Daftar Blog Saya

Rabu, 10 Januari 2018

Pakhuis, Waterleidingduinen, Hoi, dan Lainnya

Puisi-puisi Kurnia Effendi (Padang Ekspres, 07 Januari 2018)
Bahnhof Brackwede ilustrasi Google.jpg
Bahnhof Brackwede ilustrasi Google

Pakhuis


1
Sejak 2013, gudang itu menjelma restoran
Ruang dengan lampu temaram
atau teras belakang dengan flora rambatan

Sebagian ilmuwan mampir untuk makan
Sepiring salad dengan ayam bakar
atau burger tebal berlapis keju kambing
Bir dingin dalam botol langsing
menggusah angin yang meragi matahari

Di depanku: Joss dan Frieda berbaku cakap
perihal pahlawan, dengan tafsir beragam
Aku tetap bersiteguh mencari Raden Saleh
dengan cara yang kutempuh

2
Pakhuis tentu berbeda dengan Pak Kumis
Ia tidak membakar sate atau meracik bakso

3
Kukunyah tebaran kacang: mete dan almond
Dari piring tembikar yang kini kosong

Leiden, 13 Juli 2017

Waterleidingduinen


Kepadamu, Amsterdam
Kusiapkan berjuta liter air minum
Sepanjang hari, bertahun-tahun

Bukit pasir ini telah rimbun menghijau
Ratusan kijang tamasya dan bebas bercanda
Beranak cucu tanpa ancaman

Kepadamu, Amsterdam
Kukirimkan berjuta liter air minum
Aman sungguh, tidak beracun

Membiarkan pohon tumbang di hutan
Agar kelak tumbuh banyak cendawan
Tapi belum saatnya menaruh induk macan
Agar seimbang mata rantai kehidupan

Zandvoort, 26 Juli 2017

Hoi


Para petani tak perlu menghitung hari
Zomer sudah berangkat setengah musim
Saatnya menggulung rumput kering
Untuk kudapan ternak kesayangan
Sepanjang winter nanti

Kini kuda lepas dari istal
Menikmati surya dan air tepi perigi
Sapi mewarnai kulit mereka
dengan khayalan pulau di seberang negeri

Tubuh sungai yang tenang
Telentang telanjang bagai siap bercinta
Lekas menumbuhkan aneka flora
Bagi peternak desa yang merindu kota

Hoi sudah disusun dan ditimbun
Serupa harta karun
Domba yang berbulu tebal
Tak hanya memerlukan bantal

Para petani menabung jalinan jerami
Di bawah cuaca dan tangkas jemari

Bergen op Zoom, 10 Agustus 2017

Sepanjang Witte de Withestraat


Akhirnya tiba di sini: sebuah jalan
yang tak kenal sunyi. Malam berdiang
pada api yang memenuhi mata.
Menari-nari

Sepasang kaki perlu diluruskan
dalam restoran yang sibuk
Menyeduh teh Cina di poci porselen
Warna kuning tak kunjung jadi cokelat

Setelah memesan menu nomor lima belas,
pembicaraan semakin berkelas
Tentang sejarah dua bangsa dan
kenangan yang tersisa

Empat mangkuk bakmi bebek terhidang
Kami seperti petani menghadapi ladang
Penat itu perlahan terlucut dari badan
Kesumat itu membuat mangkuk kembali perawan

Akan kuingat namamu, Hung Kee
Sebab serat lidahku menyimpan bumbu
Masakan yang mengobati rindu
pada tanah airku

Rotterdam, 22 Agustus 2017

Stasiun Brakwede


Kumasuki Jerman: kusentuh
dingin logam. Centrum menjadi
Zentrum sejak di perbatasan

Bis yang melata dari jauh
tak berkeringat setetes pun
Tiba tepat waktu: pukul 18.45
Dan udara sepakat menurunkan suhu

Disambut dua kafetaria: di halte
dan stasiun. Masing-masing memiliki
kopi di bawah citarasa sejati

Masih lima jam tempat yang kutuju
Setelah seluruh kilau langit redup
Ditukar sejumlah lampu
Roda besi kereta sesekali menderu
Bielefeld, 23 Agustus 2017

VOC – 1


Lambung kapal ini terbagi dua kasta
Para juragan dan bangsawan penggemar
kalkun panggang dan pekerja kasar dengan
keringat berikut debu yang melekat

Haluan membelah samudra berhari-hari
Nyanyian ombak membersitkan nada tualang,
Memperbesar nyala lampu yang ditangkap
puncak mercu suar

Roti terus dibikin, perapian selalu membara
Di gudang bertumpuk peti-peti lada, cengkih,
kayu manis, pala, dan kopi. Tong-tong bir
berlimpah untuk pelayaran yang panjang

Para mualim hanya tahu kapan layar digulung
atau dikembangkan. Mereka tuli terhadap
pembicaraan calon pengantin di kabin buritan
Sementara bulan cemerlang dan laut pasang

Dasar lambung kapal itu menghimpun hasil
jarahan. Berlayar dalam pesta pemburu harta
Suatu saat, bendera dagang itu berganti warna
Mereka datang angkat senjata
Den Haag, 27 Agustus 2017

Kurnia Effendi lahir di Tegal, 20 Oktober 1960. Menulis cerpen dan puisi di media massa sejak 1978. Telah menerbitkan 21 buku (puisi, cerpen, esai, novel, memoar). Kumpulan puisi tunggalnya: Kartunama Putih (1997), Mendaras Cahaya (2012), Senarai Persinggahan (2016), Hujan Kopi dan Ciuman (2017). Pada bulan Juli-Agustus 2017 mengikuti program residensi penulis dari Kemendikbud RI, memilih negeri Belanda untuk riset penggarapan novel tentang Raden Saleh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar