Daftar Blog Saya

Selasa, 02 Mei 2017

Kutipan Love Overdue

Ada dalam hidup yang tidak bisa kita kendalikan. Kau bisa terus bicara tentang masa lalu selamanya, tapi itu tidak akan pernah berubah. Itu sudah terjadi. Sudah berlalu. Kita harus terus berjalan. (hlm. 381)

“Menemukan buku-buku yang kita miliki dengan cepat dan efisien adalah pekerjaan dasar seorang pustakawan. Dan lokasi penempatan buku tidak didasarkan pada buku-buku itu sendiri, melainkan pada hubungan mereka dengan buku-buku di sekeliling mereka. Saat sebuah buku diambil dari rak, satu-satunya cara kita tahu ke mana harus mengembalikannya, adalah buku-buku yang ada di sekitarnya.”

Banyak kalimat favorit dalam buku ini:
  1. Kebijaksanaan dan sikap tutup mulut bisa menjadi pilihan gaya hidup yang menenangkan. (hlm. 3)
  2. Tidak ada seorang pun yang bisa hidup tanpa orang lain. (hlm. 102)
  3. Manusia membutuhkan sesamanya, tapi mereka juga membutuhkan tanaman. (hlm. 102)
  4. Tidak ada yang namanya kebahagiaan abadi. Kalau dua manusia berusaha untuk selalu bahagia, kemungkinan itulah definisi dari sebuah pernikahan yang bahagia. (hlm. 105)
  5. Dan tidak ada kehidupan seorang pun yang menjadi lebih baik karenanya. (hlm. 159)
  6. Lakukan apa yang akan kau lakukan. (hlm. 212)
  7. Dukacita dan rasa kehilangan pasti harus dialami. Itu hal yang tak terhindarkan. Tapi itu tidak berarti kalau sebuah selingan tidak diperbolehkan. (hlm. 249)
  8. Kadang memang butuh perbandingan untuk membuat kita menyadari apa yang sudah kita miliki. (hlm. 251)
  9. Ada banyak kehilangan dalam hidup yang tidak bisa begitu saja membuatmu ‘berubah’. (hlm. 326)
  10. Beberapa situasi benar-benar tidak memiliki sisi ‘terbaik’ untuk diusahakan. (hlm. 341)
  11. Kadang perjalanan singkat adalah yang terbaik. (hlm. 353)
Banyak juga selipan sindiran halus dalam buku ini:
  1. Menjadi orang baru dalam pekerjaan seperti menjadi anak baru di sekolah. (hlm. 7)
  2. Bebaskan diri sejenak dari siapa dirimu. (hlm. 22)
  3. Seorang wanita jelas membutuhkan ruang dan waktu untuk dirinya sendiri. (hlm. 31)
  4. Tidak semua orang yang tumbuh besar di sebuah kota kecil mau tinggal di sana untuk selamanya. (hlm. 32)
  5. Sesudah satu kali melakukan kesalahan, kedua kalinya harus lebih berhati-hati. (hlm. 49)
  6. Kenapa seorang wanita yang cerdas harus berpura-pura bodoh? (hlm. 51)
  7. Ketika orang-orang melihat bahwa kau memahami apa yang kau lakukan, mereka tidak akan ragu untuk menerka-nerka atau memberikan kecaman. (hlm. 51)
  8. Konyol sekali menilai orang berdasarkan siapa yang mereka ajak bicara. (hlm. 64)
  9. Kau tampak cukup cantik, jadi tidak perlu membakar rambutmu untuk menarik perhatian. (hlm. 69)
  10. Tidak perlu menyeret anak-anak dalam pasang surut yang normal dari kehidupan pernikahan. (hlm. 105)
  11. Anak-anak sering menjadi korban tidak berdosa dari penilaian buruk orangtua. (hlm. 121)
  12. Orang-orang yang sudah menikah tidak berkencan. (hlm. 150)
  13. Jangan berpikir seperti seorang pencuri. (hlm. 205)
  14. Bagi sebagian orang, ketika mereka merasa tertekan, mereka menghabiskan uang dan hal ini membuat mereka merasa lebih baik untuk sementara. (hlm. 218)
  15. Orang-orang aneh juga perlu makan. (hlm. 235)
  16. Hidup terlalu singkat untuk bersikap ragu saat berusaha meraih kebahagiaan. (hlm. 261)
  17. Cinta memang membuat kita semua menjadi bodoh. (hlm. 307)
  18. Saat masih muda, kadang kita melakukan semua kesalahan. Tapi hal ini tidak berarti kita tidak pantas mendapatkan kebahagiaan pada akhirnya. (hlm. 413)
 

Kutipan Love in City of Angels

Barangkali karena memang seperti itulah ingatan manusia bekerja. Otak kita tidak bisa menyimpan semuanya dalam tabungan ingatan jangka panjang. Kita hanya menyimpan potongan-potongan kisah yang berkesan, yang emosional, yang kita pilih secara tidak sadar. (hlm. 82)

“Bukan kecantikanmu yang membuatku terpukau, melainkan wajahmu yang penuh semangat. Caramu tersenyum, mengerutkan alis, membelakkan mata, juga ekspresi tekunmu. Setelah selesai, kamu berdiri dan melangkah keluar. Tampak sangat percaya diri dan puas, seolah baru saja menyelamatkan dunia.” (hlm. 81)

Beberapa kalimat favorit dalam buku ini:
  1. But life must go on. (hlm. 29)
  2. Manusia mendapatkan apa yang diinginkan, manakala dia berencana dan berusaha. (hlm. 108)
  3. Kadang-kadang kebenaran itu memang menyakitkan. (hlm. 147)
  4. Semua orang punya pendapat, dan kami adalah manusia-manusia yang keras kepala. Jadi, tiap hari ada saja pergerakan baru, masalah yang meletus jadi pertikaian, hal-hal yang kecil menjadi besar. Tapi semua bisa diselesaikan dengan saling bicara. Komunikasi. (hlm. 147)
  5. Kadang merasa peduli dan merasa sayang saja tidak cukup. (hlm. 146)
  6. Apakah kita punya hak untuk menghakimi Zat yang sudah menciptakan kita? (hlm. 203)
  7. Kalau aku saja, yang manusia biasa, bisa memaafkan masa lalu dan menganggapnya tidak ada, apalagi Tuhan? Bila aku yang punya keterbatasan perasaan, bisa menyayangimu sedalam ini, apalagi Dia? (hlm. 203)
Banyak juga selipan sindiran halus dalam buku ini:
  1. Sungguh aneh bagaimana ingatan manusia bekerja. (hlm. 21)
  2. Bagaimana mungkin seorang wanita bisa begitu saja menerima kembali orang yang pernah meninggalkannya? (hlm. 21)
  3. Sudahlah, tidak perlu repot-repot membela diri. (hlm. 33)
  4. Ternyata bolos kerja itu enak juga. (hlm. 42)
  5. Dan mestinya para pria sekarang sadar, wanita cantik tidak selalu berotak kosong. (hlm. 42)
  6. Percaya tidak percaya, di depan wanita, otak kaum pria lebih sering pindah ke dalam celana. (hlm. 43)
  7. Blos kantor ternyata sangat bermanfaat untuk mengembalikan tenaga dan mood. (hlm. 46)
  8. Jangan lama-lama nunggunya, nanti malah mancing dosa. (hlm. 68)
  9. Berdandanlah bila kamu hendak ke bandara. Mana tahu akan bertemu pria mapan, bukan buron, dan pastinya memiliki paspor. (hlm. 69)
  10. Orang bilang, wanita itu seperti monyet. Tidak akan melepaskan satu dahan sebelum dia menemukan pegangan pada dahan yang lain. Tidak akan melepaskan pria yang dia punya, sebelum dia bertemu pria lain. (hlm. 123)
  11. Itu bukan hak kita untuk menghakimi. Bila Allah saja bisa menerima taubat dari dosa-dosa besar, apakah manusia ciptaan-Nya punya pilihan untuk angkuh? (hlm. 148)
  12. Apa itu cinta? Cinta itu cuma cara manusia untuk menyimbolkan nafsunya dengan sesuatu yang terlihat lebih indah. (hlm. 150)
  13. Tidak perlu menyalahkan diri atau apa pun istilahnya. (hlm. 160)
  14. Jangan gonta-ganti terus. Pacar kok kayak baju. Tiap hari ganti. (hlm. 171)
  15. Berbohong itu dosa, dan mengkhianati persahabatan. Dan jahat. (hlm. 197)
 

Kutipan Tentang Kamu

Jadilah seperti lilin, yang tidak pernah menyesal saat nyala api membakarmu. Jadilah seperti air yang mengalir sabar. Jangan pernah takut memulai hal baru. (hlm. 278)

Banyak kalimat favorit bertebaran dalam buku ini:
  1. Kesabaran bisa mengalahkan apa pun. (hlm. 111)
  2. Kita seharusnya lebih banyak bicara satu sama lain agar bisa melewati masa-masa sulit bersama. (hlm. 136)
  3. Aku ingin sekali punya hati sebaikmu. Tidak pernah punya prasangka walau sebesar debu. (hlm. 179)
  4. Saat kita sudah melakukan yang terbaik dan tetap gagal, apa lagi yang harus kita lakukan? (hlm. 209)
  5. Jika kita gagal 1000x, maka pastikan kita bangkit 1001x. (hlm. 210)
  6. Sejatinya, banyak momen berharga dalam hidup datang dari hal-hal kecil yang luput kita perhatikan, karena kita terlalu sibuk mengurus sebaliknya. (hlm. 257)
  7. Hantu masa lalu itu kapan pun bisa muncul lagi. Tidak ada yang benar-benar bisa kita lupakan, karena saat kita lupa, masih ada sisi-sisi yang mengingatnya. (hlm. 270)
  8. Dicintai begitu dalam oleh orang lain akan memberikan kita kekuatan, sementara mencintai orang lain dengan sungguh-sungguh akan memberikan kita keberanian. (hlm. 286)
  9. Sekarang bukan siapa-siapa, tapi besok lusa kita tidak tahu, kan? (hlm. 345)
  10. Daripada kita sibuk bertanya kapan seorang gadis menikah, hanya membuatnya sedih, lebih baik bantu dia agar segera mendapatkan jodohnya. Itu lebih bermanfaat. (hlm. 357)
  11. Biarkan semuanya mengalir seperti air. (hlm. 360)
  12. Jika memang berjodoh, maka berjodohlah. Tidak perlu terlalu berharap, tapi tidak juga sangat negatif menanggapinya. (hlm. 360)
  13. Apa yang membuat pernikahan orang tua dulu langgeng berpuluh-puluh tahun? Karena mereka jatuh cinta setiap hari pada orang yang sama. Itulah yang terjadi. Maka, kesedihan apa pun, ujian seberat apa pun bisa dilewati dengan baik. (hlm. 385)
  14. Hati manusia persis seperti lautan, penuh misteri. Kita tidak pernah tahu kejadian menyakitkan apa yang telah dilewati oleh seseorang. (hlm. 415)

Banyak juga selipan sindiran halus dalam buku ini:
  1. Apakah pengacara seperti kalian tidak mengenal hari libur? (hlm. 2)
  2. Perang memaksa tua-muda, kaya-miskin, siapa pun yang masih sehat dan kuat, pergi ke medan pertempuran. Itu masa-masa menyedihkan. (hlm. 19)
  3. Perang membawa implikasi panjang dalam hukum warisan. (hlm. 19)
  4. Istri-istri zaman sekarang, mereka kadang lebih sibuk dibanding suaminya. (hlm. 29)
  5. Apakah sabar memiliki batasan? (hlm. 48)
  6. Jangan cuma bengong seperti ikan buntal. (hlm. 75)
  7. Apakah sabar punya batasnya? (hlm. 108)
  8. Apa arti persahabatan? Apa pula arti persahabatan? Apakah sahabat baik akan mengkhianati sahabat sejatinya? (hlm. 141)
  9. Nasib, semakin tinggi bola itu terbang, saat jatuh akan semakin sakit rasanya. (hlm. 175)
  10. Ternyata tidak semua orang jakarta itu jahat. (hlm. 217)
  11. Ternyata mencari pekerjaan di Jakarta itu susah. (hlm. 219)
  12. Kenapa orang mudah sekali mengkhianati? Bukankah dalam hidup ini kejujuran adalah hal penting? (hlm. 239)
  13. Kerja keras tidak pernah mengkhianati. (hlm. 262)
  14. Setiap kali kita menunda melakukannya, semakin sedikit waktu yang kita punya. (hlm. 292)
  15. Semakin kamu bilang bukan siapa-siapa, itu justru berarti memang siapa-siapa. (hlm. 343)
  16. Apakah cinta memang begitu? Saat dia mulai menyemai bibit harapan, hanya untuk layu sebelum berkecambah? (hlm. 350)
  17. Tidak baik anak gadis berlama-lama punya hubungan yang tidak jelas. (hlm. 363)
  18. Jatuh cinta kadang membuat orang bisa melakukan hal bodoh. (hlm. 369)
  19. Kehidupan modern yang individualis membawa aspek negatif dalam hubungan keluarga, menghancurkan ikatan keluarga lebih masif dibanding peperangan. (hlm. 441)
  20. Kebencian memang bisa menjadi energi mengagumkan. (hlm. 503)
  21. Lihat! Baca! Biar kepalamu yang dipenuhi kebencian tercerahkan. (hlm. 505)

Kutipan Yes, I Do (But Not With You)

Balas dendam terbaik adalah move on dengan bahagia dan membiarkan karma membereskan sisanya. (hlm. 115)

