut.
Louis tergelak,
"Hujan itu indah Els, bentuk berkat Tuhan pada manusia di bumi, tidakkah kau merasakan
kesejukannya? Tidakkah kau merasakan harmoni suara air yang mengalir? Semua itu indah Els" "Yang aku rasakan sekarang adalah dingin setengah mati", jawab Elsa datar.
Louis mengerutkan keningnya, berubah serius.
"Kenapa hujan selalu membuatmu murung Els ?", tanyanya pelan. "Karena hujan terasa sangat menyedihkan kalau dinikmati sendirian." "Aku ada disini bersamamu"
Elsa mengernyit,
"Kau bukan soulmateku"
"Ah, ya... Kembali pada masalah pencarian soulmate lagi ya?" Elsa tidak menjawab, mulai memandang keluar lagi.
"Mungkin..... Mungkin kalau kau berhenti mencari-cari dan mulai menunggu.....,mungkin soulmatemu itu yang akan datang menemuimu", gumam louis tercenung
Hening.
Pikiran Elsa melayang jauh,
Belum cukupkah sepi dimataku membuatmu jatuh kasihan lalu muncul untuk memelukku,
wahai kau yang seharusnya membuat jiwaku terlengkapi?
***********
Pemurung.
Itulah sebutannya. Elsa terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri untuk terlalu banyak berkata-kata.
Di antara empat bersaudara, dia yang paling pendiam, selalu mengalah dan jarang
mengungkapkan pikirannya. Sampai dia bertemu Louis.
Mereka sangat bertolak belakang di semua sisi, dan entah kenapa mereka malah menjadi sahabat.
Louis yang sangat tampan
Elsa yang biasa-biasa saja
Louis yang berasal dari keluarga kaya raya
Elsa yang ( sekali lagi ) biasa-biasa saja
Louise yang selalu beruntung dalam masalah percintaan ( bagaimana tidak? Setiap perempuan
yang menjadi kekasihnya selalu cantik dan sempurna, belum lagi puluhan gadis lain mengantri untuk menjadi kekasihnya)
Elsa yang selalu menunggu dan menunggu belahan jiwanya datang ( sampai kapan? Bahkan dia sendiri mulai meragukan kalau "soulmate" nya itu ada )
Louis yang selalu menghadapi dunia dengan senyuman, selalu memandang setiap permasalahan
sebagai kesenangan yang tertunda.
Elsa yang selalu menghadapi dunia dengan skeptimisme tingkat tinggi, memandang setiap
permasalahan sebagi tambahan beban di benaknya. Kalau disebutkan satu persatu tak akan ada habisnya,
yang pasti, persahabatan mereka merupakan persahabatan paling aneh di dunia, dua manusia
paling bertolak belakang yang seharusnya tidak perlu berinteraksi, tetapi malahan terikat dalam selubung persahabatan.
Elsa, 5 tahun yang lalu
Semua dimulai 5 tahun yang lalu, rumah mereka bertetangga.rumah mewah dengan pagar tinggi
dan megah, bersanding dengan rumah mungil, hanya berpagarkan dedaunan. Sedikit
menyedihkan untuk dilihat memang.
Elsa hanya mengetahui tentang Louis dari mobil mewahnya yang sering keluar masuk pagar, yang
kadang berpapasan dengannya ketika dia berangkat kampus. Hanya itu, dan Elsa tidak pernah

memikirkannya lagi. Tidak mungkin akan ada interaksi di antara mereka berdua, titik. Jadi buat apa dipikirkan?
Ternyata dia salah.
"Hey, kau itu ternyata tetanggaku ya?", suara itu membuyarkan Elsa dari lamunannya.
Saat itu hujan juga sedang turun dengan derasnya, Elsa sedang menunggu hujan reda, lupa membawa payung. Lobby kampus sudah mulai sepi, banyak mahasiswa lain yang nekat menembus hujan karena bosan menunggu hujan yang tak juga reda.
