Kesetiaan?
Lina Mengekeh.
Anisa mencibir.
“Aku gak
percaya!” pekik Anisa.
“Palsu! Nggak
ada itu!”sambung Lina Sinis.
Karin cuma
menggeleng mendengar ucapan dua sahabatnya di tempat kos itu. Nggak heran kalau
Anisa dan Lina nggak percaya lagi akan kesetiaan seorang cowok. Cowok nggak
bisa dipercaya! Sejak putus dari Andi, Lina nggak percaya kalau ada cowok yang
akan menjaga kesetiaan cintanya. Setelah setahun lebih pacaran, Andi berlalu
begitu saja hanya karena seorang Sarah yang lebih cantik darinya. Sementara
Anisa, cinta pertamanya kandas begitu saja. Sama dengan Andi, Roni pun
nyeleweng. Anisa nggak peduli lagi akan kesetiaan.Kesetiaan yang pernah dia
miliki untuk Roni, telah dihancurkan cowok itu. Anisa bahkan menyalahgunakan
kesetiaan setiap cowok yang coba tulus mencintainya. Balas dendam! Begitu yang
Anisa ucapkan setiap kali Karin protes. Setelah Anisa menyakiti hati seorang
cowok yang mencintai Anisa.
Tapi tidak
Karin. Gadis itu tak sedikitpun terpengaruh. Karin sangat mengangungkan
kesetiaan. Dia percaya, kalau kesetiaan yang dia miliki untuk Anang, akan
dibalas dengan kesetiaan yang sama dari cowok terkasih itu. Karin yakin akan
kesungguhan cinta Anang padanya. Dan Karin tetap mempercayai bahwa Anang akan
selalu menjaga kepercayaan dan kesetiaan yang dia berikan untuk Anang.
“Cinta banget sama
Anang ya, Rin?”
Kain tersenyum
kecil. Tak dijawabnya. Anisa pasti menemukan kerjap itu di matanya.
“Nggak kepengen
cari yang lain?” kejar Lina.
Karin membentuk
keningnya hingga berlapis tiga. Sejurus kemudian dia menggeleng mantap.
“Wahyu ganteng
loh, Rin.”rayu Anisa.
Karin tersenyum.
“Didi
juga,”timpal Anisa.
“Kalian
ini,”sungut Karin manja. Bibirnya masih menyunggingkan senyum. Di matanya
bermain sosok Wahyu dan Didi. Dua cowok yang pernah coba mengusik hubungan
Karin dengan Anang. Tapi dengan kesetiaan yang dimilikinya untuk Anang, Karin
mampu membuat Wahyu dan Didi mundur teratur – tanpa Karin menyakiti kedua cowok
itu. Dan mereka nggak pernah Karin lagi.
“Yakin Anang
juga setia?”usik Anisa.
Karin mengangguk
mantap.
“Pernah kepikir
Anang nyeleweng?”
“Dia nggak akan
melakukannya,” bantah Karin cepat.
“Terlalu yakin!”
“Dua tahun lebih
menjadi kekasihnya, telah cukup mengukur kesetiaannya padaku.”
“Dua tahun nggak
bisa dijadikan ukuran kesetiaan, Rin,”sangkal Lina.
Karin diam.
Boleh jadi apa yang Lina ucapkan, tapi aku percaya kesungguhan Anang, bantah
Karin dalam hati.
“Pikiran orang
suatu saat bisa berubah.”
“Itu lain soal.
Kita bicara soal kesetiaan,” bantah Karin lagi.
“Justru
kesetiaan tidak bisa dipisahkan dari pikiran.”
Karin
menggeleng. “Kesetiaan lebih mendekati sifat seseorang,”bantah Karin lagi.
“Seorang cowok yang punya sifat bosanan. Itu jelas. Dia tak memiliki kesetiaan
sama sekali. Bila kita kaitkan dengan pikiran. Mungkin cowok itu punya
pertimbangan-pertimbangan tersendiri yang menyebabkan dia nggak mungkin
meneruskan hubungan dengan kekasihnya. Jadi bukan berarti cowok itu nggak
setia. Tapi memang jalan itulah yang terbaik menurut pikiran mereka.”
Ganti Lina dan Anisa yang terdiam. Mereka Cuma
bisa menggeleng. Berdebat dengan Karin? Susah! Gadis itu terlalu pintar untuk
dibalas ucapannya. Dia akan selalu memiliki sanggahan yang membuat mereka kalah
dengan ucapan sendiri. Kik balik!
“Nyerah
deh!”ucap Anisa pelan.
Karin mencibir
lucu.
“Sori ya, Rin.
Bukannya kami mau mencemooh kesetiaan yang kamu miliki. Kami cuma mengingatkan. Jangan sampai kamu
kecewa dan menderita nantinya,”Lina melanjutkan.
“Karena kami
pernah mengalaminya,” suara Anisa lirih.
Karin hanya
termangu.
“Cinta dan
kesetiaan kami dikhianati. Padahal kami telah menjaganya,”lanjut Lina.
“Sakit, Rin!”
“Rasanya dunia
nggak indah lagi.”
“Yang tersisa
Cuma penyesalan.”
“Mau marah tapi
nggak akan membuat dia kembali.”
“Cewek bisanya
cuma nangis.”
“Itu pun nggak
cukup untuk menyesali semuanya.”
“Ngurung diri
juga nggak ada gunanya. Waktu terus berjalan. Kita masih harus menjalani
kehidupan. Seburuk apapun. Kita nggak bisa nutup untuk suatu kemungkinan.”
“Nggak salah
dong kalau aku balas dendan.”
Karin Cuma diam.
Mendengarkan Anisa dan Lina yang saling timpal menimpal kalimat. Bagai
menampung kegundahan mereka. Gejolak sakit hati yang tersimpan di hati seakan
terkuak dan menganga kembali. Karin menyadari, bagaimanapun pengalaman mereka
sedikit berguna baginya. Dan Karin yakin Anisa dan Lina tak bermaksud menghina
dan menyindir Anang. Mereka mengucapkan semua itu karena mereka sayang padanya.
“Rin, seandainya
Anang nyeleweng, sikap kamu gimana?” Lina bertanya hati-hati.
Karin melotot
mendengar pertanyaan dadakan itu. Demi Tuhan, dia mau hal yang menakutkan itu
tak terjadi padanya. Dia berharap Anang tak pernah melakukannya. Karin cuma
bisa berdoa semoga Anang mampu menjaga kesetiaan untuk dirinya. Seperti yang
Karin lakukan untuk Anang.
Ho, Anang cinta
pertama Karin. Orang bilang cinta pertama sangat sulit terlupakan. Dan Karin
amat sangat mengasihi Anang. Dia nggak tahu harus berbuat apa jika Anang
meninggalkannya. Jika Anang mengkhianati cintanya. Karin tak tahu akan
bagaimana. Mungkin dia akan kecewa dan patah hati sekali, lalu menutup diri
untuk cinta yang lain, karena seluruh kasihnya telah dibawa pergi Anang dalam
kehancuran. Atau Karin akan melakukan hal yang sama seperti Anisa. Balas
dendam!
***
“Nunggu Anang,
Rin?”
Karin menoleh,
Anisa sudah ada di sampingnya. Karin menggeleng. Dirapikannya buku-buku yang
masih tergeletak di atas meja.
“Tumben.
Biasanya dijemput.”
“Siang ini
banyak tugas yang harus Anang selesaikan. Sebagai kekasih yang baik, aku nggak
mau mengganggu.”
Anisa mencibir.
“Lagian kan, aku
masih bisa nebeng kamu,” lanjut Karin.
“Maunya.”
Karin tertawa.
Anisa ikut tertawa.
“Mampir di Slipi
dulu ya, Rin,”ujar Anisa setelah mereka telah berada di dalam mobil.
“Ngapain?”
“Aku mau mencari
boneka untuk Dede. Dia nagih terus.”
“Makanya, anak
kecil jangan suka dijanjiin.”
“Nggak apa.
Sekali-kali sama ponakan,”Anisa membela.
Karin menurut
saja. Untung dia nggak punya banyak tugas hari ini. Kalau ada, dia pasti
menolak dengan cepat. Dan memaksa Anisa untuk mengantarnya pulang duluan.”
Setelah capek
muter-muter cari boneka yang cocok untuk Dede, Anisa mengajaknya ke Resto.
Karin nurut. Anisa paling nggak tahan haus. Karin terkejut bukan main di bawah
escalator. Matanya menatap tak percaya pada pemandangan yang tergelar.
Di depan sana,
sosok yang amat dikenalnya sedang menggandeng mesra seorang gadis manis.
Anang?! Karin berusaha menggeleng. Dia berharap matanya salah melihat. Dia
menginginkan saat ini dia sedang bermimpi buruk. Tapi tidak, wajah yang sedang
dipandangnya tetap milik Anang. Tangan Anang yang sedang menggantung di pundk
gadis di sisinya, merangkul dengan mesra. Sementara tangan si gadis melingkar
manja di pinggang Anang. Mereka bergandengan menuju escalator hendak turun.
Tepat di mana Karin dan Anisa berdiri.
Karin masih
terpaku di tempatnya. Kakinya seakan bergetar dan tak mampu digerakkan.
Tangannya mencengkal erat lengan Anisa. Hatinya berkecamuk kacau tak karuan.
Matanya panas menemui pemandangan yang bagai mimpi buruk itu.
Sampai akhirnya
Anang dan gadis yang sedang dirangkulnya hanya tinggal beberapa undakan lagi di
atasnya, Karin baru tersadar. Sepasang mata terkejut milik Anang menyadarkan
Karin kalau dia tidak sedang bermimpi.
Karin tak kuasa
berlama-lama di tempat itu. Tangannya cepat menarik lengan Anisa dan mengajak
gadis itu berlalu dari sana. Anisa yang masih tergugu dan sama kagetnya dengan
Karin, tak mampu berbuat banyak selain menuruti keinginan Karin.
Samar Karin
mendengar Anang meneriakkan namanya. Lalu disusul suara seorang gadis yang
berteriak memanggil Anang. Tapi Karin tak peduli. Hatinya terasa perih
menyaksikan pemandangan tadi. Bagai tersayat-sayat. Karin mengajak langkahnya
dan Anisa berlari secepat mungkin menuju pelataran parker.
Di dalam mobil,
tangis Karin tumpah. Masih didengarnya secara samar teriakan Anang diantara
bunyi mesin mobil yang menjauh. Anisa trenyuh. Untuk pertama kalinya, dia
melihat Karin yang tegar dan selalu ceria menangis. Anisa menggeram kesal.
Berkali-kali dia mengutuki perbuatan Anang yang telah menyakiti Karin. Sebagai
sahabat, Anisa dapat merasakan betapa perih dan kecewanya Karin saat ini.
**
Hari-hari Karin
selanjutnya adalah kesendirian. Nama dan sosok Anang susah payah dia hilangkan
dalam kehidupannya. Sepihak memang. Karena dia tak pernah membiarkan Anang
menemuinya. Karin tak ingn mendengar alasan dan pembelaan Anang atas perbuatan
yang dilakukannya. Karin juga tak mau mendengar permintaan maaf dari cowok itu.
Ya, Karin benar-benar tak memberi kesempatan untuk Anang.
Semua yang
pernah Anisa dan Lina ucapkan padanya bagai menjadi nyata. Menghantap
keyakinannya akan kesetiaan. Untuk beberapa waktu Karin terbungkus dalam
kepedihan. Setelah berkubang dalam
penyesalan dan tangis, Karin sadar semua hanyalah suatu ketololan.
Bagaimanapun rapuh hatinya kini, dia tak ingin menelantarkan sekolahnya. Dia
tak mau semua itu menjadikan dia terlupa akan cita-cita dan harapannya. Karin
harus bangkit. Dia harus bisa bangun dari mimpi buruk itu. Beruntung kedua
sahabatnya selalu siap menghibur Karin. Dan tak pernah membiarkan Karin
melamun, juga termenung sendirian.
Baik di rumah
maupun di kampus, Karin tak mengijinkan Anang mendekatinya. Sedapat mungkin dia
menghindari pertemuan dengan Anang. Karin sungguh ingin melupakan Anang
sendirian. Sakit di hatinya masih tak menerima perlakuan Anang.
Apa kurangnya
Karin. Segenap perhatian dan kasih sayang dia curahkan untuk Anang. Tanpa
berkeinginan mengganti posisi Anang dengan cowok lain. Padahal hal seperti itu
mudah saja dia lakukan. Tapi Karin terlalu mencintai Anang. Dan untuk menjaga
Anang tetap di sisinya, hany satu yang Karin yakini; kesetiaan!
Karin menunduk.
Dicobanya menelusuri kenangan. indah
bersama Anang. Segala perhatian Anang yang membuat Karin tak ingin berpaling.
Perlakuan-perlakuan manis Anang yang sering diberikan dan menumbuhkan getar
sendiri di hati Karin. Rasanya Karin tak percaya Anang mampu melakukannya.
Ho, Karin
sungguh ingin melupakan Anang. Cowok itu tak pantas menerima cinta Karin. Ya.
Kasih tulus yang selalu dipagarinya dengan kesetiaan. Dari pagar yang telah
hancur itu, Karin tidak mau memunguti puing-puingnya untuk dirangkai kembali
menjadi pagar yang lebih bagus dan indah. Yang lebih menjanjikan segalanya dari
sebelumnya. Tidak akan!
**
“Aku mau bicara,
Rin. Jangan menghindar lagi,” sebuah suara berat telah menahan langkah Karin.
Pergelangan tangannya telah dipegang erat oleh Anang. Karin tak berani menoleh.
Ah, betapa dia merindukan suara itu.
“Lepaskan!”bentak
Karin galak. Dicobanya menentang tatapan Anang. Tapi yang terjadi kemudian
Karin kembali mengeluh pendek. Betapa dia juga merindukan tatapan teduh milik
Anang.
“Tidak akan
sebelum aku bisa bicara denganmu.”
“Nggak ada yang
perlu dibicarakan,”bantah Karin. Matanya segera dialihkan ke arah lain. Lama
sekali dia tidak berjumpa dengan Anang. Cowok itu sedikit kurusan. Hm,
teman-teman Karin memang pintar menjaganya sehingga tak bertemu Anang selama
ini. Dn hari ini, Anang berhasil menemukannya. Ah, seharusnya tadi Karin tak
menolak ajakan Lina untuk mampir di perpustakaan.
“Aku
kangen,”ucap Anang lirih.
Karin melotot.
Rasanya mau marah dan memaki cowok gombal di dekatnya. Tapi tidak. Tidak ada
kebencian di sinar matanya. Dan Karin mengutuk dan menyesali kebodohannya
sendiri. Dengan kasar Karin berusaha melepas tangannya yang masih digenggam
Anang. Setelah berhasil, gadis itu bergerak cepat. Tapi gerakan Anang lebih
cepat. Langkah Karin terhadang lagi.
“Tak ada waktu
kah untuk kita bicara sebentar?” Anang bertanya pelan.
Maunya Karin
menggeleng. Tapi sia-sia. Tatapan penuh harap Anang meluluhkan pertahanan
hatinya. “Bicaralah. Aku tak mau mendengar kalimat gombalmu seperti tadi.”
Anang tak
menyahut. Dia menarik Karin menjauh dari kerumunan yang masih tersisa dari
gerombolan beberapa mahasiswa yang lalu lalang. Di bawah pohon Akasia, Anang
menghentikan langkahnya, dan mendudukkan Karin di sebelahnya. Untuk beberapa
saat mereka diam. Karin menunggu.
“Namanya Regine,”ujar
Anang setelah mengatur jalan napasnya.
Karin diam.
Dadanya bergejolak menahan amarah.
“Anak Ekonomi
juga. Satu kelas. Gadis baik yang selalu manja padaku. Aku nggak mampu menolak
ajakannya untuk menemani dia nonton waktu itu.”
“Dia tahu kamu
sudah punya aku?”
“Ya.”
Jawaban Anang
membuat Karin ingin menjerit. Tak habis mengerti. Kalau keduanya tahu ada aku.
Mengapa perbuatan bodoh itu masih dilakukannya? Batin Karin. Tanpa Karin mau
sudut matanya mulai mengembang dan basah oleh air mata.
“Aku nggak bermaksud
menyakiti kamu, Rin. Aku sayang kamu. Sungguh. Maafkan aku.”
“Tapi kamu
membohongi aku,”Karin mendesis.
“Aku janji tak
akan mengulanginya lagi,”Anang bersungguh-sungguh.
Karin melihat
kesungguhan itu. Tapi sakit yang disimpannya mengalahkan segalanya. Karin
tertunduk dalam diam. Susah payah dia berusaha menghilangkan genangan air
matanya. Dia nggak ingin terlihat cengeng dan rapuh di mata Anang. Dia harus
tegar. Bukankah beberapa hari terakhir tanpa Anang sudah terbiasa dijalaninya?
Dan Karin tak kuasa menolak ketika Anang menggenggam jemarinya.
“Kamu memaafkan
aku kan, Rin? Dan mengijinkan aku mengisi hari-harimu lagi?”
Karin
mendongakkan kepalanya. Matanya menatap Anang dengan tajam. Getar kerinduan
datang lagi. Hari-hari manis yang pernah dirajutnya bersama Anang. Bagai
berlomba mengajak hatinya untuk luruh. Larut dalam kasih Anang kembali. Sesaat
Karin dibuat gamang. Tidak! Jerit hatinya getir. Aku harus konsekwen dengan
keputusan yang telah diambil walau sebenarnya amat menyakitkan, batin Karin.
“Aku sudah
memaafkanmu sebelum kau memintanya.”Dengan lembut Karin melepas genggaman
tangan Anang yang masih merangkum jemarinya.
Terlihat Anang
menarik napas lega. Sementara Karin Cuma menghela napas ketika kembali dia
menemukan kerjap bahagia di mata Anang. Kerjap yang harus segera Karin matikan!
“Tapi tidak
untuk kembali memiliki hari dan hatiku,”Karin menyambung kalimatnya dengan
tegas.
Anang menatap
tak percaya. Matanya berkilat-kilat mencari bahwa Karin hanya bercanda. Tapi
dia amat kecewa. Karena kesungguhan yang ditemukannya dari mata bagus milik
Karin. “Tidak bisa diperbaiki?” tanyaya ragu. “Beri kesempatan itu bagiku.”
Karin diam.
Dadanya meletup-letup ingin marah. Dinding kesetiaan yang selalu dijaganya
telah Anang dikhianati. Karin tak ingin menatanya lagi. Kepercayaan akan kasih
Anang telah sirna.Kekecewaan akan pengkhianatan yang Anang lakukan, menolak
kehadiran Anang di sisinya lagi. Sakit itu terlalu dalam. Kemudian Karin
menggeleng.
“Maafkan aku,
Nang,”ujar Karin lirih. Hanya itu yang mampu diucapkan.
Karin bangkit
dari duduknya. Melangkah meninggalkan Anang yang masih termangu dengan
keputusan Karin. Ingin rasanya Karin berbalik. Memeluk Anang dengan erat. Dan
meralat keputusan yang baru saja dia cetuskan di hadapan Anang. Namun Karin tak
melakukannya. Harga dirinya sebagai
seorang wanita lebih menguasainya. Terlebih kesetiaan adalah sesuatu yang
sangat diagungkan Karin. Karin tak terima kesetiaannya dianggap remeh oleh
Anang. Walau Karin menemukan kesungguhan di mata Anang. Penyesalan dan permintaan
maaf cowok itu. Namun tak mampu membuat Karin menerima Anang kembali di
sisinya.
Karin makin
menjauh. Sejauh hatinya yang tidak ada Anang lagi di sana. Birlah. Biarkan aku
melangkah sendiri, batin Karin giris. Biar dia cari arti kesetiaan itu sendiri.
Mungkin suatu hari nanti akan dia temukan seseorang, yang akan memberikan
kesetiaan yang sama seperti yang dia miliki.
Selesai
http://taipannnewsss.blogspot.co.id/2018/04/5-tipe-orang-yang-paling-mudah-tergoda.html
BalasHapusQQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS |
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
• Bandar66
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
• BB : 2B3D83BE
Come & Join Us!