Beberapa kalimat favorit dalam buku ini:
  1. A friend is someone who thinks you are a good egg even though you are slightly crack. (hlm. 18)
  2. Kadang-kadang, orang tidak butuh bahu untuk bersandar atau teman untuk menangis bersama; mereka hanya butuh telinga yang bersedia mendengarkan tanpa menyertakan bibir yang menghakimi. (hlm. 24)
  3. Tidak ada salahnya mencoba. Tidak menyakitkan juga. (hlm. 70)
  4. Tidak ada yang kebal dari masalah, bahkan orang mati menghadapi masalah apakah ada yang menangis untuknya. (hlm. 130)
  5. Jika setiap rencana yang kita susun terlaksana dengan lancer dan terwujud tanpa gangguan baik dari orang lain maupun situasi, hidup pasti bisa dikatakan sempurna. (hlm. 172)
  6. Ada hal-hal yang kita tidak ingin tahu, tapi kita harus belajar darinya. Dan ada orang-orang yang kita merasa tidak bisa hidup tanpanya, tapi harus kita lepaskan. Tidak semua orang dalam kehidupan kita direncanakan bertahan selamanya bersama kita. (hlm. 201)
Beberapa kalimat sindiran halus dalam buku ini:
  1. Apakah tidak malu menunjukkan kelemahanmu di depan wanita cantik? (hlm. 32)
  2. Jangan mengurung diri terus. (hlm. 59)
  3. Karena hidup butuh distraksi. (hlm. 62)
  4. Jangan-jangan orang lebih mudah berbohong ketika lapar. (hlm. 77)
  5. Ternyata bukan hanya membuat orang buta, cinta juga bisa membuat orang gagal menggunakan logika sehingga tidak bisa melihat kenyataan. (hlm. 105)
  6. Cinta yang murni tidak memaksakan apa pun, hanya mengikhlaskan tanpa menjadi bodoh dalam penyelesaiannya. (hlm. 115)
  7. Semesta kadang-kadang bisa sangat kejam, mengabulkan keinginan seseorang dengan menghancurkan kebahagiaan orang lain. (hlm. 152)
  8. Semesta kadang-kadang terkesan seenaknya menobrak-abrik kehidupan kita yang selama ini tenteram dengan menunjukkan karakter asli orang lain yang terkait. (hlm. 153)
  9. Sayang hidup tidak sempurna. Jebakan Batman di mana-mana. Kegagalan senantiasa mengintai. Kadang-kadang, rintangannya bisa kita duga dan antisipasi, kadang-kadang muncul begitu saja seperti jerawat di ujung hidung atau bisul di pantat. (hlm. 172)

Kutipan Sabtu Bersama Bapak

“Karena untuk menjadi kuat, adalah tanggung jawab masing-masing orang. Bukan tanggung jawab orang lain.” (hlm. 217)

Beberapa kalimat favorit dalam buku ini:
  1. Manusia ditempatkan di dunia untuk membuat dunia ini lebih baik untuk sebagian orang lain. (hlm. 30)
  2. Kembangkan bakat kalian, apa pun itu. Luangkan waktu untuk semua itu. Tapi satu saja, jangan lupa sama tiketnya. (hlm. 52)
  3. Ada orang yang berguna untuk diri sendiri. Ada orang yang berhasil menjadi berguna untuk keluarganya. Terakhir adalah orang-orang yang berguna untuk keluarganya. (hlm. 86)
  4. Harga dari diri kita, datang dari ahlak kita. (hlm. 120)
  5. Beberapa orang dapat mengubah dunia dengan mimpi mereka. (hlm. 150)
  6. Mimpi hanya baik jika kita melakukan planning untuk merealisasikan mimpi itu. (hlm. 150)
  7. Carilah pasangan yang dapat menjadi perhiasan dunia dan akhirat. (hlm. 180)
  8. Karena Tuhan pun melihat manusia dari yang benar dan salah. Dan yang benar itu yang baik. Bukan dari mana dia berasal. (hlm. 207)
Banyak juga selipan sindiran halus dalam buku ini:
  1. Rumah sudah jadi, istrinya kapan? (hlm. 12)
  2. Hati dipakai main PS. Noh, cari pacar pakai hati. (hlm. 15)
  3. Setiap anak berhak cari dan dapat orang yang saling mencinta. Bukan karena mereka mengejar umur senja orangtua. (hlm. 16)
  4. Suami yang baik tidak akan tega mengajak istrinya untuk melarat. (hlm. 17)
  5. Jika ingin menilai seseorang, jangan nilai dia dari mana dia berinteraksi dengan kita, karena itu bisa saja tertutup topeng. Tapi nilai dia dari bagaimana orang itu berinteraksi dengan orang-orang yang dia sayang. (hlm. 36)
  6. Orangtua selalu ingin memberikan contoh kesuksesannya. Kebanyakan, malu untuk memberikan contoh kegagalan sendiri. (hlm. 49)
  7. Menjadi menantu dari seseorang yang jago masak itu ternyata berat. (hlm. 73)
  8. Ada orang yang merugikan orang lain. Ada orang yang merugikan keluarga yang menyayangi mereka. Ada orang yang hanya merugikan diri sendiri. (hlm. 86)
  9. Harga diri kita tidak datang dari barang yang kita pakai. Tidak datang dari barang yang kita punya. (hlm. 119)
  10. Dilepehin sama perempuan itu selalu lebih sakit daripada ditolak kerja. (hlm. 177)
  11. Ketika ditolak seseorang, itu pusing. Soalnya orang cari jodoh kan ngeliat the whole package. Agamanya, kelakuannya, values yang dipegang, pendidikannya, materilnya. Ketika ditolak, yang terasa adalah this whole package. (hlm. 178)

Kutipan Antara Surabaya Solo

Bukankah semua manusia yang hidup di dunia ini, sudah ditakdirkan berpasang-pasangan? (hlm. 18)

Banyak kalimat favorit dalam buku ini:
  1. Bukankah setiap manusia berhak memilih jalan hidupnya masing-masing? (hlm. 5)
  2. Setiap orang pasti akan bertemu dengan jodohnya dan menikah di kemudian hari. (hlm. 18)
  3. Menikah bukan hanya perkara dua orang saling suka terus langsung pergi ke penghulu untuk mengucap janji pernikahan. Tanggung jawabnya terlalu berat. Mengikat. Sekaligus menjerat. (hlm. 60)
  4. Setelah kemalangan pasti ada keberuntungan. Setelah kesedihan pasti ada kebahagiaan. Karena memang begitulah hidup ini selalu berputar, seperti pergantian antara siang dan malam. (hlm. 107)
  5. Bukankah semua kejadian ini bisa terjadi atas ijin-Nya? (hlm. 137)
  6. Bukankah kesempatan kadang tidak datang dua kali? (hlm. 138)
  7. Banyak jalan menuju Roma. Banyak cara untuk mengejar cinta. (hlm. 202)
  8. Kalau kamu memang masih suka, nikah saja sama dia. (hlm. 233)
  9. Biarlah waktu yang menjawabnya. (hlm. 242)
  10. Biarlah cinta memilih jalannya. (hlm. 329)
Banyak juga selipan sindiran halus dalam buku ini:
  1. Untuk apa mengingat sebuah nama? (hlm. 5)
  2. Sesama buaya dilarang saling mendahului. (hlm. 10)
  3. Inilah untungnya pergi sama pacar. Kalau ada apa-apa begini sudah nggak usah bingung-bingung lagi. Cinta memang berguna untuk bayar ongkos juga. (hlm. 38)
  4. Jadi orang jangan pelit-pelit. Sekali-kali bagi rejeki dong sama orang kecil. (hlm. 55)
  5. Zaman memang sudah edan. Sudah tua. Sudah mau kiamat. Orang selingkuh sudah nggak dianggap dosa. (hlm. 69)
  6. Apakah sebuah kemalangan dan rasa sakit fisik selalu membangkitkan romantisme pada diri seseorang? (hlm. 85)
  7. Kamu sih, dari dulu lebih suka pacaran sama buku daripada cowok. (hlm. 116)
  8. Cantik? Tidak? Baik juga bukan. (hlm. 139)
  9. Cinta memang terkadang menjadi sebuah misteri yang tak pernah bisa dimengerti. Datang dan pergi sesuka hati. Menyiksa jiwa dengan rindu. Menggoda hati dengan keindahan khayalan. (hlm. 219)
  10. Jangan terlalu serius begitu. Nanti cepat tua. Cepet mati. (hlm. 253)
  11. Siapa sih perempuan yang suka melihat pacarnya dipeluk perempuan lain? (hlm. 263)
  12. Penyesalan memang tak pernah menyelesaikan persoalan. Ketika waktu sudah tidak bisa lagi diputar kembali ke awal. Kecemasan itu terasa semakin mencengkram batin. (hlm. 276)
  13. Nggak semudah itu. Yang namanya perasaan apa yang bisa dioper-operkan begitu saja. (hlm. 291)
  14. Dulu, mengapa resiko ini tak pernah kita pikirkan saat mengumbar kesenangan? (hlm. 302)
  15. Adakah yang lebih pahit dari cinta bertepuk sebelah tangan? (hlm. 333)
  16. Semua orang juga bakal mati. (hlm. 335)

Kutipan Room

Beberapa kalimat favorit dalam buku ini:
  1. Ini disebut kekuatan pikiran. Kalau kita tidak memikirkannya, tidak akan terasa. (hlm. 10)
  2. Dunia lebih mendadak daripada yang kita sukai. (hlm. 241)
  3. Kita percaya kebebasan. (hlm. 331)
  4. Di dunia ini kau boleh mengatakan apa pun yang kau inginkan. (hlm. 351)
  5. Semua ada waktunya. (hlm. 370)
  6. Setiap orang harus memiliki ruang sendiri. (hlm. 383)
  7. Orang-orang di dunia terus-menerus bergerak. (hlm. 387)
  8. Kau harus berubah untuk bertahan hidup. (hlm. 396)
Beberapa selipan sindiran halus dalam buku ini:
  1. Orang-orang Koran sering salah paham. (hlm. 270)
  2. Tidak ada yang tampak benar-benar berbeda. (hlm. 290)
  3. Orang-orang terlalu menghabiskan banyak waktu di perguruan tinggi. (hlm. 370)
  4. Seorang asing adalah bukan teman. (hlm. 372)

Kutipan Remember Amsterdam

Kau memang membuat segalanya menjadi rumit, tapi itu yang membuatku sadar kau pantas diperjuangkan. (hlm. 366)

Beberapa kalimat favorit dalam buku ini:
  1. Dengarkan kata hatimu. Lakukanlah apa yang menurutmu tepat. (hlm. 14)
  2. Hidup terlalu singkat untuk menyimpan semua perasaan yang tak bisa kauungkapkan. (hlm. 18)
  3. Kalau kau mencintaiku, kau akan merindukanku kapan saja. (hlm. 69)
  4. Cinta itu abadi, tapi bisa berpindah ke hati yang lebih menghargai. (hlm. 78)
Beberapa selipan sindiran halus dalam buku ini:
  1. Jangan bilang kau sudah merindukanku. (hlm. 11)
  2. Kau lebih tahu tentang hidupmu dibandingkan ibumu. (hlm. 14)
  3. Apa bepergian harus selalu memiliki tujuan? (hlm. 52)
  4. Jangan coba-coba membohongiku. (hlm. 71)
  5. Jangan coba-coba melakukan hal yang ada di pikiranmu saat ini. (hlm. 71)
  6. Menatap wanita lain saat sedang berjalan dengan seorang wanita adalah perbuatan tercela. (hlm. 72)
  7. Memangnya apa yang kau lakukan setelah menemuinya? Memohon-mohon cintanya lagi? (hlm. 78)
  8. Jangan menjadi egois. Kau akan kehilangan segalanya bila terus seperti ini. (hlm. 79)
  9. Kurasa kau sudah tahu risiko membaca dalam kegelapan. (hlm. 95)
  10. Apa meminta pendapat kepada laki-laki selalu sesulit ini? (hlm. 123)
  11. Kau tidak perlu gugup. Semua orang akan melalui masa-masa seperti ini. (hlm. 134)
  12. Kau masih mendesakku menikah meski aku menolak? (hlm. 135)
  13. Kau membiarkanku menikahi laki-laki yang tidak kucintai? (hlm. 135)
  14. Kau hanya terlalu percaya diri. (hlm. 163)
  15. Hubungan kita sudah berakhir, apa kau sudah lupa? (hlm. 197)
  16. Katakana sesuatu. Jangan biarkan hubungan ini berakhir begitu saja. (hlm. 231)
  17. Kenapa kau tersenyum-senyum sendiri? (hlm. 315)
  18. Jangan berpikir terlalu jauh. (hlm. 350)

Cerpen : Bacalah Ketika Engkau Patah Hati

Bacalah Ketika Engkau Patah Hati
Devi terbangun tatkala adzan subuh bergema dari masjid di ujung jalan. Entah kenapa pagi ini ia merasa malas untuk berbuat apapun, tetapi untuk tidur kembali pun ia tak bisa. Udara pagi yang dingin membuat ia merasa lebih senang bergelung dibawah selimut sambil melamun.

Pintu kamar sebelah terdengar dibuka. Itu ibu.
“Sejak dulu, Ibu selalu membiasakan diri bangun sepagi mungkin. Lalu terdengar suara ayah sudah bangun sepagi ini,” pikirDevi.
Tetapi kemudian dia ingat bahwa hari ini adalah hari Minggu.Ayahtentuhendak jogging. Benar saja, tak berapa lama kemudian pintu kamarDevidiketuk dari luar.
“BangunDev, temani ayah jogging!” seru ayah.
“Malas yah, masih ngantuk,” sahutDevisambil keluar dari selimut lalu turun membuka pintu.Didepan pintu ayah berdiri lengkap dengan pakaian olahraga.
“Belum shalat,kankau Dev!Ayoshalat dulu. Tidurnya diteruskan nanti saja … “
“Jam satu siang.” Sela ibu ikut bicara. Deva cemberut.
“Oke-oke, tapi Devinggak ikut jogging lho yah! Lagi nggak in good mood.”
Good mood, good mood, bilang aja malas,” kata ibu sambil masuk kamar.Devi bertanya.Ayahkeluar rumah setelah lebih dulu memesan nasi goreng.
Aneh, perasaannya seolah-olah kosong, hampa dan sepi sekali. Entah kenapa. Seorang anak kecil lelaki bersepeda lewat di depan rumahnya.Devimemperhatikan anak itu, sungguh sehat dansegar. Dia mengenakan celana pendek putih dan kaus biru. Topinya juga biru, ada gambarnya di topinya garuda terbang, seperti kepunyaanSam.
Oh,Sam! Ingat akanSam, dadaDeviberdebar-debar sejenak, lalu sepi itu kian terasa … kini dia telah tahu apa yang menyebabkan perubahan pada diri dan perasaannya.
Sam! Semalam ia danSamtelah memutuskan untuk berpisah setelah hampir satu setengah tahun menjalin kasih. Sedih sekali, tentu.
Tetapi sedikit pun jugaDevitak sudi memperlihatkan air matanya. Sakit hatinya mengalahkan kesedihannya.
Samyang teramat ia kasihi tiba-tiba saja berpaling pada gadis lain, siapa yang tidak sedih? Siapa yang tidak sakit hati?
Pipinya basah tiba-tiba.Devimengusapnya dengan punggung tanganya. ”Sedih sih sedih, tapi jangan pakai acara nangis segala dong,” kesenangan dia nanti, gerutuDevipada dirinya sendiri.
“Dev!” Hup! Dev keluar kamar.Didapur ibu sedang menggoreng bawang.
”Tolong lihat daging di kulkas, barangkali yang kemarin masih ada. Potong kecil-kecil ya” perintah ibu. ”Nanti buDevilagi menyapu,” sahutDevi.
”Dari tadi kamu ngapain sih!”
”Melamun … eh, iya bu, iya deh.Devipotong-potong dagingnya,”Devitertawa melihat ibu matanya mendelik.
Setelah sarapan pagi dan membersihkan rumah, tugas rutinnya sehari-hariDevigoyang-goyang kaki di teras depan.
Duduk melamun tanpa pekerjaan membuat pikirannya melayang ke mana-mana.Samyang paling sering dia pikirkan.
Kira-kira si Kepala batu itu lagi ngapain, ya! Mungkin dia sedang bersenang-senang dengan gadisnya yang ”terbaru”.Dimana?
Dipantai atau di tamankota? Alangkah bahagianya mereka, alangkah malangnya nasibnya kesepian di rumah, dan alangkah iriDevipada gadisSamyang baru itu. Tiba-tiba saja merasa ingin menangisi nasib cintanya yangmalang. Mingkin ini yang disebut patah hati … Aku masih mencintaiSam, pikirDevisedih, dia begitu berarti bagiku. Pipinya kembali basah namun secepat kilatDevimengusapnya. Berbahaya sekali kalau ibu sampai melihat dia menangis.Deviberdiri rasanya lebih aman bila dia berada di kamarnya, dimana banyak terdapat benda-benda yang menimbulkan kenangan membuatDevimerasa tersiksa.
Semuanya mengingatkannya padaSam, semuanya membuatDevisemakin sedih, dengan air mata berlinangDevimengumpulkan benda-benda penuh kenangan itu. Dia pernah membaca pada majalah bahwacarauntuk mempercepat melupakan bekas kekasih adalah dengan jalan menyimpan semua barang-barang pemberiannya serta barang-barang yang dapat mengingatkan pada dia, bila perlu bakar saja!
Ketika akan menyimpan kaset Memory of Year,Devi ragu-ragu sejenak. Dia sangat menyukai lagu-lagunya, tetapi kaset yang ia beli bersamaSam itu pasti akan membuatnya bernostalgia. Harus dipetikan!Devi memasukkan semua benda-benda itu ke dalam dus bekas tempat sepatu, kecuali boneka Panda.
Dus itu ia sembunyikan ke laci paling bawah meja belajarnya. Ketika itulah tangannya menyentuh sebuah kotak kayu berukir.Devimengeluarkan kotak kayu berukir itu.
Yang terlihat pertama kali adalah sebuah album foto yang mungil.Devimembolak-balik album itu dan ia tak dapat menahan tawanya melihat wajahnya sendiri ketika masih kecil gemuk, sehat dan tampak lucu. Entah bagaimana bentuk wajahnya bila sampai sekarang dia tetap gendut.Sampasti akan menjulukinya bakpao seperti dia menjulukiErnateman se kelasnya yang gendut gembrot. Ah, lagi-lagiSam. Selain album foto, di dalam kotak itu terdapat boneka kain, mungil dan lucu, buatannya sendiri ketika kelasVISD.
Lalu dalam dus itu ada juga buku-buku notes yang penuh coretan, surat-surat dari Sahabat penanya, dompet kertas, kartu pos bergambar, sebuah cermin kecil hadiah dari neneknya dan selembar amplop yang tertutup rapat.
Devimembalikan amplop itu, terbaca olehnya tertulis di situ : Buat yang manis Devi. Lalu tertulis lagi : “Bacalah kala engkau patah hati”.
Devitercengang. Tiba-tiba ia menyadari bahwa itu adalah tulisannya sendiri!Deviingat,suratyang ditujukan untuk dirinya itu adalah tulisannya sendiri yang ia tulis beberapa tahun silam.
KakDinayang memberi ide.KakDinajuga menulissuratuntuk dirinya sendiri untuk dibaca pada nanti ulang tahunnya yang ke-50.Devimenulis sendiri tiga buahsurat. Satu untuk dibaca ketika nanti ia berusia 50 tahun sepertiKakDina, tapi entah di manasuratitu sekarang! Satu lagi dibaca saat dia jatuh cinta untuk pertama kali. Satu setengah tahun yang lalu, ketika ia jatuh cinta padaSamsuratitu ia baca bersamaSam.Dansekarang … penuh rasa ingin tahuDevimerobek pinggiran amplop itu dia tak ingat lagi apa saja yang dia tulis dalamsuratitu.

“Dear Devi!”
Hari ini hari yang paling menyebalkan bukan? Aku juga merasakan seperti juga aku merasakan perasaanmum kesedihanmu dan sakit hatimu.
Dia entah siapa namanya, memang manusia gombal! Dev. Tapi kukira tak ada salahnya bila engkau ingin menangis. Bukan untuk dia, tapi untuk dirimu sendiri, untuk kesedihanmu. Menangislah, Dev. Menangislah, barangkali tangis itu dapat mengurang tekanan emosi yang kau rasakan saat ini.
Devi yang manis.
Jangan terlalu lama bersedih, rugi Dev. Sekarang, setelah kau yakin dia bukan kekasihmu lagi bangkitlah.
Jangan mengharapkan dia lagi, biarkan dia bersama gadis lain. Engkau dapat hidup tanpa dia, bukan? Bagus!
Sudah kau simpan semua barang-barang yang dapat menimbulkan kenangan bersamanya?
Nah, senyumlah, lihatlah sekelilingmu, banyak yang bisa kau kerjakan saat ini, misalnya membersihkan kamarmu, membantu ibu di dapur. (Kau pasti menolak usulku yang satu ini, Dev!).
Ya ya Dev, tentu saja tidak mudah untuk melupakan dia, tapi kau pun harus ingat bukan hanya dia lelaki di bumi ini.
Salam paling manis,
Sahabatmu.
Devi tersenyum sambil melipat surat itu. Matanya masih berair. “Terima kasihDevikecil.” Gumamnya lirih.
Bagaimana jugasuratuang ia tulis sendiri tiga tahun yang silam telah mengurangi kesedihannya.
“Ya, bukan hanya Sam lelaki di Bumi ini,” pikir Devi sambil menyimpan kembalisuratitu. Ia akan membacanya kembali bila ia patah hati lagi di lain waktu. Siapa Tahu?

Saat Hati Telah Luka

Cerpen Karangan:

Lolos moderasi pada: 28 April 2017
Burung kutilang berkicau dengan merdunya di dahan tertinggi pohon jambu biji yang tumbuh tinggi di samping sebuah rumah berlantai dua. Tepat di samping burung kutilang bertengger, sebuah jendela berdaun satu terbuka membuat hangatnya cahaya matahari pagi menerpa seluruh isi ruangan di kamar itu. Seorang gadis yang berseragam putih abu-abu memandang langit dari jendela yang terbuka.
“selamat pagi kutilang… selamat pagi mentari… selamat pagi dunia…” ujarnya tersenyum.
Dering ponsel mengagetkannya. Ia segera mengambil ponsel yang ia letakkan di meja belajarnya.
“halo kak?”
“Dara, kakak sudah sampai depan rumah kamu. Kita berangkat sekarang ya, sudah jam setengah tujuh lebih…” ujar penelepon yang menghubungi gadis yang dipanggil Dara itu.
“iya, kak.”
Dara segera mengambil tas dan keluar dari kamarnya. Ia menuruni tangga dan langsung menuju ruang makan menghampiri kakak iparnya yang sedang menyiapkan sarapan untuk pamit.
“Kak Tania, aku berangkat dulu ya. Kak Alfa sudah menunggu di depan.” Katanya.
“kamu tidak sarapan dulu?” Tanya Tania.
“tidak, aku sudah kesiangan. Tolong pamitkan kepada kak Doni, ya.” jawab Dara yang langsung keluar.
“iya.” jawab Tania sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Di luar, Alfa sudah menunggu Dara. Dara segera menghampirinya. Mereka segera menuju sekolah mereka. Setiap pagi, Alfa selalu menjemput Dara. Selain karena mereka satu sekolah, mereka juga sudah berpacaran selama hampir satu tahun tepatnya sejak Alfa duduk di bangku kelas dua SMA, sementara saat itu Dara masih kelas satu. Dara sangat mencintai pacarnya itu bahkan sejak mereka masih kecil. Dulu, saat mereka masih sama-sama tinggal di Semarang, rumah mereka berdekatan sehingga mereka selalu bersama. Alfa selalu bersikap baik kepada Dara. Ia selalu melindungi dan menghibur Dara saat Dara selalu diejek oleh teman-temannya karena ia tak punya ayah. Ayah Dara pergi meninggalkan Ibu dan Doni, kakaknya saat Dara masih berada di kandungan. Oleh karena itu Dara sering diejek dan tak jarang Dara selalu menang. Sejak itu, Alfa jadi sangat berarti baginya, bahkan lebih berarti dibanding seorang teman. Namun, saat Dara kelas satu SMP, Alfa tiba-tiba pindah ke Jakarta tanpa memberitahunya karena orangtuanya dipindah tugaskan kesana. Dara sangat sedih saat itu, bahkan ia sampai menangis seharian di kamarnya.
Dua tahun setelah itu, Dara kembali mengalami kesedihan karena ibunya meninggal dalam sebuah kecelakaan bus. Karena itu, kemudian Dara ikut tinggal bersama Doni, kakaknya dan Tania, istri Doni di Jakarta. Doni, yang umurnya terpaut sepuluh tahun dengannya, harus membiayai kebutuhan hidupnya dan adiknya. Untungnya, Doni sudah lulus S2 dan mendapat posisi yang lumayan baik di sebuah perusahaan swasta.
Setelah beberapa bulan Dara pindah, Dara mendapat kejutan istimewa. Alfa dan orangtuanya datang ke rumahnya. Ternyata rumah mereka tak jauh dari rumahnya dan kakaknya. Dara sangat senang bisa bertemu dengan Alfa lagi. Orangtua Alfa datang untuk membicarakan sebuah kesepakatan yang dibuat antara mereka dengan ibunya. Sebelum ibu Dara meninggal, mereka bersepakat untuk menjodohkan Dara dengan Alfa untuk menjaga silaturrahmi. Apalagi, ibu Dara dan ibu Alfa sudah bersahabat sejak kecil. Dan lagi, Alfa dan Dara sudah saling mengenal satu sama lain. Soal pertunangan, akan dilangsungkan saat Alfa dan Dara menyelesaikan kuliahnya nanti. Yang penting mereka bersama dulu. Meskipun awalnya sama-sama terkejut, namun baik Alfa maupun Dara akhirnya sama-sama mau menerima kesepakatan itu.
Kesepakatan itu Dara terima bukan tanpa alasan. Namun, karena memang Dara sangat menyukai Alfa. Saat itu Dara benar-benar merasa paling beruntung di dunia. Namun ternyata itu tak sepenuhnya benar. Dara kira sikap Alfa kepadanya akan seperti saat mereka kecil dulu. namun, yang Dara terima setelah perjodohan itu, malah bertolak belakang dengan apa yang dia pikirkan. Alfa bersikap acuh tak acuh padanya. Alfa memang tak pernah marah-marah padanya, namun juga tak pernah memberi prhatian padanya. Setiap berangkat maupun pulang sekolah, mereka selalu bersama-sama. Mereka juga sering pergi jalan-jalan bersama, namun juga tanpa saling berbicara satu sama lain. Begitulah hubungan yang mereka jalani selama ini. Jika Dara bisa memilih, ia ingin mengakhiri hubungan aneh ini. Namun itu hanya ada di pikirannya saja sementara bibirnya tetap mengatup saat Alfa ada di dekatnya. Ia hanya bisa memendam rasa marah dan kecewanya di dalam dadanya yang semakin panas. Akhirnya Dara berusaha tak menghiraukan sikap Alfa yang jujur saja menyakiti hatinya itu. Ia yakin, jika ia bersabar suatu saat nanti Alfa akan berubah. Dara berusaha meyakinkan hatinya bahwa Alfa pasti punya alasan tersendiri mengapa sikap Alfa bisa berubah seperti itu.
Saat ini hubungan mereka berjalan hampir satu tahun. Namun bagaikan dihantam palu besar, Dara harus menyadari kenyataan pahit bahwa Alfa memang tak pernah sedikitpun mencintainya. Saat itu Dara sedang menunggu Alfa di pintu gerbang untuk pulang bersama-sama. Hampir satu jam Alfa tidak keluar juga padahal semua teman Alfa sudah pulang. Akhirnya Dara memutuskan untuk menghampiri pacarnya itu ke kelasnya. Saat ia sampai di depan kelas Alfa, tak sengaja ia mendengar percakapan Alfa dan tiga teman Band-nya.
“Alfa… kau serius pacaran dengan anak kelas dua… siapa namanya… kalau tak salah Dara. Iya… Dara kan namanya?” Tanya salah seorang dari mereka.
Karena ia mendengar namanya disebut-sebut, akhirnya Dara berhenti dan mendengarkan dari balik pintu.
“Iya.” jawab Alfa singkat.
“Bukankah kau pernah bicara kalau kau tetap akan menunggu Dhea?”
Jantung Dara berdegup. Siapa Dhea? Tanyanya dalam hati.
“Aku memang masih menunggunya sampai sekarang. Aku sudah berjanji akan tetap mencintai Dhea sampai kapanpun. Kecelakaan pesawat yang membuat Dhea hilang itu masih tetap terngiang di kepalaku sampai saat ini.” Ujar Alfa menjawab pertanyaan temannya.
“Lalu kalau kau masih mencintai Dhea, kenapa kau berpacaran dengan Dara? Sebenarnya siapa yang kau cintai?”
“Itu… itu bukan keinginanku. Aku tak pernah mencintai Dara. Aku berpacaran dengannya semata-mata hanya karena kemauan orangtuaku. Aku menurutinya karena aku tak mau membuat mereka kecewa, setidaknya sampai Dhea kembali. setelah Dhea kembali, aku akan bicara kepadaku, aku yakin orangtuaku akan maklum. Selama ini aku baik kepada Dara juga agar orangtuaku tak khawatir dan menyangka kami baik-baik saja.” Ujar Alfa menjelaskan.
“Lalu bagaimana dengan Dara? Kau yakin dia akan menerima saat kau memutuskannya?”
“aku… aku tak peduli. Pokoknya yang aku cintai hanya Dhea, kalian tahu sendiri kan? Lagipula aku hanya menganggap Dara seperti adikku sendiri…”
Mendengar kata-kata Alfa seperti itu, dada Dara terasa sesak dan panas. Dua sungai kecil telah mengalir dari kedua bola matanya. Gadis berhati lembut dan mudah menangis itu langsung berlari keluar dan masuk ke dalam taksi yang kebetulan baru saja menurunkan penumpang tepat di depan sekolahnya. Ia ingin marah, namun tak tahu harus bagaimana. Ia hanya bisa menangis di sepanjang perjalanan pulang.
Sesampainya di rumah, ia langsung masuk ke kamarnya, bahkan teriakan Tania yang memanggilnya tak ia hiraukan.
Sampai matahari tenggelam, Dara masih mengurung dirinya di kamar. Ia tak mau menangis di depan kakak dan kakak iparnya. Ia tak ingin kakaknya itu mengetahui masalah yang dihadapinya, padahal setiap berhadapan dengan kakaknya, ia sulit untuk berbohong. Akhirnya ia hanya bisa berdiam diri di kamarnya. Ia benar-benar tak percaya dengan apa yang di dengarnya siang itu. Kini ia tahu apa yang terjadi sebenarnya sehingga sikap Alfa padanya berubah tak seperti saat mereka kecil. Hatinya benar-benar sakit.
Ponselnya berdering, ternyata Alfa telah menghubunginya berkali-kali. Ia pun mengangkatnya.
“Iya, kak?” Ujarnya pelan.
“Tadi kamu tidak menungguku, ya? Kenapa kamu pulang dulu?” Tanya Alfa.
“Tidak apa-apa. Aku hanya tidak enak badan saja. Ya sudah aku mau belajar dulu, ya. Sampai ketemu besok.” Ujar Dara dan langsung mematikan telepon Alfa.
Dara merasa malas untuk berbicara dengan Alfa. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia marah tapi ia juga cinta terhadap Alfa. Hatinya benar-benar bimbang.
Keesokan harinya, Dara bersiap-siap berangkat sekolah lebih awal. Ia berjalan ke halte bus. Disana, ia sudah ditunggu oleh Dania, sahabatnya. Ia memang sengaja meminta Dania menunggunya untuk berangkat bersama. Ia ingin ke sekolah dengan naik bus daripada berangkat bersama Alfa. Ia ingin menghindari pacarnya itu. Ia ingin belajar tak bergantung kepada Alfa dan berusaha melupakannya. Oleh karena itu, ia berangkat pagi-pagi sekali agar ia bisa pergi sebelum Alfa menjemputnya.
Saat istirahat sekolah, Alfa menemuinya di kelas. Alfa mengambil kursi dan duduk di dekatnya.
“Tadi pagi kamu berangkat dengan siapa? Aku jemput kamu tapi kata kak Doni kamu sudah berangkat.” Ujar Alfa.
“Aku naik bus bersama Dania.” Jawab Dara singkat.
“Kenapa?”
“Tidak apa-apa. Aku hanya ingin merasakan berangkat dan pulang tanpa bergantung sama kakak saja. Aku ingin seperti teman-teman lain saja. Lagipula selama ini aku tak pernah bisa bersama sahabatku selain di sekolah. Jadi mulai saat ini kak Alfa tidak usah jemput aku. Aku bisa berangkat dan pulang sendiri. Kakak juga bisa lebih banyak waktu untuk teman-teman band kakak itu.” Ujar Dara bernada menyindir.
“Kok kamu bicara seperti itu?”
“Ya memang begitu, kan? Kakak harusnya senang aku sudah tak merepotkan kakak lagi.” Jawab Dara sambil bangkit.
“Kamu mau kemana?” Tanya Alfa.
“Aku mau ke toilet.”
Dara meninggalkan Alfa yang masih heran dengan sikapnya yang aneh dan tak seperti biasanya itu.
Hingga hampir dua bulan sudah Dara masih tetap menghindar untuk bertemu Alfa. Meski rasanya berat, tapi ia ingin belajar melupakan dan bila pada saatnya nanti Alfa meninggalkannya, ia sudah siap. Sejujurnya, ia sangat rindu tapi ia memaksakan hatinya untuk tak memikirkannya. Saat di sekolah, ia hanya bisa memandang Alfa dari jauh. Saat Alfa menghubunginya ataupun mengajaknya jalan-jalan, ia berusaha menghindar dengan beralasan sedang sibuk atau sedang tak enak badan. Untungnya, hari-harinya tak sepi karena sampai kenaikan kelas tiga, wali kelas meminta semua murid untuk belajar kelompok setiap hari dengan teman sebangku saat pulang sekolah. Begitupun dengan Dara, setiap hari setelah pulang sekolah ia belajar kelompok dengan Ari, teman sebangkunya.
Setiap hari bersama Ari membuat Dara hampir bisa melupakan Alfa. Sifat Ari yang banyak bicara, perhatian, dan humoris membuat hati Dara terhibur. Dara merasa nyaman saat di dekat Ari. Setidaknya ia merasa dihargai dan dianggap sebagai seorang perempuan. Mereka sering bercanda bersama. Pokoknya Dara merasa sesuatu yang beda saat ia bersama Ari dibandingkan saat ia bersama Alfa. Hingga suatu malam saat Dara dan Ari belajar bersama di sebuah kafe, Ari berbicara kepada Dara.
“Dara… aku mau bicara…” ujar Ari gugup.
“Ada apa?”
“Emm… a… aku… aku menyukaimu…”
Dara yang saat itu sedang mengerjakan tugas langsung meletakkan bolpoinnya.
“kamu bicara apa, sih? Jangan bercanda…” ujar Dara.
“Aku tidak bercanda. Aku sudah menyukaimu sejak kita duduk sebangku.”
Bibir Dara terkatup tak bisa bergerak mendengar pernyataan Ari.
“Aku terlalu berterus terang, ya?…” Tanya Ari yang melihat reaksi Dara yang hanya diam.
“A…Ari… Aku… maaf aku tidak bisa. Aku…”
“Tak apa-apa, kok. Kau tidak usah menjawabnya. Lagipula aku hanya mengakui perasaanku saja kok. Aku tak memintamu untuk menjawabnya. Aku tahu kau sudah punya pacar…”
“Ari… aku…”
Belum selesai Dara bicara, tiba-tiba seseorang mendatangi meja mereka. Betapa terkejutnya Dara saat tahu bahwa orang itu adalah Alfa.
“Kak Alfa…?! Ke… kenapa kak Alfa bisa ke sini?” ujar Dara terbata-bata.
Alfa mengambil tas Dara dan menarik tangannya.
“Ayo kita pulang…!” ujar Alfa.
Alfa menyeret Dara keluar dari kafe. Dara berusaha melepaskan tangannya yang digenggam Alfa.
“Apa yang kakak lakukan…?! Kenapa kakak menarikku seenaknya seperti itu? kakak tidak lihat aku dan temanku sedang belajar? Lepaskan tanganku…!” ujar Dara.
Alfa berhenti dan melepaskan tangan Dara. Wajahnya terlihat marah.
“Belajar? Kamu bilang itu belajar? Kamu kira aku tidak tahu apa yang kalian lakukan dari tadi? Kalian hanya bercanda dan mengobrol. Kalian pacaran, kan? Kamu kira aku tidak lihat saat teman kamu itu mengatakan suka kepadamu…?!”
Dara setengah terkejut dengan kata-kata Alfa. Apa maksud Alfa besikap seperti itu?
“Jadi selama ini kamu menghindariku hanya karena ingin bersama temanmu itu…? kamu bilang sibuk… sibuk pacaran maksud kamu?!” ujar Alfa lagi.
“Apa yang kakak bicarakan? Aku benar-benar bingung. Kakak cemburu? Kenapa kakak harus cemburu…? Bukankah kakak tak mencintaiku? Kenapa harus cemburu?”
“Ma… maksud kamu apa, Dara?”
“Kakak kira aku tak tahu? Aku tahu semuanya, kak! Bukankah kakak tak mencintaiku? Bukankah kakak masih menunggu Dhea kembali kepada kakak? Bukankah kakak tidak akan peduli perasaanku jika kakak sudah bersama Dhea lagi dan kakak akan memutuskanku? Aku tahu, kak! Aku tahu semuanya…” kini Dara sudah bisa mengeluarkan kata-kata yang selam ini dipendamnya.
“Dara… bagaimana kamu tahu?…” Tanya Alfa terbata-bata.
“Kakak tak perlu tahu aku tahu darimana. Memang benar selama ini aku menghindari kakak. Bahkan bersama temanku, aku lebih nyaman dibanding bersama kakak. Kenapa? Karena aku bisa lebih dihargai. Apa kakak pernah mengajakku bicara selama setahun ini? Apa kakak pernah tersenyum kepadaku sekali saja? Apa kakak pernah bercanda, tertawa kepadaku? Aku merasa hubungan kita ini tidak seperti yang lainnya… dimana kak Alfa yang dulu aku kenal? Dimana kak Alfa yang selalu menghiburku saat aku diejek oleh teman-temanku? Dimana kak Alfa… yang dulu berjanji akan melindungiku…?” ucapan Dara terhenti saat air matanya membanjiri pipinya. Ia terisak bersama kata-kata yang terus mengalir deras dari mulutnya.
Alfa hanya diam seribu bahasa.
“Kakak tahu?… sejak kecil aku sangat menyukai kakak. Saat aku tahu kita dijodohkan, aku sangat bahagia sekali. Aku kira karena kakak juga menyetujui perjodohan ini, itu pertanda bahwa kakak juga menyukaiku. Ternyata aku salah. Kakak tidak pernah menyukaiku. Selama setahun ini kakak hanya memperlakukanku sebagai sebuah tugas yang diberikan orangtua kakak untuk kakak. Mengantar jemputku… jalan-jalan bersama… itu semua hanya untuk menyenangkan hati orangtua kakak. Sedangkan kepadaku… kakak tak pernah memikirkan perasaanku. Kakak selalu acuh tak acuh kepadaku. Selama ini aku selalu sabar dan menahan rasa sakit hatiku karena aku punya harapan… tepatnya selalu berharap suatu saaat sifat kakak kepadaku akan berubah. Tapi… waktu aku dengar percakapan kakak dengan teman-teman kakak, aku baru sadar bahwa aku sudah tak punya harapan kepada kakak. Karena kakak hanya akan menunggu pacar kakak yang hilang itu…” kata-kata itu mengalir saja dari mulut Dara tanpa jeda. Air matanya semakin deras.
“Dara… aku…”
“Kak… selama dua bulan ini aku menghindari kakak, akhirnya aku memutuskan untuk…” Ucapan Dara terhenti, seakan ada yang menyumbat tenggorokannya.
“Untuk apa… Dara?”
“Aku memutuskan untuk… menyerah saja. Aku… aku sudah tidak bisa sabar lagi dengan perlakuan kakak kepadaku…”
“Dara… tolong Dara… beri aku waktu buat bicara…” alfa memohon.
Dara diam.
“Dara… aku tahu aku salah. Selama ini aku tak memperlakukanmu sebagai pacarku. Aku minta maaf. Tapi asal kamu tahu… selama dua bulan ini kamu menghindariku… aku rindu padamu. Aku merasa kehilangan sesuatu yang biasanya ada bersamaku. Meski dalam pikiranku hanya Dhea, tapi hatiku tak mengijinkannya… aku mohon Dara… beri aku kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita…”
Dara semakin terisak.
“Dara…” alfa memohon.
“Kak… aku lelah. Bagaimana aku bisa yakin kakak akan berubah?”
“Dara… percayalah…”
“Kak… lalu bagaimana jika Dhea kembali kepada kakak. Apa… apa kakak akan tetap bersamaku? Apa kakak tak akan kembali kepada Dhea dan tak akan meninggalkanku?”
Alfa diam.
“Kakak tidak bisa menjawab, kan? Itu artinya kakak ragu… sudahlah kak. Lebih baik kita akhiri saja semua ini. Kita memang tak cocok. Aku akan bicara dengan kak Doni dan… kalau kakak tidak berani bicara dengan orangtua kakak… aku yang akan bicara…”
Lagi-lagi Dara tak bisa menahan air matanya.
“Dara…”
“Kak… aku mau pulang dulu ya… takut kemalaman…” ujar Dara sambil berlalu.
Alfa memegang tangan Dara, berusaha menahan agar Dara tak pergi.
“Aku antar kamu…”
“Tidak usah… aku bisa pulang sendiri…” sergah Dara.
Dara berlalu pergi menyusuri jalan setapak yang diterangi lampu jalan yang redup. Bulan yang tadinya menerangi malam tiba-tiba tertutup awan. Mendung menyelimuti segelap mendung di hati Dara. Sebuah keputusan yang sangat sulit telah ia ambil. Bukan ia sudah tak lagi mencintai Alfa, namun ia sudah terlalu lelah dan hatinya terlalu hancur melihat kenyataan bahwa orang yang dicintainya ternyata mengharapkan orang lain. Setidaknya ia telah memikirkan masak-masak keputusan ini. Ia akan menata lagi hatinya dan mulai membuka lembaran baru. Ia yakin cinta sejati akan menghampirinya jika saatnya tiba nanti. Dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun caranya… ia yakin cinta itu akan selalu ada untuknya. Siapa yang tahu?
Cerpen Karangan: Septi Nofia Sari
Cerpen Saat Hati Telah Luka merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.