Louis berdiri di sampingnya, kelihatan sangat tampan dengan senyum riangnya,
Elsa mencoba tersenyum singkat, mengangguk, dan kembali menatap hujan. Berharap agar laki- laki tampan - yang salah tempat ini - menyadari kesalahannya menyapa gadis biasa yang tidak selevel dengannya, lalu pergi. Biar Elsa bisa melanjutkan lamunannya, sambil menatap hujan. "Aku selalu melihatmu setiap berangkat, tidak disangka ya? Kita satu kampus, satu jurusan pula, biarpun kau adik kelasku", Tanpa peduli sikap acuh tak acuh Elsa, Louis tetap melanjutkan obrolan, berdiri disebelah Elsa, ikut menatap hujan.
Elsa mengalihkan pandangan dari hujan dan mengernyit menatap Louis, kenapa dengan lelaki ini?
Apakah dia belum menyadari betapa tidak pantasnya idola kampus bercakap-cakap dengan kutu
buku seperti dia?
"Kau tidak pernah menyapaku", gumam Louis lagi, karena Elsa tak menanggapi perkataannya
sebelumnya.
"Maaf", itu yang keluar dari bibir Elsa meskipun hatinya mencelos sinis, memangnya aku bisa
menyapamu? Kau yang selalu dikelilingi para pengagummu? Kau yang berada di duniamu yang kelas tinggi itu ?
"Kenapa kau minta maaf?", Louise sedikit menunduk menatap Elsa
"Karena tidak menyapamu?", sahut Elsa spontan, bingung karena percakapan yang tidak lazim ini. Louis tergelak,
"Kalau begitu, aku harus meminta maaf juga karena tidak menyapamu selama ini"
"Tapi aku yang wajib meminta maaf duluan, karena kau ahkirnya menyapaku dan aku tidak"
Louis makin tergelak, lalu mengulurkan tangannya,
"Sepertinya kita harus bersalaman untuk meresmikan permintaan maaf ini"
Elsa mendongak, menatap Louis yang lebih tinggi darinya, senyum itu begitu hangat, senyum itu
begitu tulus, hingga tanpa sadar Elsa membalas uluran tangan itu,
"Louise Alexander, meminta maaf kepadamu dengan setulus hati", gumam Louis sambil
menggenggam tangan Elsa kuat. Elsa mengernyit,
"Apakah aku harus mengatakan hal semacam itu juga?"
"Tentu saja, kita harus membuatnya resmi bukan?"
Siapa yang mengharuskannya? Dan lagi kenapa dia menanggapi percakapan konyol ini ?
Tapi kata-kata itu terucap juga dari bibirnya,
"Elsa Vania meminta maaf padamu dengan setulus hati"
Louis tertawa lagi, lelaki ini benar benar riang. Tangannya masih menggenggam tangan Elsa, lalu
menoleh menatap hujan, yang tanpa sadar, sudah reda.
"Hey, hujan sudah reda, maukah kau kuantar pulang ke rumah, wahai tetangga ?
Itulah awal persahabatan mereka. Persahabatan yang tak lazim antara dua orang yang bertolak belakang di semua sisi. Sang Pencerah dan Si Pemurung.
***************
"Sepertinya aku akan putus dengan Jannette minggu ini", Louis mengunyah pisang goreng buatan
ibu Elsa,
Mereka duduk di teras belakang, tempat Louis biasanya duduk kalau sedang berkunjung ke
rumah Elsa. Dalam tahun persahabatannya dengan Elsa, Louis seolah olah menjadikan rumah Elsa
sebagai rumah ke duanya,
"Rumahku sepi, tidak ada orang, aku kesepian", gumam Louis dengan kesedihan nyata saat itu
Dan keluarganya langsung mengadopsi tak resmi Louis sebagai bagian keluarga mereka.
Elsa meletakkan dua cangkir kopi susu di meja di antara mereka lalu menatap Louis dengan tak senang,
"Putus lagi?"

Lanjut Bagian Dua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar