
Ingin Melepasmu
aku ingin melepasmu sejauh-jauhnya
atau setinggi-tinggi langit
dan tak kurindu lagi agar tak kucari
atau menanti pulangmu
seperti asap rokok ini
setelah kuhempas ke udara
tak kuingin kembali
untuk kunikmati nikotinnya
aku selalu lupa
setiap sudah kulepas
KA, 5 Sept 2017
Matahari Berdiam di Mataku
saat terbangun, matahari
sudah berdiam di mataku:
tak ada kopi hangat di meja
aku begitu rindu
tak ada kicau murai
aku sangat berharap
fajar lesap cepat
tamu-tamu sudah pergi
di dapur kuhidupkan api
merebus kopi:
untuk kita
pahit?
kecup bibir gelas itu
sisa manisku kekal
10 September 2017
Kota Asing
aku asing di kota ini
tak tahu situasi apa-apa
karena aku belum pernah
pesiar, kecuali merasakan
kabut luruh di jendela
maka aku hanya diam
ketika kau berdendang
tentang keriangan
sepasang angsa
di kolam
11-13 Setember 2017
Esok, Aku akan Jemputmu
aku datang
malam lengang
dan jika kau bimbang
kubawakan kidung
lelaplah lelap
sebelum kau pejam
mari kita jalan-jalan
mengantongi kota
demi kota kenangan
di kedai segelas minuman
esok, aku akan jemputmu
kuletakkan bunga
yang basah
oleh embun
karena ciuman
2017
Jalan Buntu
jalanmu sudah buntu, katamu
lalu tak ada lagikah perjalanan
menuju rumahmu? aku tak
pernah kehilangan alamat,
arah, ataupun tanda—bahkan
di kota asing yang tengah
dihantam gigil, salju luruh
di kepalaku. kanal ramai
air, dan orang-orang berjaket
tebal ke stasiun, pasar,
atau kampus—maka aku
jauh dari tersasar; berputar
di kota tak kukenal ini
sebelumnya. sebuah kota
dalam mimpi pun belum
pernah
kini aku mencari alamat
rumahmu, dalam kartu nama,
brosur pariwisata, dan menu
di kafe berasap mariyuana; aku
hampir mabuk ya mabuk
hanya pada rumah dan dirimu
yang begitu senyap demikian
tak terkata-kata
wajah yang suci
tubuh yang lancip
14-16 September 2017
Ini Kopi Seduhlah
sekiranya kau sendu
ini kopi seduhlah
sambil memandangi
sisa embun luruh
dari daun di taman
kenanglah perjumpaan
dan pelan-pelan cinta
akan kembali tiba
untuk mengucap:
“adakah yang hilang
dari ini perjalanan?”
13.09.2017
Aku Ingin Kabarkan
aku ingin kabarkan padamu
tentang pagi tanpa embun di sini
juga segelas kopi tiada gula;
kunikmati pahit hidupku, cinta
yang runtuh di halaman rumah
matahari yang dulu biru
kini serasa warna darah ada yang
dibantai, pisau di tangannya itu
lalu hilang di balik punggung
pagi tanpa gorengan, kopi tak lagi
pakai gula. kunikmati pahit hidup
kota-kota hanya mengirimkan kemilau
jalan-jalan padat sepagi ini, kata kawanku
lewat pesan pendek. ia tak bergerak
selama 45 menit, panjang kemacetan
lebih dari 5 kilometer menuju pusat kota
beginilah. setiap pagi ingin kukabarkan
tentang hidup—saling mengisap—yang
tak bisa kutulis sebagai catatan harian
20 September 2017
Isbedy Stiawan ZS, Sastrawan, pengampu Lamban Sastra dan aktif di Komunitas Gedung Meneng (KGM).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar