Oleh:
Utami Panca Dewi
Memiliki anak dengan banyak talenta merupakan karunia
tersendiri. Untuk menggali talenta buah hati, banyak orang tua yang berlomba-lomba
memberikan berbagai macam les tambahan bagi putra-putrinya.
Saya juga termasuk orang tua yang ingin anaknya memiliki
kepandaian dalam bidang tertentu, khususnya seni. Sejak kelas satu SD, anak
perempuan saya sudah saya ikutkan les menari, melukis dan les vokal. Tetapi
rupanya di bidang menari dan menyanyi ia kurang berminat. Untuk menggambar dan
mewarnai, ia kelihatan ada bakat. Hal itu dibuktikannya dengan nilai
akademisnya yang mendapatkan A dan beberapa kejuaraan yang berhasil diraihnya.
Kelas dua, les menari dan les vokal saya hentikan, saya
ganti dengan les artskill dan les
biola. Saya tunggui ia setiap kali berangkat les biola. Betapa senang dan
bangganya perasaan saya ketika ia bisa naik ke atas pentas dengan biola
kecilnya. Tepuk tangan meriah dari penonton sungguh melambungkan saya, ketika
ia berhasil membawakan dua buah lagu anak-anak.
Saya bak seorang awak media, sibuk mengabadikan peristiwa
itu dengan gadget di tangan. Setelah
itu, saya upload fotonya di sosial
media. Banyak teman-teman yang memuji saya, karena saya memiliki anak yang
bertalenta di bidang musik.
Namun suatu hari, saya dikejutkan dengan permintaan atau
lebih tepatnya permohonannya. Ketika itu, ia sedang berbaring dan bersiap-siap
untuk tidur. Tiba-tiba ia berkata, “Bunda, Karen ingin ngomong sesuatu sama
Bunda. Tapi Bunda jangan marah ya...”
Aku tersenyum sambil mengangguk mengiyakan permintaannya.
Lalu ia melanjutkan perkataannya.
“Adik tu
sebetulnya pengeeen banget ikut les
qiroati di sekolah.”
“Kenapa?”
“Adik pengen
seperti Rara sama Bella. mereka jilidnya sudah tamat dan sudah boleh membaca
Al-Qur’an. Adik pengen les biolanya
berhenti dulu dan ganti les qiroati, please....”
bisiknya memelas.
Aku terdiam sejenak. Selama ini, gadis kecilku memang
sudah aku masukkan ke SD Islam terbaik di kotaku. Dengan sistem one day school, ia harus berangkat pukul
07.30 WIB dan baru pada pukul 15.00 WIB, ia tiba kembali di rumah. Tetapi
bisakah itu menjadi jaminan bahwa bekal agamanya telah cukup? Sementara aku
sendiri sehari-hari selalu sibuk dengan pekerjaan kantor yang seolah tak pernah
selesai.
Tak terasa mataku membasah mendengar permintaannya itu.
Aku jadi teringat terjemah dari QS Al Kahfi:67: “Harta dan anak itu adalah perhiasan dunia.” Juga terjemah dari QS Al-Anfal ayat 28: Sesungguhnya harta-hartamu dan anak-anakmu
adalah fitnah.” Betapa naifnya aku yang berbangga-bangga dengan talenta
seni yang dimilikinya, sementara kebutuhan rohani sebagai bekalnya di akhirat
nanti justru aku abaikan. Padahal kebanggaan di dunia itu hanyalah sementara
sementara akhirat itu abadi.
Dengan lembut aku sentuh dagunya sambil berkata, “Iya
boleh... Maafkan Bunda ya Nak.” Senyum segera menghiasi seri wajahnya dan
tangan kecilnya terulur memelukku. Terima kasih malaikat kecilku, bisikanmu
telah menyadarkanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar