Daftar Blog Saya

Selasa, 13 Februari 2018

Selimut Hitam, Dimensi Api Politik, Diorama Palestina, dan Lainnya

Puisi-puisi Ivan Aulia (Media Indonesia, 11 Februari 2018)
Selimut Hitam ilustrasi Pata Areadi - Media Indonesia.jpg
Selimut Hitam, Dimensi Api Politik, Diorama Palestina, dan Lainnya ilustrasi Pata Areadi/Media Indonesia

Selimut Hitam


Membalut kejiwaan terpuruk
Selimut hitam akan membawa alam keburukan
Merendam di akhiratmu
Menilam mimpi tak kunjung tenang

Berisi suara berisik
Tak kemungkinan akan tersirah apa-apa
Mengucapkan deringan senja yang memukau
Dan menggejolak di pening asa
Sia-sia menggumam siasat
Dan memejam mata memungkiri selamanya

Surabaya, 2018

Dimensi Api Politik


Kubu berdatangan
Tersemu paruh nyawa
Di tengah nasib memimpin lima tahun
Untuk mempergoyahkan asa
Serasa membara di penjuru selasar
Kemudian menggeroti misi
Membangun sejahtera

Kadang menduga
Tersentuh pilu membengkam di kubu politik
Kini terpandang bulu
Tergumam silam membahana
Rakyat menunggu
Kemudian membelenggu jantung tanah air
Bersiap bernyawa risiko
Situasi tak genting
Hanya menghitung hari
Menjadi pemimpin masa depan

Surabaya, 2018

Sajak Pujangga untuk Asmat


Saat ini Asmat telah kelaparan
Semenjak lama terpuruk gizi
Salah satu wilayah cukup terparah
Betapa kasihan menderita campak berujung maut
Kelaparan hampir melanda dimana-mana
Tepian merendahnya ekonomi

Sajak pujangga untuk Asmat
Sengaja ku lukisan sebuah hidup sederhana
Jangan menganggap sajak sepenggal batasan
Hanya disirna ke penjuru nusantara
Selamatkan Asmat dari penyakit
Beserta kelaparan yang menimpanya

Surabaya, 2018

Diorama Palestina


Jelajahi bumi tak kunjung damai
Diorama di antara persaudaraan begitu rapuh
Runtuhan merujuk penyiksaan
Serasa mengundang kesedihan amat dalam
Membengkam di ujung kalbu
Memilu pada kekuasaan
Serasa ingin menduduki kembali
Dengan cara mengembalikan hak
Dipaksa untuk bergoyah di tanah Yerussalem

Surabaya, 2018

Selamat Jalan Ustadz Hilman


Tahun ini kehilangan pendakwah setia
Selalu membara pesan di penjuru umat
Apa jadinya telah kehilangan sisimu
Mengusap kenangan tak kunjung hampa

Membengkam di suluh pendam
Kemudian memancarkan air mata
Serasa mengimbang di kota santri
Tanpa sekata apapun

Membedah suluh dialirkan pancaran kalbu
Mungkin meninggalkan tetesan
Temui di surga nanti
Akan selamatkan hidup tanpa henti
Sampai jumpa pendakwah agung
Memilu senja di tengah kalam
Jangan meninggalkan umat
Tetapi mencintaimu penuh seutuhnya

Surabaya, 2018

Kedzoliman Preman di Ujung Malam


Masih saja berkelana pada kota pahlawan
Menyembara hati digusur emosi
Di antara kedzoliman yang dirasuk oleh Preman
Mengintip kemesuman
Telembuk porna mencuci moral
Malam sangat dangkal
Tiada daya memilah taubat
Setiap saat mati akan menjemput sakaratul maut

Surabaya, 2018

Memprotes Kembalikan Sawah Kami


Mengembalikan lahan
Membangun tol tanpa izin pengembang
Rakyat telah mengamuk
Memasang kalimat sedikit menyindir pengembang bangunan
Semuanya tanpa terkecuali

Memprotes kembalinya sawah
Tetapi menolak dan dilanjutkan proyek
Jika dibiarkan akan dilapor ke lembaga pimpinan daerah
Atas insiden yang menerjangi seenaknya sendiri
Tiada jawaban lain selain menyelaraskan peradaban
Satu kalimat tak bisa terlupakan

Jangan sekali merebut tanah hak milik tanpa izin
Jika dibiarkan akan kehilangan pekerjaan
Dan menendang wajah pembangun jika terpaksa
mempertaruhkan nasibmu

Surabaya, 2018

Menikmati Fajar Subuh


Saksikan dirimu di fajar subuh
Serasa tubuh meruyup sujud
Betapa menghinggap di udara
Kembalilah pada purnama yang telah lewat
Terkobar pada air mata

Menakjubkan sayap
Sementara menerbitkan fajar
Tunaikan keakraban di waktu syuruq
Mengembara pagi sungguh segar
Selamat mencicipi fajar subuh
Serta selamat menikmati pagi yang bahagia

Surabaya, 2018

Bersebrangan Lautan Malam


Menatap sebrang jauh di tepi lautan
Sunyi pada pantai begitu sepi
Menggelorakan selaras keajaiban
Melalui sebuah kejutan yang tak pernah ada
Terpendam selembut hangatnya kopi
Mendiami malam begitu indah

Belum terlepas melekat oleh perempuan belia
Tak terpenggal sebuah kalimat
Yang belum dituliskan
Sepulang di pantai sendirian
Akan terasa membawa keajaiban
Melalui sebuah sajak untukmu serta melembutkan
kehangatan hatimu

Surabaya, 2018

Belajar di Malam


Anak tak sempat belajar di malam hening
Malah bermain sana sini
Belajar menetes teori
Tetapi meresap pengetahuan
Endap menggelapkan asa
Serasa esok lebih cemerlang
Hanya dua jam telah merampung kata-kata
Siapkan di pagi gemilang

Surabaya, 2018


M Ivan Aulia Rokhman, Mahasiswa Universitas Dr. Soetomo Surabaya. Lahir di Jember, 21 April 1996. Karyanya dimuat di koran lokal dan nasional. Beberapa puisinya juga dimuat dalam antologi Bukan Kita (2017), My Teacher (2017), Syair dalam Nada (2017). Bergiat di FLP Surabaya, dan UKKI Unitomo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar