Bahwa sesuatu
yang
biasanya ada bisa menjadi berarti
karena
ketiadaannya.
Seperti kenanganku
tentangmu yang kusyukuri ditengah-tengah mereka yang tak sempat mengenangmu waktu
malam kelam membungkusku dalam pilu.
Dan
kehadiranmu yang
kuimpikan karena ketidakhadiranmu sampai matahari hampir
terbit Belum cukupkah sepi
dimataku membuatmu jatuh kasihan
lalu
muncul untuk memelukku,
wahai kau yang seharusnya membuat jiwaku terlengkapi?
Belum cukupkah keputusasaanku
mencarimu
membuat hilangmu
berhenti, lalu
kau datang dan
tak lagi pergi...?
Membuatku tak terbunuh lelah
mencari pasangan
jiwaku.
...................................
Dalam malam yang kelabu, Elsa
dan Louis sama-sama menunggu
di sudut yang saling
membelakangi. Mereka terpisah, meski tak
sadar, dihujam perasaan yang menggilakan. "Els...berhentilah mencari-mulailah
menunggu, biar aku
yang akan menemukan
kamu.", demikian sebuah pesan
sederhana, tersampaikan
lewat
jalinan sendu.
Lou ,cepatlah
berkata...jangan terlalu lama…..
**********
Elsa melangkah terburu-buru di
tengah derasnya hujan, rambutnya mulai
basah kuyup, buku di
tangannya mulai terasa
berat karena ikut basah.
Langkahnya terhenti di sebuah emperan pertokoan,
tempat beberapa orang yang senasib dengannya berteduh disana.
Dengan murung Elsa menatap ke
langit, tempat tumpahan
hujan menghujam bumi, seperti garis-
garis tipis putus-putus
tiada henti.
Hujan selalu membuatnya murung, tanpa tahu sebabnya.
Ponsel di sakunya bergetar-getar keras, dengan canggung, karena memegang 3 buah buku tebal
yang berat, Elsa mengeluarkan ponsel itu dari
sakunya
Louis
calling. "Halo ?"
"Berisik
sekali disana, kau sedang dimana?", suara
di seberang terdengar sedikit
berteriak, mengalahkan keheningan.
"Di Luar"
"Hujan-hujan begini ??,
di sebelah mana ?" "Di dekat toko buku"
"Tunggu di situ
sebentar, aku kesana"
Telephone ditutup tanpa menunggu
jawaban Elsa.
Elsa mendesah, menatap ke langit, ke
hujan yang tak mau mereda dan menghembuskan napas
resah, merasa
semakin murung.
..............
Setengah jam kemudian, sebuah mobil
sport warna merah menyala berhenti tepat di
depan
Elsa berdiri,
Pintu terbuka, dan Louis menengok dari
balik
roda kemudi,
"Masuk Els", senyum khas
itu langsung tampak begitu mereka
bertatapan.
Dengan canggung Elsa
menepiskan butiran air dari baju dan rambutnya yang basah, dan masuk
ke dalam mobil.
Mereka melaju dengan pelan menembus hujan.
"Kenapa tadi
tidak minta diantar?", Louis melirik Elsa yang hanya berdiam diri.
"Bukannya setiap jumat sore kau harus menjemput Jannette
dan
mengantarnya ke salon
langganannya?"
Louis
tersenyum,
"Elsa yang biasanya, yang selalu
menghapal jadwalku di
luar kepala", gumamnya riang, "Biarpun
begitu, setidaknya kau bisa menelepon dan bertanya", Louis sengaja menghentikan ucapannya,
menunggu Elsa bertanya.
Tapi Elsa diam saja, tidak mencoba
bertanya. Hening. Dan Louis mendesah,
"Jannette sakit kepala, jadi
membatalkan
jadwal
ke salonnya, aku tadi mencarimu ke rumah, tapi
ibu bilang kau sedang keluar"
, Louis menyambung ahkirnya.
Elsa
hanya mengangguk, lalu menatap keluar jendela, ke arah
hujan, yang semakin membuatnya murung.
Elsa yang benci hujan, karena membuatnya murung", Louis tertawa.
"Dan Louis yang sangat mencintai hujan
karena membuatnya riang seperti katak berbahagia
menyambut hujan", sambung Elsa, cemberut.
Louis
tergelak,
"Hujan itu indah
Els, bentuk berkat Tuhan pada manusia di bumi, tidakkah kau merasakan
kesejukannya? Tidakkah kau merasakan harmoni suara air yang mengalir?
Semua itu indah
Els" "Yang aku rasakan sekarang adalah dingin
setengah mati", jawab Elsa datar.
Louis mengerutkan keningnya,
berubah serius.
"Kenapa hujan selalu
membuatmu murung Els
?", tanyanya pelan.
"Karena hujan terasa sangat menyedihkan kalau
dinikmati sendirian."
"Aku ada disini
bersamamu"
Elsa mengernyit,
"Kau bukan soulmateku"
"Ah, ya... Kembali
pada masalah
pencarian soulmate lagi ya?" Elsa tidak menjawab, mulai
memandang keluar
lagi.
"Mungkin.....
Mungkin kalau kau berhenti mencari-cari dan mulai menunggu.....,mungkin soulmatemu itu yang akan datang menemuimu", gumam
louis tercenung
Hening.
Pikiran
Elsa melayang jauh,
Belum cukupkah
sepi dimataku
membuatmu
jatuh kasihan lalu
muncul
untuk memelukku,
wahai kau
yang seharusnya membuat
jiwaku terlengkapi?
***********
Pemurung.
Itulah sebutannya.
Elsa terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri untuk terlalu banyak
berkata-kata.
Di antara empat bersaudara, dia yang paling pendiam, selalu mengalah dan jarang
mengungkapkan pikirannya. Sampai
dia bertemu Louis.
Mereka sangat bertolak belakang di
semua sisi, dan entah kenapa mereka malah menjadi
sahabat.
Louis
yang sangat tampan
Elsa yang biasa-biasa saja
Louis yang berasal dari
keluarga kaya raya
Elsa
yang
( sekali lagi )
biasa-biasa saja
Louise yang selalu beruntung dalam masalah percintaan
( bagaimana tidak? Setiap perempuan
yang menjadi
kekasihnya selalu
cantik dan sempurna, belum lagi puluhan gadis
lain mengantri untuk menjadi kekasihnya)
Elsa
yang
selalu menunggu dan menunggu belahan jiwanya datang ( sampai
kapan? Bahkan dia sendiri
mulai meragukan kalau "soulmate"
nya
itu ada )
Louis yang selalu menghadapi dunia dengan senyuman, selalu
memandang setiap permasalahan
sebagai kesenangan yang tertunda.
Elsa yang selalu
menghadapi dunia
dengan skeptimisme tingkat tinggi,
memandang setiap
permasalahan
sebagi tambahan
beban
di
benaknya. Kalau disebutkan satu persatu
tak akan ada habisnya,
yang pasti, persahabatan mereka merupakan persahabatan paling aneh di
dunia, dua manusia
paling bertolak belakang yang seharusnya tidak perlu berinteraksi, tetapi malahan terikat
dalam selubung persahabatan.
Elsa, 5 tahun yang
lalu
Semua dimulai 5 tahun yang lalu, rumah
mereka bertetangga.rumah mewah dengan pagar tinggi
dan megah, bersanding dengan rumah
mungil,
hanya berpagarkan dedaunan. Sedikit
menyedihkan untuk dilihat
memang.
Elsa hanya mengetahui tentang Louis
dari mobil mewahnya yang sering keluar masuk pagar, yang
kadang berpapasan dengannya ketika dia berangkat kampus. Hanya itu, dan Elsa tidak pernah
memikirkannya lagi. Tidak mungkin akan
ada
interaksi di antara
mereka berdua, titik.
Jadi buat apa dipikirkan?
Ternyata dia salah.
"Hey, kau itu ternyata tetanggaku ya?", suara itu membuyarkan
Elsa dari lamunannya.
Saat itu hujan juga sedang turun
dengan derasnya, Elsa sedang menunggu
hujan reda, lupa membawa
payung.
Lobby kampus sudah mulai
sepi, banyak mahasiswa lain yang nekat menembus hujan karena bosan menunggu hujan yang tak juga reda.
Louis berdiri di
sampingnya, kelihatan sangat tampan dengan senyum riangnya,
Elsa
mencoba tersenyum singkat, mengangguk, dan kembali
menatap hujan.
Berharap agar laki-
laki tampan - yang salah tempat ini -
menyadari
kesalahannya menyapa gadis biasa yang tidak
selevel dengannya, lalu
pergi. Biar Elsa bisa
melanjutkan lamunannya, sambil
menatap hujan.
"Aku selalu melihatmu setiap berangkat,
tidak disangka ya? Kita satu kampus, satu jurusan pula, biarpun kau
adik
kelasku", Tanpa peduli sikap acuh tak acuh Elsa, Louis
tetap melanjutkan
obrolan, berdiri disebelah Elsa, ikut menatap hujan.
Elsa mengalihkan pandangan dari hujan dan mengernyit menatap Louis, kenapa dengan lelaki ini?
Apakah dia belum
menyadari betapa tidak pantasnya idola kampus bercakap-cakap dengan kutu
buku seperti dia?
"Kau tidak pernah menyapaku",
gumam Louis lagi, karena Elsa tak menanggapi perkataannya
sebelumnya.
"Maaf", itu yang keluar
dari bibir Elsa meskipun hatinya mencelos sinis,
memangnya aku bisa
menyapamu? Kau
yang selalu dikelilingi para
pengagummu? Kau yang berada di duniamu yang kelas
tinggi itu ?
"Kenapa kau minta maaf?", Louise
sedikit menunduk menatap Elsa
"Karena tidak menyapamu?", sahut Elsa spontan, bingung karena percakapan yang tidak lazim ini. Louis tergelak,
"Kalau begitu, aku harus meminta maaf juga karena tidak menyapamu selama ini"
"Tapi aku yang wajib
meminta maaf
duluan, karena kau
ahkirnya menyapaku
dan
aku tidak"
Louis makin tergelak, lalu mengulurkan tangannya,
"Sepertinya kita harus
bersalaman untuk
meresmikan permintaan maaf ini"
Elsa mendongak, menatap Louis yang lebih tinggi darinya, senyum itu begitu hangat, senyum itu
begitu tulus, hingga tanpa sadar Elsa membalas
uluran tangan itu,
"Louise Alexander, meminta maaf
kepadamu dengan setulus hati", gumam Louis sambil
menggenggam tangan Elsa
kuat. Elsa mengernyit,
"Apakah aku harus mengatakan hal semacam itu juga?"
"Tentu saja, kita harus
membuatnya resmi bukan?"
Siapa yang mengharuskannya? Dan lagi kenapa dia
menanggapi percakapan konyol
ini
?
Tapi kata-kata itu terucap juga dari bibirnya,
"Elsa Vania meminta maaf
padamu dengan setulus hati"
Louis tertawa lagi, lelaki ini benar benar riang.
Tangannya masih menggenggam tangan Elsa, lalu
menoleh menatap hujan, yang tanpa sadar, sudah reda.
"Hey, hujan sudah
reda, maukah kau kuantar pulang ke rumah,
wahai
tetangga ?
Itulah awal
persahabatan mereka. Persahabatan
yang tak lazim antara
dua orang yang bertolak belakang di
semua sisi. Sang Pencerah dan Si
Pemurung.
***************
"Sepertinya aku akan putus dengan Jannette minggu ini", Louis mengunyah pisang goreng buatan
ibu Elsa,
Mereka duduk di
teras belakang, tempat Louis biasanya duduk kalau sedang berkunjung ke
rumah Elsa. Dalam tahun persahabatannya dengan Elsa, Louis
seolah olah menjadikan rumah Elsa
sebagai rumah ke duanya,
"Rumahku sepi, tidak
ada
orang, aku kesepian",
gumam Louis dengan kesedihan
nyata saat itu
Dan keluarganya langsung mengadopsi tak
resmi Louis sebagai bagian keluarga mereka.
Elsa
meletakkan dua cangkir kopi susu di meja di antara mereka lalu
menatap Louis dengan tak senang,
"Putus lagi?"Lanjut Bagian Dua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar