Daftar Blog Saya

Rabu, 15 November 2017

Patah Bingkai, Sabai dan Cara Mengasah Pisau

Puisi-puisi Esha Tegar Putra dan Ahda Imran (Kompas, 11 November 2017)
The Allure of Shadows ilustrasi Trini Taslim - Kompas.jpg
The Allure of Shadows ilustrasi Trini Taslim/Kompas

Patah Bingkai, Sabai


Sudah kubenam betung itu dalam-dalam, Sabai
di lubuk larangan
di tempat seribu telur ikan puyu
menetas dalam semalam

kuperam betung saat bulan disungkut awan

dan betung kubangkit dua puluh tujuh
malam berikutnya. Tapi mengapa
layanganku tetap patah bingkai?

Tidak kutakut mata pisau mengena paha
marekan ganih kubalut pada telapak tangan.

Kubelah betung.

Kuraut. Pelan.
Serupa menggusuk kuduk kuda
tiga mantera kubaca
tiga mambang kupanggil serta
angin mulai berpusar tiga mata pula.

Patah bingkai, Sabai. Layanganku tetap patah bingkai.
Ia terbang tenang di angin sedikit
kibaran ekornya seakan terus berseru
“Benang jangan dipuntal!”

Mahali, 2017
  

Tak Sampai-sampai


Kupiuh dendang terbaik itu, Sabai
di atas kereta terakhir
sebelum corong-corong toa stasiun mengurangi gemanya
pulang dihimbaukan berulang-ulang
lampu-lampu pudur teratur
dan jam malam membikin ingatan jadi pandir.

Terus aku masuki dendang terbaik. Seperti kumasuki
kota ini dengan harapan nasib buruk akan terlipat cepat.

Kereta melesat
di luar jendela, segala lewat tidak beraturan.

Sementara di dalam, semua konstan
orang-orang duduk tersadai
lengang terus datang timpa-bertimpa
ke pangkal rabu mereka
dan jalur lurus seakan jadi penebus hari-hari tergadai.

Aku masuki terus dendang terbaik. Di atas kereta terakhir
sebelum sampai benar ke pemberhentian
kepalaku menghentak-hentak ke masa lalu
jauh ke seberang lautan
ke sebalik bukit barisan
ke lapisan gerbang dusun
hingga ke celah-celah papan dinding rumah
dan pagu dapur
kuhidu udara dalam bau pahit empedu tanah
bau beras berkutu
harum daun kopi basah.

Dan tak dapat kujangkau lebih jauh lagi, Sabai.

Sebelum aku sampai pada gerai rambut
dan bungkahan gelombang susumu
kota, stasiun, dan jalur kereta telah menertibkan segalanya
menertibkan badanku
membikin pandir ingatanku.

Dendang demi dendang terbaik
kini tidak menyelesaikan apa-apa lagi
badan tiba sudah, tapi ingatan tidak.

Mahali, 2017

Esha Tegar Putra lahir di Solok, Sumatera Barat, 29 April 1985. Buku puisi terbarunya bertajuk Sarinah (2016).

Pengantin


Orang suci dan bidadari
Kafan putih orang mati

Harum tubuh bidadari
Hangus daging orang mati

2017
  

Sumpah Orang Suci


Kerumun dalam jubah
Muslihat balik lidah

Kesumat orang suci
Sisik ular bawah kursi

2017

Buat Drawing Tisna Sanjaya


Kata orang suci
Lidah sedingin belati

Jubah orang suci
Putih orang mati

2017

Di Bawah Pohon Ingatan


Daun-daun putih

Tubuhku bau bunga. Di jantung tanah
darahku memancur. Tepercik jubah
orang suci. Dari gurun-gurun gelap
kuda-kuda menyerbu. Para ksatria
dengan tubuh tak berkepala

Daun-daun putih

Di sebatang pohon bernama ingatan
Di bawahnya aku berkubur. Jantungku
sedingin batang pisang. Menjelma mata air
Memancur ke tengah kolam. Tempat orang suci
menyuci jubah dari percik darah

Daun-daun merah

Kuku-kuku kuda memercikkan api
Orang-orang tak berkepala. Menyerbu
ke jantung gelanggang. Menyeru pahala
hukum suci, sungai mengalirkan susu
dan bidadari. Dari bawah meja ular
mendesis dan melata

ke arah kuburku

2017

Cara Mengasah Pisau

kepada Eep

Bentangan angin: Suara orang
menenun jubah dan mengasah pisau
Selat yang dingin: Suara orang
memilin lidah dan membakar pulau

Setenang air muara, tuan,
kami mendengar kata beringsut
Gelagat kesumat bertukar tempat
dengan muslihat

Berkerumun orang sekaum
Majelis agung yang diberkati
Sekaliannya jadi suci

Juga kebencian itu, tuan…

Bentangan angin: Kain jubah
yang berkibar barisan gagah para lasykar
Selat yang dingin: Kapal seberangkan
gelap ke pusat pulau mengangkut
para pengasah pisau

Setenang air muara, tuan
hujan memandikan jenasah
Di lehernya kami mencium
bau ludahmu, tuan

Berkaum-kaum kami membuat barisan
Kumpulan penuh berkah. Berkuasa
atas sekalian yang menjadi suci

Juga cara mengasah pisau

2017

Buat Drawing Herry Dim


Lidah orang suci
Hitam seperti jeruji

2017

Cerita Selendang Ibu


Selendang peninggalan ibu bertumpuk
di rendaman air cucian. Air yang mengalir
dari lubuk ingatan. Bapak selalu membilas
selendang ibu dengan tangannya yang masih
berdarah. Sehingga selendang ibu berwarna
merah. Warna yang mengundang
para arwah

Serupa zombie mereka. Mengepung rumah ibu
Mencari-cari selendang ibu. Selendang dalam
jantung kesumat dan muslihat. Selendang
yang kata bapak dulu dipakai ibu menari
Tarian darah silsilah merah

Selendang peninggalan ibu bertumpuk
di lubuk ingatan. Lubuk berair gelap
Dari gardu bapak selalu mengawasimu
Juga lasykar dan ksatria
tak berkepala itu

Menderu kuda-kuda perang mereka

Selendang ibu sepanjang jalan
Tak hilang dendam sepanjang badan

2017

Marnixstraat


Jantung dingin berkaki hujan
Langit putih rambut angin
Maut sayang dipeluk ingin
Melambai ibu di kejauhan

Musim gugur pohon basah
Mantel biru tubuh perempuan
Teringat kau di ujung jembatan
Manusia membelah di pucuk lidah

Lembut engkau berkuasa di bayang
Pemangsa berdiam di seberang angin

Di muka gerbang musim dingin

2017

Ahda Imran lahir 10 Agustus di Kanagarian Baruhgunung, Sumatera Barat. Rusa Berbulu Merah (2013) adalah salah satu buku puisinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar